Oleh Dr. Agus Marwan, S.IP, M.SP
Pembangunan global saat ini menghadapi tantangan yang sangat kompleks. Ketimpangan sosial, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan, telah menjadi fenomena yang nyata dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan ekosistem. Ketimpangan ekonomi yang masih terjadi menghambat akses yang merata terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi, sehingga memperdalam jurang perbedaan antara berbagai kelompok sosial.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Selain itu, dampak perubahan iklim semakin terasa, dengan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, dan pemanasan global yang mengancam kehidupan manusia. Eksploitasi sumber daya secara berlebihan serta penggunaan energi yang tidak berkelanjutan mempercepat degradasi lingkungan dan memperburuk krisis iklim.
Pendekatan ekonomi hijau menjadi isu yang semakin kencang disuarakan di tataran global. Berharap agar ekonomi hijau dapat menjawab tantangan Pembangunan global untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
Konsep Ekonomi Hijau
Kesadaran akan pentingnya menjaga hubungan antara ekonomi dan lingkungan mulai muncul pada tahun 1970-an, terutama setelah berbagai bencana ekologis dan laporan seperti The Limits to Growth yang menyoroti risiko pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali terhadap lingkungan. The Limits to Growth adalah laporan yang diterbitkan oleh Club of Rome pada tahun 1972, yang menyoroti risiko pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali terhadap lingkungan.
Melalui karyanya The Sane Alternative yang diterbitkan pada tahun 1978, James Robertson bersama Alison Pritchard memperkenalkan gagasan ekonomi hijau. Robertson menggambarkan ekonomi hijau sebagai pendekatan pembangunan yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Konsep ini mendorong pergeseran dari sistem ekonomi tradisional yang sering kali merusak lingkungan menuju model ekonomi yang lebih ramah lingkungan dan berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang.
Menurut Robertson, ekonomi hijau menitikberatkan pada efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam, pengurangan limbah, dan pengembangan teknologi yang mendukung keberlanjutan. Selain itu, pendekatan ini menuntut perubahan pola pikir masyarakat agar lebih menghargai hubungan antara manusia dan lingkungan, menciptakan harmoni antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian alam.
Istilah “ekonomi hijau” kemudian digunakan secara resmi pada tahun 1989 melalui laporan Blueprint for a Green Economy. Sekelompok ekonom lingkungan di Inggris menerbitkan laporan berjudul Blueprint for a Green Economy, yang bertujuan memberikan masukan kepada pemerintah Inggris mengenai pendekatan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Laporan ini menekankan perlunya memasukkan biaya lingkungan ke dalam kebijakan ekonomi dan investasi pada teknologi ramah lingkungan. Pada tahun 2008, UNEP memperkenalkan Green Economy Initiative untuk mempromosikan ekonomi hijau sebagai respons terhadap tantangan global.
Konsep ini semakin mendapat perhatian dalam Konferensi Rio+20 tahun 2012, di mana ekonomi hijau dianggap sebagai pendekatan penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan menjadi bagian dari tujuan pembangunan global. Teori ini terus berkembang dan menjadi landasan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial
Perbedaan Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Hijau
Ekonomi Hijau muncul sebagai antithesis dari implementasi Ekonomi Konvensional. Tentu saja terdapat perbedaan yang mendasar antara pendekatan ekonomi Konvensional dengan Ekonomi Hijau. Berikut adalah perbedaan mendasar dalam berbagai aspek:
Tujuan
Tujuan utama ekonomi hijau adalah menciptakan harmoni antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Fokusnya meliputi pengurangan dampak negatif kegiatan ekonomi terhadap alam, seperti menekan tingkat polusi, menjaga keberlanjutan sumber daya, dan melindungi keanekaragaman hayati. Selain itu, ekonomi hijau bertujuan membangun sistem ekonomi yang inovatif, tangguh, dan hemat sumber daya untuk menghadapi perubahan global.
Upaya lain yang ditekankan adalah menciptakan lapangan kerja yang inklusif, meningkatkan taraf hidup, dan mengurangi kesenjangan sosial, terutama bagi kelompok rentan. Dalam hal lingkungan, ekonomi hijau juga berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui penggunaan energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan. Semua ini diarahkan untuk mendukung pertumbuhan yang berorientasi pada masa depan, menjamin manfaat jangka panjang bagi generasi mendatang.
Prinsip
Ekonomi hijau didasarkan pada prinsip keberlanjutan lingkungan, inklusivitas sosial, dan efisiensi ekonomi. Pendekatan ini berupaya mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem dengan memastikan penggunaan sumber daya alam dilakukan secara bijaksana dan ramah lingkungan.
Ekonomi hijau juga mengedepankan prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia, memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan setara untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dan untuk mewujudkan ekonomi hijau secara efektif, diperlukan tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Selain itu, ekonomi hijau mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca melalui penerapan teknologi hijau dan energi terbarukan. Pelestarian keanekaragaman hayati juga menjadi bagian penting, untuk melindungi ekosistem dan spesies dari ancaman kegiatan manusia.
Regulasi
Indonesia telah mengambil langkah serius dalam mendukung ekonomi hijau melalui sejumlah regulasi. Salah satunya adalah ratifikasi Kesepakatan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016, di mana Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29% secara mandiri dan hingga 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi menjadi 31,89% di tahun 2030 mendatang dengan target dukungan internasional sebesar 43,20%.
Kebijakan Energi Nasional (KEN) juga berperan penting dalam mendorong transisi menuju penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi untuk mencapai nol emisi pada tahun 2060.
Panduan teknis melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) membantu mengintegrasikan langkah-langkah ekonomi hijau di berbagai sektor, seperti energi, transportasi, dan kehutanan.
Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan ekonomi hijau. Salah satu kebijakan tersebut adalah program pembangunan rendah karbon yang menjadi bagian dari RPJMN 2020-2024, dengan fokus pada pengurangan emisi karbon dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu, Indonesia berkomitmen untuk mencapai nol emisi karbon pada tahun 2060, dengan target pengelolaan net sink sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030.
Pemerintah juga menyediakan insentif untuk mendorong investasi di sektor hijau, seperti energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan. Di sisi lain, langkah konservasi dan restorasi lingkungan terus dilakukan, termasuk pengurangan deforestasi secara signifikan dan penurunan jumlah titik panas kebakaran hutan.
Tantangan
Penerapan ekonomi hijau dihadapkan pada berbagai hambatan. Salah satunya adalah keterbatasan pendanaan untuk proyek-proyek berkelanjutan, di mana dana hijau belum menjadi prioritas utama. Selain itu, regulasi yang ada sering kali kurang memberikan kepastian hukum, sehingga membuat investor dan pelaku industri merasa ragu.
Struktur kelembagaan yang tidak efisien dan kurangnya koordinasi antar instansi juga menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi hijau. Di sisi lain, tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keberlanjutan masih rendah, yang menghambat adopsi praktik ramah lingkungan secara luas. Tantangan lain adalah keterbatasan akses terhadap teknologi hijau yang inovatif, terutama di negara-negara berkembang.
Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, diperlukan pendekatan terpadu seperti peningkatan dana, penyederhanaan aturan, penguatan lembaga, edukasi masyarakat, serta investasi pada teknologi hijau.
Peran Masyarakat
Masyarakat memiliki kontribusi yang sangat penting dalam mewujudkan ekonomi hijau. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kesadaran melalui pendidikan dan kampanye terkait keberlanjutan lingkungan. Dengan memahami dampak dari aktivitas sehari-hari, masyarakat dapat memilih gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, perubahan dalam pola konsumsi, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mendaur ulang, dan mendukung produk-produk yang ramah lingkungan, dapat membantu mengurangi limbah dan polusi. Partisipasi aktif dalam program lokal, seperti penghijauan atau pengelolaan sampah, juga dapat mempercepat penerapan prinsip ekonomi hijau.
Dukungan terhadap kebijakan pemerintah yang mendukung keberlanjutan, seperti pajak karbon atau subsidi energi terbarukan, dapat membantu memperkuat implementasi kebijakan tersebut. Masyarakat juga dapat memberikan kontribusi melalui inovasi atau kewirausahaan di bidang ramah lingkungan, dengan menciptakan produk berkelanjutan atau membangun bisnis yang mendukung ekonomi hijau.
Masa Depan Berkelanjutan
Ekonomi hijau bukan sekadar konsep, tetapi fondasi utama bagi pembangunan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang berfokus pada efisiensi sumber daya, pengurangan emisi karbon, dan keberlanjutan lingkungan, ekonomi hijau menawarkan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian alam.
Jika diterapkan secara luas, ekonomi hijau akan membantu menciptakan sistem ekonomi yang lebih tangguh, inovatif, dan inklusif, serta memberikan dampak positif bagi generasi mendatang. Dengan ekonomi hijau, keberlanjutan masa depan yang gemilang akan surut berpantang. ***
Penulis asalah Ketua Forum Masyarakat Literasi Indonesia, dan Alumni Program Doktor Studi Pembangunan FISIP USU
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.