Si Tua Masih Memburu Rupiah Di Ladang Minyak

9 hours ago 2

“Sumur minyak tua adalah sumur-sumur minyak bumi yang dibor sebelum tahun 1970, pernah diproduksi, dan terletak di wilayah kerja yang sudah tidak diusahakan lagi”

Pertamina EP (PEP) Rantau Field yang berada di Rantau  Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh merupakan  bagian dari Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona I.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Lapangan Field Rantau sudah ada sejak zama sebelum Indonesia merdeka dan saampai saat ini masih beroperasi berproduksi dari sumur minyak tua dan sumur minyak yang baru untuk menghasilkan minyak mentah dan gas.

Pertamina Field Rantau merupakan salah satu ladang minyak tertua di Indonesia dan sampai saat ini masih beroperasi menghasilkan minyak dan gas  untuk menghasilkan pendapatan uang bagi negara Indonesia.

Berdasarkan penelusuran Waspada.id,Jumat (31/10/2025), Si Tua atau sumur minyak tua masih gesit dan semangat tidak pernah kendor untuk menyemburkan minyak dan gas dari perut bumi muda sedia ( julukan untuk Kabupaten Aceh Tamiang)  demi memburu  uang negara yang dihasilkan dari ladang sumur minyak tua dan sumur baru yang dikelola oleh Pertamina Field Rantau.

Menurut undang-undang, sumur minyak tua adalah sumur-sumur minyak bumi yang dibor sebelum tahun 1970, pernah diproduksi, dan terletak di wilayah kerja yang sudah tidak diusahakan lagi oleh Kontraktor Kerja Sama (KKKS). Pengelolaan sumur tua harus sesuai dengan aturan yang berlaku, salah satunya adalah Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.

Berdasarkan penelusuran mendalam Waspada.id dan berdasarkan data sumur minyak tua dari sumber buku Daerah Penghasilan Minyak dan Gas Bumi  yang diterbitkan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi,Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2013 serta berbagai sumber lainnya yang menjadi referensi  disebutkan bahwa   Potensi sumur minyak tua di Kabupten Aceh Tamiang salah satunya terdapat pada Lapangan Rantau ( Rantau Field).Lapangan Rantau pertama kali ditemukan oleh Shell/ BPM pada tahun 1928 oleh Asisten Geologi Shell/BPM berkebangsaan Indonesia, R.Suroso Notohdiprawiro.

Menurut berbagai sumber , R.Suroso Notohadiprawiro melakukan penyelidikan sumber cadangan migas selama lebih dari 10 tahun di Pulau Sumatera,akhirnya mampu mengalihkan perhatian Shell/Bataafsche Petroleum Maatschappij(BPM ) untuk menggarap Lapangan Rantau secara intensif karena Lapangan Produksi atau struktur Telaga Said mulai menyusut produksinya.

Data-data yang dihimpun Waspada.id, Pada saat pertama kali dilakukan pengeboran ,dari kedalaman 340 meter,sumur R001 mampu memproduksi minyak mentah sebanyak 136 m3/hari atau sekitar 855 BOPD ( barrel oil perday).Sukses sumur R001 disusul sumur R002 dengan produksi sebesar 660,45 BOPD atau sebanyak 105 m3/hari.

Hasil data yang diperoleh Waspada.id, Sejak pertemuan sumur minyak  tersebut,dominasi produksi yang semulaa berada di Lapngan Said telah diambil alih oleh Lapangan Rantau yang berada dalam areal konsesi Shell/BPM di Blok Tamiang dengan tingkat produksi di tahun 1939 mencapai sebesar 13.272 BOPD yang dihasilkan dari 173 sumur.Dengan tingkat produksi yang cukup mengembirakan itu,tentunya telah mendatangkan keuntungan yang besar bgi pihak Shell setelah menemukan lapangan minyak palinfg produktif di seluruh Kepulauan Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Bahkan, berdasarkan informasi diperoleh Waspada.id dari berbagai sumber disebutkan bahwa  Pada tahun 1965 di Lapangan Rantau juga telah dibangun pabrik pengolahan gas untuk dijadikan LPG ( Liquefield Petroleum Gas).Pada masa awal,produksi kilang tersebut hanya sekitar 30 juta kaki kubik perhari dengan penyesuaian pemasaran setempat yang masih rendah.Tetapi setelah adanya kontrak penjualan dengan Phillipine National Oil Company berkisar ntara 33.00 sampai 40.000 ton pertahun ,maka produksi kilang elpiji yang terdiri dari 30% Propane dan 70 % Butana terus ditingkatkan.

Sisa-sisa sumur minyak tua peninggalan zaman Belanda di Pertamina Field Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang. Waspada.id/Muhammad Hanafiah

Selain kilang LPG,berdasarkan data diperoleh Waspada.id dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Aceh Tamiang PT.Kwala Simpang Petroleum , di Rantau pada masa itu juga terdapat kilang Karbon Black yang pertama di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 20 ton/hari yang bahan bakunya diperoleh dari sisa gas kilang LPG.Tetapi usia pabrik ini hanya sampai tahun 1975.Sementara di bidang perminyakan ,Permina ( Pertamina) yang telah melakukan kerjasama dengan beberapa kontraktor asing seperti Nosodeco, Refican dan Asamera, jumlah sumur produktif di Lapangan Rantau yang semula berjumlah 60 sumur di tahun 1960 telah meningkat menjadi 174 sumur pada tahun 1968.

Seiring bertambahnya jumlah sumur produktif di Lapangan Rantau,maka tingkat produksi minyak mentahnya juga terus meningkat dari 678.997 m3/hari pada tahun 1960 menjadi 1.343.954 m3/hari pada tahun 1966.Sedangkan top production yang pernah dicapai di Lapangan Rantau terjadi pada tahun 1972 setelah mendapat sumtikan produksi dari struktur Serang Jaya dan Peureulak dengan tingkat produksi sebesar 2.036.405 m3/hari.

Tetapi karena sifa alami minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui ,ditambah pengurasan secara terus menerus.Sementara cadangan baru belum ditemukan ,maka produksi minyak mentah di WKP ( Wilayah Kerja Pertamina) Asset I Rantau terus anjlok menjadi sekitar 997 m3 dalam tahn fiskal 1997/1998 .Sedangkan produksi gasnya hanya sebanyak 4,1 milyar kaki Kubik dalam tahun tersebut.

Disebutkan Penurunan produksi setelah mencapai puncak di tahun 1972 umumnya bersifat alamiah,sehingga upaya peningkatan produksi tahap I merupakan tantangan yang paling berat.Berbeda dengan upaya peningkatan produksi gas yang relatif lebih mudah untuk dilaksanakan ketimbang menangani sumur-sumur yang telah berproduksi lebih 10 tahun.Sebab, sewaktu-sewaktu dapat mengakibatkan low production pada sumur yang digarap kibat keadaan depleted dan faktor-faktor lainny seperti,kenaikan kadar air yng relatif cepat pada sumur existing dan Kerja Ulang Pindah Lapisan ( KUPL) .

Ditaambah lagi bahwa pada umumnya sumur-smur KUPL sudah dekat pada batas air minyak.Penurunan produksi minyak di Lapaangan Rantau yang mulai diraskan pada tahun 1973,sebenarnya sudah diantisipasi dari reservoir.Sedngkan untuk menambah daya pengurusan minyak dari reservoir yang tidak terjangkau dengan cara prima recovery telah pula dilksanakan melalui cara secondary recovery atau penyerapan tahap kedua.

Polot project Secondary Recovery ini pernah dilakukan pada lapisan pasir 560/AL terhadap 7 sumur di Lapangan Rantau yang ternyata mampu menghasilkan minyak sekunder rata-rata sebaanyak 138M3/hari. Kegiatan Own Secondary Recovery dengan cara menginjeksi air laut dinilai masih kurang ekonomis bil dibandingkan dengan biaya operasi dan penghasilan produksi yang diperoleh,sehingga proyek tersebut terpaksa dihentikan sejak 1 November 1988.

Disamping kerjasama dengan Nesodeco Ltd,sejak 20 September 1972 juga telah dilakukan hal yang sama dengan Japex Ratntau Ltd.Dalam Project Secondary Recovery untuk mengangkat minyak mentah dari sumur-sumur lama yang sudah dianggap kurang produktif. Pelaksanaannya dilakukan pada lapisan 600,640 dan 660 terhadap 57 sumur tau 63 string.Berdasarkan perhitungan dari Project Secondary Recovery ini akan dihasilkan sekitar 400 sampai 45 M3 per hari pada awal produksi dan puncaknya akan tercapai setelah lima tahun dengan hasil produksi sebesar 520 m3 perhari.Dan pada tahun 1988 telah berhasil diproduksi minyak mentah dari proyek tersebut sebesar 151.157,7 m3 .Ini berarti 22 persen dari keseluruhan produksi Lapangan Rantau dihasilkan dari proyek penyerapan tahap kedua ( Secondary Recovery)

Sejak tanggal 31 Maret 1992 pengelolaan kegiatan Secondary Recovery yang semula dilaksanakan oleh Japex Rantau Ltd telah diserahkan kepada Pertamina dan untuk selanjutnya dioperasikan sendiri oleh Lapangan Rantau.

Pihak Pertamina berusaha untuk mempertahakan dan meningkatkan produksi minyak di Rantau dan sekitarnya yang telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan utama maupun jangka panjang ,tetap mengacu kepada penekanan biaya produksi serendah mungkin dan pelaksanaan pengawasan melekat dibidang administrasi,keuangan dan tatalaksana operasi.

Sejak tahun 1988,hasil pengembangan produksi melalui pengeboran baru dan KPUL ikut mempertahankan tingkat produksi.Selain pelaksanaan pengeboran baru di 13 struktur produktif yang ada di Area Operasi Rantau  pada tahun 1988, telah pula dilaksanakan pengembangan struktur baru pada tahun 1992 di Perapen yang menghasilkan satu lagi sumur produktif.Sedangkan struktur di Bukit Tiram pada tahun 1992, Paluh Sipat pada tahun 1993 dan sekitar struktur Paya Bujuk pada tahun 1995 tidak memberikan cadangan potensial seperti yang diharapkan.

Berdasarkan penelusuran Waspada.id, sampai saat ini masih ada sumur tua dan sumur baru yang menghasilkan minyak dan gas di wilayah kerja operasional Pertamina Field Rantau. Bahkan sumur tua R032 dan R052 peninggalan zaman dahulu kala masih menyumbangkan minyak mentah untuk Pertamina Field Rantau dan sekaligus memberikan kontribusi bagi pendapatan uang negara.

Begitu juga sumur-sumur tua lainnya yang telah berusia lebih 20-30 tahun masih menghasilkan minyak dan gas di ladang minyak Field Rantau.

Bahkan, beberapa tahun yang silam, Lapangan Pertamina Rantau produksinya pernah mencapai lebih 4000 barrel per hari ketika Pertamina Rantau sebagai top produksi sehingga Pertamina Field Rantau sebagai Pertamina DOH Nanggroe Aceh Darussalam-Sumatera bagian Utara yang kewenangan ke seluruh Sumatera dan kantor pusatnya di Pertamina Field Rantau,Kabupaten Aceh Tamiang.Salah seorang General Managernya pada masa itu adalah Ridwan Nyak Baik.

Berdasarkan data hasil penelusuran Waspada.id , Produksi Migas dI Pertamina zona 1 Rantau Field pada tahun 2025 diperkirakan 2. 400 sampai 2.600 barel perhari (BOPD), salah satu sumur utama seperti RNT DZ-25 menghasilkan 437 BOPD. Sumur tersebut merupakan natural flow pertama setelah beberapa tahun dan menjadi sumur produksi tertinggi di Rantau Field saat ini.

Di Pertamina Field Rantau  dikembangkan dengan pengeboran sumur – sumur baru untuk mendukung peningkatan produksi minyak dan gas (migas) yang dapat mencapai angka ratusan barel perhari, tetapi Waspada.id belum memperoleh angka spesifik yang pasti berapa barel tiap-tiap sumur minyak baru dan sumur minyak tua mempersembahkan produksi untuk Pertamina Field Rantau.

Tetapi, sebagai sample bahwa sumur RNT DZ_25 menghasilkan 437 BPOD menjadi referensi valid dari hasil produksi perbarel perhari dari sumur utama di Rantau Field zona 1, dengan demikian produksi per sumur di Rantau Field berkisar 400 barel minyak perhari, sesuai dengan hasil uji sumur terbaru. Sumur migas di Pertamina Rantau zona 1 Field berkisar 93 sumur, sebagian sumurnya berusia tua dan diperkirakan hasil dari keseluruhan sumur – sumur ini menghasilkan 2.500 barel perhari (BPOD).

Hasil minyak mentah yang dihasilkan sumur minyak yang ada di wilayah kerja operasional Field Rantau dikirim ke kilang pengumpulan di Pangkalan Susu,Kabupaten Langkat,Provinsi Sumatera Utara  yang berjarak 64 Km dari kilang pengumpulan di Field Rantau. Dari Pangkalan Susu,selanjutnya dimuat ke kapa tangker di Pelabuhan Pertamina Pangkalan Susu untuk dibawa ke kilang di Cilacap dan kilang Balik Papan untuk diolah menjadi berbagai bahan bakar minyak (BBM) untuk menghasilkan pendapatan bagi negara .

Selain untuk menghasilkan pendapatan bagi negara, juga menghasilkan pendapatan dana bagi hasil migas dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi Aceh yang kemudian dana bagi hasil migas tersebut juda dibagikan kepada kabupaten/Kota di Aceh,termasuk untuk Kabupaten Aceh Tamiang,namun angka pastinya selalu berubah-berubah setiap tahunnya ditransfer oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota di Aceh.

General Manager Pertamina Hulu Rokan ( PHR) Zona I,Hari Widodo ketika dikomfirmasi Waspada.id melalui telepon, Jumat (31/10/2025) sore, membenarkan sumur minyak tua dan ada juga sumur minyak baru yang menghasilkan minyak dan gas di Pertamina Field Rantau.

“ Kalau saya tidak salah ada 93 sumur di Field Rantau. 93 sumur tersebut tentu saja ada sumur tua dan sumur baru. Sumur minyak tua adalah sumur-sumur minyak bumi yang dibor sebelum tahun 1970, pernah diproduksi, dan terletak di wilayah kerja yang sudah tidak diusahakan lagi oleh Kontraktor Kerja Sama (KKKS). Pengelolaan sumur tua harus sesuai dengan aturan yang berlaku, salah satunya adalah Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua,”papar Hari Widodo yang sangat ramah itu memberikan penjelasan kepada Waspada.id

Hari Widodo juga mengatakan, sumur minyak tua dan sumur minyak yang baru di Filed Rantau memberikan kontribusi produksi bagi Pertamina Hulu Rokan dan sekaligus memberikan kontribusi pendapatan bagi negara dari bidang migas. Muhammad Hanafiah/WASPADA.id

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |