Jakarta, CNBC Indonesia - Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) mencatat hingga Oktober 2025, sebanyak 126.160 pekerja yang menjadi anggotanya telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Presiden KSPN Ristadi menjelaskan bahwa sepanjang 2024, KSPN telah menerima laporan sebanyak 79.045 pekerja anggota yang terkena PHK. Beberapa kasus PHK tersebut diketahui telah terjadi secara bertahap sejak akhir 2022, namun baru dilaporkan ke KSPN pada 2024.
Sementara itu, pada periode Januari hingga Oktober 2025 KSPN menerima laporan tambahan sebanyak 47.115 pekerja yang mengalami PHK. Beberapa kasus PHK terjadi secara bertahap sejak 2023 dan baru dilaporkan pada 2025.
"Jadi total laporan PHK anggota KSPN sampai Oktober 2025 sebanyak 126.160 pekerja berasal dari 59 Perusahaan TPT dan 13 perusahaan non-TPT," kata Ristadi dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).
Adapun dari jumlah tersebut, 99.666 pekerja atau sekitar 79% berasal dari sektor padat karya, yakni tekstil, garmen, dan sepatu. Sisanya berasal dari sektor lain seperti retail, Perkebunan/Kehutanan, aneka mainan, otomotif, pertambangan, hotel, mebeler, ban motor, varian kertas.
"Dari 59 perusahaan TPT itu ada 3 perusahaan full export oriented, sisanya ada yang lokal campur ekspor dan ada yang full local oriented. Sementara perusahaan ban motor dan varian kertas full local market," tambahnya.
Ia pun memerinci penyebaran terjadinya kasus PHK terhadap anggota KSPN paling banyak terjadi di wilayah Jawa Tengah sebanyak 47.940 pekerja (38%), Jabar 39.109 pekerja (31%), Banten 21.447 pekerja (17%), Sulawesi Tenggara 7.569 pekerja (6%) dan 10.095 pekerja (8%) terbagi di Jakarta, Nusa Tenggara Barat dll.
Setidaknya, terdapat beberapa penyebab utama terjadinya PHK berdasarkan hasil konfirmasi dengan pihak masing-masing perusahaan, yakni berkurang hingga terhentinya pesanan sehingga manajemen melakukan efisiensi, kualitas dan kuantitas produksi menurun karena faktor teknologi mesin produksi belum diperbarui, hingga gagal bayar utang dan diputus pailit oleh pengadilan.
Perusahaan yang mempunyai merek dagang sendiri, hasil produksinya tidak terjual, terindikasi kuat kalah bersaing dengan produk impor di pasar domestik. Selain itu, ada juga alasan relokasi.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Presiden Buruh Wanti-Wanti Satgas PHK "Ancam" Kemnaker, Usul Begini

2 hours ago
1

















































