
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Oleh Tomy Michael
Kecerdasan buatan tidak akan bisa dibatasi dalam memberikan informasi berbagai jenis ideologi. Kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan berpikir maka kecerdasan buatan harus digunakan sebagai sarana memperkuat ideologi Pancasila
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Di tengah permasalahan penulisan ulang sejarah, terdapat hal penting yang harus didiskusikan yaitu ideologi. Ada tiga definisi yang diberikan Merriam-Webster Dictionary akan makna ideologi, salah satunya yang menarik adalah “the integrated assertions, theories and aims that constitute a sociopolitical program”. Terdapat peran politik didalamnya untuk memberi penguatan. Namun ideologi dalam perspektif Indonesia mutlak pada Pancasila sehingga definisinya harus bersandar pada Pancasila.
Apakah hal ini salah? Tidak salah namun membuat seseorang menjadi tertutup akan keberadaan ideologi lainnya. Ideologi tidak boleh mendapatkan stigma akibat gerak tangan. Misalnya orang bertangan kidal identik dengan ideologi kiri dan bertangan tidak kidal dianggap ideologi yang aman. Ideologi kurang mendapatkan ruang untuk didiskusikan secara publik dan santai. Misalnya saja ketika seseorang mendalami ideologi maka akan memperbesar keberuntungan ekonomi dalam dirinya? Atau bisa menyingkirkan rasa lapar dari tubuh?
Ideologi memiliki fungsi sebagai alat intervensi negara secara tidak langsung. Ketika negara tidak bisa mencapai keinginannya maka harus ada dukungan yang sangat mendasar. Ideologi dianggap mengurangi persepsi risiko akan besarnya kekuasaan negara bagi masyarakat. Masyarakat secara tidak langsung akan mematuhi ideologi itu karena dalam keadaan alamiah selalu merindukan rasa aman dan sejahtera. Ideologi sebagai kepercayaan juga cara paling konservatif dalam mewujudkan negara yang ideal. Hal ini terjadi karena kesamaan kehendak tidak dicapai negara dan masyarakat.
Fakta empiris lainnya mengacu pada landasan filosofis pembentukan peraturan perundang-undangan maka Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah yang terutama. Contoh menariknya waktu pembahasan rancangan undang-undang cipta kerja beberapa tahun lalu, terjadi demonstrasi besar-besaran di banyak kota Indonesia. Penolakan dapat dianggap bagian paling serius karena adanya kepedulian yang tinggi dari masyarakat.
Setelah demonstrasi maka pemerintah menormakan metode omnibus dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan secara tidak langsung juga menerima ideologi sangat penting. Tetapi ada juga beberapa rancangan undang-undang yang seolah-olah tidak membutuhkan ideologi karena masih dalam wacana misalnya rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga.
Jikalau demikian, ideologi harus dilakukan kaji ulang dengan pendekatan futuristik dimana kecerdasan buatan harus masuk. Kecerdasan buatan bukanlah bagian narsistik manusia melainkan alat bantu yang bisa dibedakan kebaruannya dan implikasi hukumnya. Hukum sendiri adalah area kosong yang menjadi persinggahan penandaan makna berupa ideologi, budaya, ekonomi, politik maupun agama.
Dalam sudut pandang Karl Marx, ideologi adalah suatu pandangan yang menyelubungi suatu realitas. Termasuk bekerjanya suatu ideologi ini adalah upaya untuk memahami gejala yang tersembunyi dalam suatu peradaban. Apakah kecerdasan buatan akan menolak Karl Marx dalam memberikan informasi ideologi? Hal yang mustahil terjadi kecuali adanya pembatasan dari negara ketika ideologi lain adalah ancaman. Kecerdasan buatan “memiliki” ideologinya sendiri dimana informasi dan prompt tergantung dari pembuat dan penggunanya.
Maciej Pichlak mengemukakan bahwa gagasan politik adalah “sangat penting” bagi teori kritis peradilan dan memang merupakan “landasan yang menopang seluruh struktur”. Ia meragukan bahwa peradilan sebagai sarana mencapai tujuan tidak lepas dari ideologi. Padahal dalam peradilan identik dengan teori hukum murni. Kita harus melihat norma hukum dalam Pasal 188 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana termaktub “tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan” dan ayat sebelumnya adanya sanksi ketika itu menyebarkan secara sengaja bahkan menimbulkan kematian.
Ideologi dalam konsep ini bagaikan penolakan untuk mencari informasi yang baru. Hal ini bertentangan dengan sifat alamiah negara seperti Leviathan. Negara harus mampu menyingkirkan apapun demi kepentingan masyarakat luas. Walaupun negara juga mengorbankan dirinya sendiri demi hubungan yang baik dengan negara lain. Negara harus tetap hidup dengan negara lain karena hubungan itu akan mendukung penyelesaian ketika ada permasalahan.
Pembatasan demikian pada akhirnya tidak mendukung kecerdasan buatan sehingga keberadaan ideologi yang kultus seolah-olah tidak bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman. Ideologi dapat memiliki rumusan yang amat ideal dan logis. Tetapi ketika tidak ada aktualisasi maka kredibilitas dalam ideologi menjadi sapuan angin. Moerdiono mengatakan bahwa ideologi dengan nilai dasar, nilai instrumental dan praksis ketika tidak berjalan dengan baik maka masalah itu muncul. Peran serta negara akan dipertanyakan karena negara ada akibat adanya masyarakat.
Kecerdasan buatan tidak akan bisa dibatasi dalam memberikan informasi berbagai jenis ideologi. Kita sebagai manusia yang memiliki kelebihan berpikir maka kecerdasan buatan harus digunakan sebagai sarana memperkuat ideologi Pancasila. Negara hukum Pancasila adalah suatu negara hukum yang bercirikan atau berlandaskan pada nilai nilai luhur serta berlandaskan pada identitas dan karakteristik yang terdapat pada Pancasila.
Ideologi Pancasila harus dijaga bukan sebagai hal yang tidak bisa dikritik namun sebagai sarana pencetus pikiran-pikiran positif. Dalam hermeneutika hukum modern, tidak akan bisa seseorang menafsirkan makna dari undang-undang secara sempurna. Saya mengambil contoh bapak saya yang lahir di tahun 1956 dan pada tahun 1960 ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka harus pembuat undang-undang itulah yang boleh memiliki titel sang ahli.
Keahlian yang dimiliki akibat turut serta dalam perencanaan hingga pengundangan sementara bapak saya hanya bisa meleburkan pandangan kekiniannya dengan kejadian di tahun 1960. Peleburan ini tidak akan merusak asali suatu yang muncul di awal tetapi justru menguatkan. Memahami ideologi tidak harus membaca teks berbahasa Inggris namun dalam ritual agama atau kepercayaan di Indonesia tercermin juga makna ideologi. Misalnya dalam pelestarian lingkungan yang menggunakan pendekatan leluhur sangatlah efektif daripada sanksi pidana yang langsung ditujukan pada seseorang.
Ideologi Pancasila sendiri harus menjadi bagian yang wajib dipertahankan dalam keadaan apapun. Namun ketika terjadi pembatasan untuk memaknainya maka semuanya akan mengarah pada kecerdasan buatan. Pemegang hak dan kewajiban masih berkutat pada pembuat dan penggunanya. Apakah kecerdasan buatan harus menjadi subjek hukum agar ideologi itu aman? Ini adalah pertanyaan yang memang harus dijawab, sehingga ketika dijadikan subjek hukum akan memunculkan perlindungan hukum lainnya.
Kecerdasan buatan harus bersinergi dengan penguatan ideologi, dan jawaban-jawaban yang diberikan bisa saja menajdi acuan di masa mendatang. Di satu sisii, penulisan ulang sejarah sebaiknya juga memberikan makna Pancasila dari mereka yang tersingkirkan. Karena ketika kita hanya mengetahui Pancasila secara tekstual maka negara harus khawatir. Ideologi harus menjadi bagian utama kehidupan berbangsa dan bernegara di era yang susah ditebak ini.
Penulis adalah Dosen FH Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.