MK Putuskan Nasib soal Pemilu, Ini Kata Pengamat Hukum Tata Negara

21 hours ago 2

JAKARTA (Waspada): Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyayangkan putusan 135/PUU-XXI/2024 terkait pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah atau Lokal mulai 2029 karena menafsirkan konstitusi, yang bukan wewenang Mahkamah Konstitusi (MK)

“Harusnya MPR yang berwenang menafsirkan pasal-pasal UUD NRI 1945 itu. Bukan MK. Kalau MK ikut menafsirkan konstitusi, itu sama dengan merampas kewenangan MPR, DPR dan DPD RI,” ujarnya,” dalam Dialektika Demokrasi dengan tema “Bagaimana Nasib DPRD setelah Putusan MK Pisahkan Jadwal Pemilu?
Di Jakarta Kamis (10/7).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Margarito mengingatkan, MK itu wewenangnya hanya menguji norma, tidak bisa bikin norma, kerjanya hanya menguji, menyatakan ini konstitusional atau tidak konstitusional.

“Kalau putuaan MK itu dilaksanakan oleh DPR dan pemerintah, maka keputusan MK terkait pencawapresan Gibran Rakabuming di 2024 juga bisa digugat rakyat,” jelasnya.

Menurut Margarito, putusan MK ‘final dan mengikat’ itu kalau DPR tidak merespon putusan MK, maka otomatis putusan MK itu dipatuhi.

Sebaliknya, kalau DPR sebagai pembuat undang-undang merespon putusan MK dan membuat aturan baru, maka putusan MK itu tidak final dan tidak pula mengikat.

“Jika DPR tidak merespons putusan MK ini, dalam arti mengubah misalnya, maka putusan MK itu sejak diputuskan, menyandang status dan sifat hukumnya sebagai hukum, karena menyandang status sebagai sifat hukum, maka putusan itu sah menjadi dasar kepemiluan,” tegas Margarito.

Dis mengatakan, yang dimaksud final itu adalah sudah tidak ada banding, tidak ada kasasi.

“Bukan berarti tidak bisa diubah oleh pembentuk undang-undang, jadi bisa diubah. Apalagi ini norma yang nyata-nyata diciptakan MK dengan cara melampaui wewenangnya,” ungkap Margarito Kamis.

Bertentang Prinsip Demokrasi

Dalam hubungan itu. Ketua Komisi II DPR DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda dalam forum itu menyatakan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2025 yang menetapkan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029, berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam konstitusi.

Rifqi menyebut putusan MK Nomor 135/PUU-XXI/2025 sebagai bentuk ‘turbulensi konstitusi’.

“Kenapa turbulensi konstitusi itu terjadi? Karena dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang pertimbangan hukum dan amar putusannya berpotensi mengangkangi sejumlah prinsip dan norma dalam konstitusi itu sendiri,” ujar Rifqi.

Dia menguraikan empat poin penting dan menggarisbawahi dua masalah utama terkait Pasal 22E Ayat 1 dan 2 UUD 1945 dibandingkan dengan amar Putusan MK Nomor 135/PUU/2024.

“Setidaknya ada empat hal yang saya sampaikan. Yang pertama, Pasal 22 E ayat 1 menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun. Pasal 22 E Ayat 2 pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih presiden, wakil presiden anggota DPR RI, anggota DPD RI dan anggota DPRD,” kata Rifqi.

Legislator dapil Kaltim ini menuturkan, ada dua problem dalam konteks Pasal 22 E Ayat 1 dan 2 versus amar putusan Nomor 135 PUU 2024.

Pertama, amar putusan itu dinilai telah menghadirkan dua model pemilu nasional dan lokal, di mana jedanya bisa 2 sampai 2,5 tahun.

“Kalau 2029 kita laksanakan pemilu nasional, lalu 2031 kita laksanakan pemilihan lokal yang isinya adalah pemilihan gubernur, bupati, walikota dan pemilihan anggota DPRD, provinsi, kabupaten/kota, maka mau tidak mau, pelaksanaan pemilu kita tidak lima tahun lagi,” kata Rifqy.

Menurut Rifqi, hal ini bukan sekadar persoalan teknis kepemiluan, tetapi menyangkut prinsip tata negara.

“KPU nggak usah ngomong dulu, karena KPU itu melaksanakan apa yang sudah kita putuskan, bentuknya ya mereka itu kerja, dan saya larang memang KPU untuk kemudian komen macam-macam,” kata Rifqy.

Lebih jauh, Rifqi menhingatkan, pentingnya kehati-hatian agar tidak terjadi kekacauan dalam penafsiran norma konstitusi.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |