Oleh OK. Saidin
Jadilah ISMI sebagai kelompok yang dapat memberikan solusi untuk mengatasi berbagai rintangan bangsa ini dalam upaya mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Perhelatan Ikatan sarjana Melayu Indonesia (ISMI) dalam kegiatan pelantikan Pengurus Besar organisasi ini di Pekan Baru Riau telah usai. Kegiatan dilaksanakan hari kedua Muharram 1447 Hijriah bertepatan 28 Juni 2025. Acara dilaksanakan di Balai Serindit Gubernuran Riau Pekanbaru.
Acara dihadiri antara lain Prof Dr Ir.Djohar Arifin Husin (Ketua Dewan), Assoc Prof. Dr. Sakhyan Asmara, M.SP., Assoc. Prof Dr Yanhar Jamaluddin, M.AP (Sekjen PB ISMI), Prof Dr Agus Sani (Rektor UMSU) dan Rektor Universitas Panca Budi Medan Prof Dr Isa Indrawan, Wakil Bupati Deliserdang Lomlom Suwondo dan Tengku Syahdana Wazir Sultan Serdang di wilayah Adat Ramunia. Juga hadir Ketua Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Seri H.R. Marjohan Jusuf, Dr.Milhan Yusuf (Sekjen PB MABMI), Datuq Adil Freddy Haberham, SE Kepala Uruung XII Kuta Kesultanan Negeri Deli, Prof Ilmi Abdullah (USU), Prof Pujiati Ph.D (USU), Prof. Dr Dra Tengku Thyrhaya Zein, MA (Dekan Fak.Ilmu Budaya-USU), Prof Dr Ismail Efendy (Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan), Prof Dr Drs Muhammad Nur DEA (UNDIP).
Para petinggi Melayu yang hadir menyampaikan banyak harapan. Ajakan kepada Sarjana Melayu untuk bangkit dan bersama membangun bangsa. Tun Doctor Rahmat Shah sebagai Ketua Dewan Pembina ISMI berharap agar Melayu menyatukan langkahnya, jangan terpecah-pecah. Karena hanya dengan menyatukan langkah semua usaha akan mudah diwujudkan. Nizhamul, SE, MM sebagai Ketua Umum PB ISMI juga berharap agar “kabinet” kerja yang telah dikukuhkan dapat bekerja dengan baik dalam kurun waktu 5 tahun ke depan (2025-2030) dengan bersandar pada prinsip pada Motto PATEN (Al Qur’an dan Hadits, Teguhkan Energi Nasional). Dr Ir Tengku Erry Nuradi, MM Gubernur Sumatera Utara ke-17, menekankan perlunya peningkatan SDM masyarakat Melayu melalui jalur pendidikan.
Bupati Kepri Ansar Ahmad mengawali sambutannya mengutip Surat Al Hujarat 13 yang mengingatkan bahwa perbedaan etnik dan suku bangsa adalah merupakan kehendak Allah Azza Wajalla dan Melayu adalah takdir bagi negeri ini untuk mewarnai peradaban bangsa. Hanya mereka yang paling bertaqwa yang mendapat tempat yang paling mulia. Dengan melantunkan penggalan syair Gurindam XII karya Raja Ali Haji bin Raja Ahmad diiringi dengan lantunan Shalawat Nabi, suasana pertemuan menjadi hening namun penuh religius.
ISMI Penyambung Asa
ISMI harus belajar dari peradaban Yunani ini. Ismi harus mampu mendorong para anggotanya untuk memasuki seluruh sektor pembangunan, tak terkecuali di wilayah politik, agar Melayu hadir dalam menentukan jalannya pemerintahan untuk menyejahterahkan rakyatnya. Jika pada masa Yunani Kuno, rakyat yang hendak disejehaterahkan cukup mewakilkan kehendaknya disampaikan kepada kaum cerdik pandai cendikia itu, maka di era pemerintahan modern, rakyat dapat menyampaikan harapannya melalui kaum intelektual Melayu yang duduk di berbagai sektor pemerintahan. Ini perlu untuk menyikapi sistem politik yang cenderung bergeser dari pemerintahan demokrasi ke sistem pemerintahan yang cenderung bergerak ke arah monarki yang berujung pada tirani mayoritas.
Jika pada masa Yunani Kuno harapan itu disampaikan kepada kaum Scholarship yang berarti juga tidak dimintai keinginan rakyat satu persatu seperti pada sistem demokrasi liberal, maka di era ini kehadiran Sarjana Melayu harus diperkuat sebagai wadah penyambung asa Puak Melayu. Seumpama tim dokter yang akan mengoperasi pasiennya yang sedang sakit, tak begitu penting mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya dalam menjalankan operasi pembedahan, apalagi ikut menentukan prosedur operasi. Cukup diserahkan sepenuhnya kepada Tim Ahli. Begitulah peranan cerdik pandai cendikia (sarjana).
ISMI adalah kaum scholarship (akar kata dari school=sekolah) yang pada masa Yunani Kuno sebagai kelompok filsuf dan cendekiawan yang memberikan sumbangan pemikiran dalam berbagai bidang, mulai dari etika, politik, logika sampai pada matematika. Kelompok ini membawa pengaruh dalam perkembangan peradaban Yunani kuno. Tokoh seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Thales, Anaximander,Heraclitus, Phytagoras, Xenophanes dan Parmenides adalah sederetan nama-nama kaum scholarship yang sampai hari ini pemikirannya dikutip oleh para ilmuwan modern yang menjadi dasar pembangunan keilmuan yang mengubah peradaban dunia saat ini.
Melayu identik dengan Islam. Malay is Moslem. Sarjana Melayu sama dengan sarjana Islam, cendikiawan Muslim. Pada masa perjuangan kemerdekaan kelompok Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan Kiyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) menjadi kelompok yang ditakuti oleh Kolonial Belanda. Kata “Ulama” untuk menggambarkan orang berilmu, kaum cerdik pandai cendikia. Sama dengan kata sarjana. NU adalah kumpulan para ulama, kumpulan para sarjana Muslim. Jadi hakekatnya sama dengan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Kalau diterjemahkan secara harfiah, maka ICMI itu adalah kumpulan ulama Indonesia atau Sarja Muslim Indonesia. Tetapi karena masing-masing organisasi ini memiliki Anggaran Dasar, memiliki entitas sebagai subyek hukum perkumpulan atau yang berbadan hukum, maka perbedaannya tampak dalam tujuan dan kerja-kerja organisasi yang dirumuskan dalam Anggaran Dasar.
Pola ini juga yang dianut oleh ISMI. Melayu yang identik dengan Islam, maka isinya sudah pasti para Ulama Melayu, para sarjana dengan berbagai kualitas keilmuannya yang memiliki visi dan misi keumatan yang dapat memosisikan dirinya sebagai agen perubahan. Karena itu para ilmuwan ini tidak hanya lahir dari kampus-kampus dengan pendidikan formal, tapi juga mereka-merka yang lahir dari berbagai Pendidikan non formal bahkan menguasai pengetahuan secara otodidak dan pengalamannya yang berharga seperti pada zaman Yunani itu. Para filosof Yunani dan ulama-ulama besar tidak semua terlahir dari Lembaga Pendidikan formal.
Tak seorangpun di antara kita yang tak pernah mendengar Imam Abu Hanifah (699-767 M) peletak dasar Mazhab Hanafi. Beliau tidak mengikutin pelajaran pada sekolah-sekolah formal. Beliau hanya belajar kepada sahabat sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yakni Anas bin Malik, Abdullah bin Abi Aufa, Sahal bin Saad, Abdullah bin Al Harith dan Abdullah bin Anas. Kecintaannnya terhadap ilmu membawa beliau untuk berguru secara non formal kepapa lebih dari 4000 orang ulama yang menjadikannya sebagai ulama besar.
Thomas Alva Edison (1847-1931 M).yang dikenal sebagai penemu lampu pijar, tidak memiliki pendidikan formal yang panjang. Pada masa kecilnya, Edison selalu mendapat nilai yang tidak baik di sekolah. Ia hanya mengenyam pendidikan formal selama beberapa bulan saja. Helen Keller (1880-1968 M) juga merupakan contoh inspiratif dari seseorang yang berhasil melalui pendidikan nonformal. Keller kehilangan penglihatan dan pendengaran sejak usia dini. Ia belajar berkomunikasi melalui bimbingan Anne Sullivan, seorang guru yang mengajarinya di luar sistem pendidikan formal.
Wikipedia menuliskan, “Anne memegang tangan Helen di bawah air dan dengan bahasa isyarat, ia mengucapkan “W-A-T-E-R” pada tangan yang lain. Saat Helen memegang tanah, Anne mengucapkan “L-A-N-D” dan ini dilakukan sebanyak 30 kata per hari. Helen diajar membaca lewat fingerspelling sampai mengerti apa maksudnya.” Dengan bantuan Sullivan, Keller belajar membaca, menulis, dan berbicara, serta akhirnya menjadi penulis produktif dan aktivis hak-hak disabilitas. Prestasinya menunjukkan bahwa pendidikan nonformal bisa menjadi sarana yang kuat untuk mengatasi keterbatasan dan mencapai potensi penuh.
Model-model pembelajaran untuk semua yang selalu kami sebut sebagai “universitas rakyat” semua boleh belajar untuk semua bidang pengetahuan tanpa ada batasan umur dan syarat ijazah serta tanpa gelar patut untuk digagas ISMI dalam program kerjanya 5 tahunannya.
Sarjana Sebagai Titisan Dewa
Para sarjana, para ilmuwan adalah titisan Sang Pencipta. Pada masa negara Yunani Kuno, para ilmuwan ini disebut sebagai “Titisan Dewa”. Jika para ilmuwan berdiam diri, itu berarti negara dalam keadaan baik-baik saja. Akan tetapi ketika kelompok ilmuwan ini mulai gelisah dan turun ke jalan itu berarti negara dalam keadaan sekarat.
Gerakan para ilmuwan adalah sebuah warning dan banyak negara bubar dan pemimpin negaranya jatuh karena diawali dari gerakan para ilmuwan. Itulah sebabnya Kiyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari ditakuti oleh pemerintah Kolonial Belanda. Sebagai organisai yang menghimpun ulama (baca:sarjana), kelompok ini memang patut ditakuti. Demikian juga sejarah kejatuhan Orde Lama dan Orde Baru juga karena adanya gerakan dari kampus-kampus yang dibelakngnya berdiri para ilmuwan.
Itulah sebabnya kehadiran para sarjana menjadi penting bagi upaya pencapaian tujuan bersama. Sarjana tidak hanya sebagai kelompok pemikir, tetapi juga sebagai kelompok yang menjalankan dan mengawasi proses penyelenggaraan negara.
Tantangan ISMI
Sarjana menjadi “dewa” bagi mewujudkan harapan kelompok yang terabaikan. Sarjana menjadi harapan bagi kaum yang tertindas. Sarjana tidak hanya menjadi mimpi bagi kaum dhu’affah mustadh’affin, untuk dapat disejahterahkan akan tetapi juga menjadi tempat para ‘umarah, para pemimpin untuk meminta fatwa.
Visi Indonesia Emas 2045 dicanangkan oleh Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo yang yang diteruskan oleh Presiden ke-8 Prabowo Subiyanto. Visi ini bersisikan ide atau gagasannya hendak membawa Indonesia menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur. Visi ini diperkirakan akan dapat diwujudkan pada tahun 2045. Ide dan gagasan ini akan diluncurkan tepat pada 100 Tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia. Gagasan ini disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional era Presiden Jokowi dan diresmikan 9 Mei 2019. Jokowi optimis bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar keempat atau kelima di dunia pada tahun 2045.
ISMI dapat memberikan masukan dan petuah bagi para pemimpin di negeri ini. Jadilah ISMI sebagai kelompok yang dapat memberikan solusi untuk mengatasi berbagai rintangan bangsa ini dalam upaya mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. ISMI dapat menjadikan “pertemuan Pekanbaru ini” menjadi tonggak baru kiprah ISMI ke depan. Tonggak baru peran serta ISMI dalam pembangunan bangsa guna percepatan pencapaian masyarakat adil, makmur dan sejahtera dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa mandiri, berdaulat serta bermartabat di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Semoga!
Penulis adalah Ketua Umum PB Majelis Adat Budaya Melayu Indonesi (MABMI).
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.