MS Ka’ban: Di Medsos Usir Aja Opung

7 hours ago 2

JAKARTA (Waspada): Cakap atau pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DWN), Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) untuk kesekian kalinya menjadi kontroversial menuai kritik keras dari masyarakat dan para tokoh karena dinilai sangat menyinggung rakyat Indonesia, bahkan seolah-olah LBP beserta keluarga dan kroninya yang paling bagus dan layak tinggal di Negeri Nusantara ini.

Teranyar, LBP bersuara keras menilai wacana Forum Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menggulirkan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, menyebut kampungan dan tidak taat konstitusi bahkan meminta jangan tinggal di Indonesia

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Iya harus taat (akui Gibran wakil presiden). Kalau kamu tidak taat konstitusi, jangan tinggal di Indonesia,” kata dia di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (6/5).

Sebelumnya, LBP lantang menyebut kampungan bagi orang yang ribut-ribut memakzulkan putra sulung mantan Presiden Joko Widodo.

“Ah itu apa sih. Kita itu harus kompak, gitu aja sekarang. Ini keadaan dunia begini, ribut-ribut begitu kan kampungan itu. Kita harus fokus gimana mendukung pemerintahan dengan baik,” kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (5/5).

Cakap keras LBP meminta agar orang yang mewacanakan pemakzulan abang ipar Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution tersebut jangan tinggal di Indonesia, disahuti Ketua Presidium Majelis Permusyawaratan Pribumi Indonesia (MPPI), MS Ka’ban, dengan kritik pedas pada LBP sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak menghargai kebebasan berpendapat.

“Opung LBP kurang baca UUD 45, kampungan kali ahh. Masak menggagas makzulkan Gibran saja suruh usir orang dari Indonesia,” tulis MS Ka’ban melalui akun X pribadinya, Kamis (8/5). Sebelumnya Waspada.id telah meminta izin untuk mengutip pernyataannya.

MS Ka’ban menilai pernyataan Luhut tersebut tidak mencerminkan sikap seorang pejabat publik yang seharusnya menghormati perbedaan pendapat. Ia juga menyinggung masalah pekerja asal Republik Rakyat China (RRC) ilegal yang menurutnya lebih mendesak untuk ditangani.

“Pung jangan marah ya kalau di medsos ada yang bilang usir aja Opung dari Indonesia karena Opung kampungan. Hormati saja kebebasan berpendapat. Usir pekerja RRC ilegal,” tambah mantan Menteri Kehutanan ini.

Pernyataan putra Karo ini menambah panjang daftar kritik terhadap LBP terkait wacana pemakzulan Gibran.

Sebelumnya, ratusan purnawirawan jenderal TNI menyampaikan delapan tuntutan sebagai respons terhadap berbagai kondisi yang tengah dihadapi bangsa.

Pernyataan tersebut tertuang dalam sebuah dokumen yang ditandatangani oleh para tokoh militer senior.

Nama-nama seperti Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, serta Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan tercantum dalam dokumen tersebut.

Sementara itu, tanda tangan Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno turut tercantum dalam kolom “Mengetahui”. Lembar tuntutan tersebut bertanggal Februari 2025.

Seperti telah diberitakan di media ada delapan tuntutan yang diusulkan oleh Forum Purnawirawan TNI.

Tuntutan pertama, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.

Selanjutnya, Forum Purnawirawan mendukung program kerja Kabinet Merah Putih atau Asta Cita, kecuali pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Mereka juga menyerukan penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai bermasalah.

Isu tenaga kerja asing juga tak luput dari perhatian mereka.

Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya.

Forum juga menekankan pentingnya pengelolaan sektor pertambangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan, terutama yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945.

Mereka juga mendesak agar menteri yang tersangkut kasus korupsi segera diganti.

Perlu mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terkait dengan kepentingan mantan presiden RI ke-7 (Joko Widodo).

Poin ke tujuh dan kedelapan juga menyasar institusi negara.

Pertama, mereka meminta Polri dikembalikan ke fungsi utamanya sebagai penjaga ketertiban masyarakat di bawah Kementerian Dalam Negeri.

Selanjutnya, mereka mengusulkan agar MPR mengganti wakil presiden Gibran Rakabuming Raka karena putusan Mahkamah Konstitusi terkait pasal 169 huruf q UU Pemilu dinilai melanggar hukum.

Tuntutan ini mendapat dukungan dari ratusan purnawirawan, termasuk 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. (j01)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |