MEDAN (Waspada.id): Pengamat dan Penggiat Pendidikan Sumatera Utara, Dr.Hasan Basri MM menyoroti rencana Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menyampaikan pemerintah siap memberangkatkan sebanyak 500.000 lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bekerja ke luar negeri.
Menurut Menko pemberangkatan tersebut melalui program SMK Go Global yang diinisiasi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Untuk program tersebut, dia menyebut, pemerintah menyiapkan anggaran senilai Rp 2,6 triliun
Hasan Basri menjabarkan, rencana ini akan memberikan dampak buruk atau dampak negatif dari kebijakan membiayai dan mendorong lulusan SMK bekerja ke luar negeri dibanding mengembangkan industri dalam negeri.
Menurutnya dampak negatif akan terjadi ketergantungan pada pasar kerja luar negeri. Jika terlalu banyak lulusan SMK diarahkan ke luar negeri.
Pertama, Indonesia menjadi bergantung pada kebutuhan tenaga kerja negara lain, bukan kekuatan ekonominya sendiri.
Jika negara tujuan mengalami krisis, perang, atau perubahan kebijakan, pekerja Indonesia bisa langsung terdampak.
Kedua, “Brain Drain” atau hilangnya tenaga terampil. Di mana, lulusan berbakat yang semestinya dapat membuat industri lokal maju justru, pergi dan bekerja untuk negara lain membuat peningkatan kualitas tenaga ahli terhambat di dalam negeri.
Dengan begitu akan muncul efek. Yakni,efeknya, industri dalam negeri kesulitan berkembang karena tenaga terampil berkurang.
Ketiga, industri dalam negeri bisa stagnan.Karena banyak lulusan SMK “disalurkan” ke luar negeri sehingga insentif pemerintah untuk membangun industri berkurang.
Sektor swasta tidak terpacu untuk menciptakan lapangan kerja berkualitas, akhirnya Indonesia tetap bergantung pada industri negara lain.Ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Keempat,masalah sosial pada pekerja dan keluarga.
Pekerja muda (sering usia 18–22 tahun) yang bekerja di luar negeri menghadapi: kerentanan eksploitasi dan pelanggaran kontrak stres, karena budaya berbeda kekerasan atau pelecehan
anak dan keluarga di Indonesia yang harus ditinggalkan bertahun-tahun.
Dampaknya bisa berupa broken home, pendidikan anak terganggu, atau beban mental keluarga.
Kelima, potensi eksploitasi oleh agen atau perusahaan.Walaupun ada regulasi, masih ada:biaya penempatan ilegal,pemalsuan kontrak,gaji tidak sesuai, penahanan paspor,jam kerja berlebihan,percaloan di tingkat daerah.
“Ini memperkuat kesan bahwa kebijakan “mendorong bekerja ke luar negeri” membuka peluang mafia tenaga kerja,” sebut Hasan Basri.
Keenam, mengurangi martabat tenaga kerja Indonesia.Jika kebijakan terlalu agresif: Indonesia bisa dipandang sebagai negara pemasok buruh murah, bukan negara pembangun industri. Citra negara bisa menurun dalam hubungan internasional.
Ketujuh, tidak selaras dengan tujuan pendidikan SMK. Pada dasarnya SMK bertujuan: menyediakan tenaga terampil untuk industri dalam negeri.
Arah kebijakan penempatan ke luar negeri membuat: kompetensi SMK tidak optimal untuk membangun ekonomi domestik, lulusan SMK tidak berkontribusi pada sektor industri lokal.
Delapan, devisa besar tetapi tidak memperkuat industri lokal
Walaupun remitansi tinggi, uang tersebut: lebih banyak digunakan untuk konsumsi (bukan investasi industri)tidak menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia, tidak memperkuat teknologi atau manufaktur lokal.Sehingga secara ekonomi negara tetap tertinggal dalam sektor industri.
Sembilan, membiarkan masalah mendasar tetap ada.Daripada memperbaiki, kualitas SMK teknologi industri permesinan
riset pemerintah memilih “jalan cepat” dengan mengirim tenaga kerja ke luar negeri, sehingga masalah fundamental tidak terselesaikan.
“Maka dengan dilaksanakannya pengiriman lulusan SMK bekerja ke luar negeri Indonesia akan ketergantungan pada pasar luar negeri. Brain drain tenaga terampil. Industri lokal stagnan.
Risiko sosial bagi pekerja/keluarga.Potensi eksploitasi oleh agen.Menurunkan martabat bangsa.Tidak sesuai tujuan pendidikan SMK.Remitansi tidak membangun industri.Masalah dasar pendidikan dan industri tidak tersentuh,” pungkas Hasan Basri.(id18)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































