
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
MEDAN (Waspada): Sorotan tajam disampaikan oleh sejumlah pengamat terhadap keberadaan dan peran aktif para mantan tim sukses Gubernur Sumatera Utara pasca-pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Mereka mengkritisi keterlibatan yang dianggap tidak semestinya dalam urusan pemerintahan, khususnya dalam lingkup protokoler dan komunikasi kepala daerah.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Elfanda Ananda seorang pemerhati kebijakan publik, menegaskan bahwa tidak ada pihak yang dibenarkan secara hukum dan etika pemerintahan untuk mengatur kegiatan gubernur di luar mekanisme protokoler resmi yang telah ditetapkan dalam struktur Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).
“Kalau misalnya urusan tim sukses dan semacamnya, itu selesai setelah proses Pilkada. Kalau setelah Pilkada mereka masih melibatkan diri dalam kegiatan pemerintahan, apalagi sampai mengatur jadwal kepala daerah, jelas itu tidak dibenarkan,” tegas Elfanda dalam pernyataannya, Jumat malam (9/5).
Ia menambahkan, gubernur seharusnya bisa membedakan secara tegas antara urusan administratif pemerintahan dan loyalitas kepada tim pemenangan yang bersifat personal. “Kalaupun masih ada tim sukses berkeliaran di lingkungan kinerja gubernur tentunya ada yang perlu dipertanyakan, maka pertanyaan itu seharusnya ditujukan kepada gubernur. Mengapa mencampuradukkan urusan protokoler dengan kepentingan tim sukses? Ini harus menjadi perhatian,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Elfanda menyoroti potensi gangguan yang bisa ditimbulkan oleh keberadaan tim sukses di sekitar gubernur, khususnya dalam hal komunikasi dengan media. “Kalau sampai menghardik, menandai, bahkan mengintimidasi media, itu sangat merugikan. Peran media adalah mempublikasikan kegiatan gubernur, bukan untuk dihambat atau ditekan,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Elfanda, jugs menilai bahwa sulit untuk sepenuhnya memisahkan kedekatan emosional antara kepala daerah dan tim suksesnya. “Memang sulit disingkirkan karena merasa berjasa. Namun gubernur harus punya sikap tegas. Tim sukses tidak boleh mencampuri urusan protokoler dan pemerintahan. Mereka harus tahu diri, mana yang boleh dan mana yang tidak,” kata Elfanda.
Menurutnya, jika pun tetap ingin terlibat, peran tim sukses seharusnya dibatasi pada urusan pribadi dan tidak menyentuh wilayah administratif.
“Kalau mau membantu secara pribadi, silakan. Tapi jangan sampai masuk ke ranah pemerintahan. Karena begitu menyangkut protokoler, itu sudah menyangkut tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik,” tegasnya.
Ia bahkan menegaskan bahwa sistem protokoler di lingkungan Pemprov Sumut sudah memiliki mekanisme baku dan tidak bisa diintervensi oleh pihak yang tidak berwenang. Oleh karena itu, keterlibatan mantan tim sukses dalam hal-hal strategis pemerintahan, terutama dalam penjadwalan kegiatan dan ikut serta dalam hal kinerja dilangsungkan gubernur, harus segera dihentikan untuk menjaga netralitas birokrasi.
Ia bahkan menyarankan agar gubernur segera menertibkan lingkungan kerjanya. “Sebaiknya para tim sukses yang kini masih berkeliaran di lingkungan gubernur, harus disingkirkan dari urusan pemerintahan. Jika tidak, hal ini akan menciptakan iklim yang tidak sehat di internal Pemprovsu,” tutupnya.
Isu ini menandai pentingnya pembenahan dalam hubungan antara kepala daerah dan tim pemenangan pasca-Pilkada, agar pemerintahan bisa berjalan profesional, netral, dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.(cbud)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.