Bobby Nasution Belum Diperiksa, KPK Tersandera Kekuasaan Hukum Terancam

2 hours ago 2
Medan

18 November 202518 November 2025

Bobby Nasution Belum Diperiksa, KPK Tersandera Kekuasaan Hukum Terancam Anggota Komisi Yudisial periode 2015-2020, Farid Wajdi.Waspada.id/Ist

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

MEDAN (Waspada.id): Keterlambatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi (2014-2024) sekaligus Gubernur Sumatera Utara, menimbulkan pertanyaan serius mengenai independensi dan kredibilitas lembaga antirasuah.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi Yudisial periode 2015-2020, Farid Wajdi kepada Waspada.id di Medan, Selasa (18/11/2025).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Kata Farid, peristiwa ini semakin tajam ketika AKBP Rossa Purbo Bekti dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan menghambat proses penyidikan.

“Dalam bingkai penegakan hukum, publik berhak menuntut jawaban: mengapa figur sentral dalam kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara belum diperiksa, sementara seorang penyidik diduga menutup pintu penyidikan?,” ujarnya.

KPK menyatakan proses penyidikan masih berlangsung dan penyidik “masih mendalami informasi serta keterangan” dari berbagai pihak.

“Pernyataan ini terdengar sebagai tameng birokratis, karena indikasi keterlibatan Bobby dalam aliran anggaran melalui Pergub dan proyek jalan sudah jelas,” tandasnya.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan menyatakan ingin menghadirkan Bobby sebagai saksi dalam persidangan, dan pihak Bobby menyatakan kesediaannya untuk diperiksa.

Namun hingga kini KPK belum mengeluarkan surat panggilan resmi. “Ketidaktegasan ini menimbulkan kesan penyidik atau pimpinan satgas menunda proses untuk menghindari risiko politis,” ungkapnya.

Dalam konteks pemberantasan korupsi, lanjut Farid, penundaan semacam ini bukan hanya kelemahan prosedural; ia dapat ditafsirkan sebagai kegagalan moral dan etika institusi.

Laporan ke Dewas KPK terhadap AKBP Rossa Purbo Bekti semakin memperkuat dugaan adanya hambatan internal. Laporan resmi dari Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) menuduh Rossa menghalangi pemanggilan Bobby. “

tuduhan ini benar, dampaknya bisa sangat serius: penyidik senior diduga menggunakan posisinya untuk melindungi figur berpengaruh, sementara institusi yang seharusnya menjadi benteng integritas menghadapi konflik kepentingan internal,” cetusnya.

Publik mulai mempertanyakan apakah KPK mampu menjalankan prinsip “tidak pandang bulu” saat menyangkut pejabat tinggi dan figur dekat kekuasaan.

Selain itu, ujar Farid, latar belakang politik Bobby membuka ruang spekulasi intervensi. Saat seorang tokoh dekat kekuasaan memiliki kasus korupsi dengan indikasi jelas, tekanan politik dan negosiasi kekuasaan menjadi ancaman nyata bagi independensi penyidikan.

“Jika perlindungan terselubung terjadi, KPK menghadapi risiko kehilangan kepercayaan publik secara permanen. Persepsi bahwa hukum bisa ditunda atau dihambat untuk figur tertentu melemahkan legitimasi seluruh lembaga,” jelasnya.

KPK berhak menunda pemanggilan jika bukti belum cukup atau keterkaitan kasus masih dalam verifikasi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci.

Publik juga berhak mengetahui perkembangan penyidikan, termasuk langkah-langkah yang diambil terhadap saksi kunci. Dewas KPK memiliki peran kritis: memastikan tuduhan penghambatan internal ditangani secara terbuka dan adil.

“Tanpa kontrol eksternal, penyidik yang melanggar kode etik tetap aman, sementara lembaga kehilangan otoritas moral,” sebutnya.

Kasus ini menandai ujian besar bagi KPK. Lembaga menghadapi pilihan: menegakkan prinsip hukum tanpa kompromi, atau membiarkan bayangan kekuasaan politik meredupkan citra institusi.

Publik menuntut agar pemanggilan Bobby Nasution segera dilaksanakan, investigasi internal transparan, dan semua potensi konflik kepentingan dibuka.

Hanya melalui langkah-langkah tegas ini, KPK dapat menegaskan posisi sebagai institusi independen dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Farid pun menyebut keterlambatan ini bukan sekadar soal prosedur. Ia menyoroti dilema serius: antara sumpah anti-korupsi dan kenyataan politik.

“KPK harus menunjukkan hukum tidak berhenti di lorong-lorong bisu kekuasaan, prinsip keadilan tetap di atas segala kepentingan politik, dan tidak ada yang kebal dari hukum. Keputusan menindak tegas, transparan, dan objektif akan menjadi penentu apakah lembaga ini masih dapat disebut benteng integritas di Indonesia,” tegas Farid.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |