Jakarta, CNBC Indonesia - Industri perhotelan di daerah tengah menghadapi tekanan berat di tengah pelemahan okupansi dan kebijakan fiskal yang makin ketat. Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengungkapkan kondisi sektor perhotelan tidak menggembirakan, terutama di luar pusat-pusat pariwisata utama seperti Bali dan Jakarta.
Yusran menyebut, secara year-on-year hingga Agustus 2025, tingkat okupansi hotel nasional mengalami penurunan yang cukup dalam.
"Kalau kita lihat di tahun ini saja, sebenarnya kalau secara year-on-year, itu minus 5,2 persenan. Itu data okupansi sampai bulan Agustus saja dibanding dengan year-on-year tahun 2024. Berarti kan sudah masuk ke kuartal 3 akhir dimana biasanya kuartal 3 dan kuartal 4 itu adalah okupansi tertinggi yang kita raih setiap tahun karena pemerintah mulai melakukan kegiatannya, trafiknya banyak. Tapi tahun ini kan tidak, jadi sudah minus," ujar Yusran kepada CNBC Indonesia, Kamis (23/10/2025).
Penurunan tersebut membuat pelaku usaha hotel pesimistis menatap sisa tahun ini. Biasanya, kuartal ketiga dan keempat menjadi momentum lonjakan okupansi seiring intensifikasi aktivitas belanja pemerintah. Namun, situasi 2025 justru menunjukkan anomali.
Foto: Ilustrasi Kamar Hotel. (Pixabay)
Ilustrasi Kamar Hotel. (Pixabay)
"Jadi memang total di kuartal 4 ini kita pesimis kalau bisa tumbuh. Karena angkanya cukup besar ya, 5% minusnya ya dari pertumbuhan itu." Sebut Maulana.
Pemerintah memang telah menggulirkan sejumlah insentif untuk mendorong mobilitas wisatawan domestik diantaranya adalah diskon tiket pesawat. Meski begitu, Yusran menilai implementasinya harus tepat sasaran.
"Jadi langkah pemerintah memberikan insentif kalau ada traveler untuk bisa bergerak itu lumayan menjadi angin segar untuk membantu. Tapi sekali lagi, harus jelas daerah mana dan berapa penurunannya. Itu yang paling penting," ujar Maulana.
Menurut Yusran, kesenjangan kinerja hotel di pusat dan daerah kini semakin mencolok. Ia menyebut, wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan justru menjadi titik tekanan terbesar, sementara Bali dan Jakarta masih bisa bertahan karena terdorong oleh arus kunjungan wisatawan mancanegara.
"Karena sekarang kondisi yang paling parah itu di tiap daerah itu, di setiap provinsi itu justru yang berat itu daerah-daerah yang bisa dikatakan daerah yang Sumatera, Kalimantan. Justru daerah-daerah seperti Bali, Jakarta itu masih aman lah karena Bali selalu jadi fokus kan. Apalagi pemerintah mengatakan kunjungan Wisman meningkat. Yang bisa merasakan kunjungan Wisman itu kan Bali, Jakarta sedangkan daerah lain tidak. Kita bicara Indonesia ya," katanya.
Yang membuat situasi makin pelik, kata Yusran, adalah proyeksi anggaran pemerintah ke depan yang cenderung menurun. Pemangkasan belanja dan penurunan transfer ke daerah dinilai akan memperdalam krisis di sektor pariwisata regional.
"Nah bagaimana dengan nasib daerah sementara anggaran pemerintahnya diefisienkan, tahun depan ditambah dengan transfer daerahnya turun. Nah ini kan akan menjadi suasana yang gelap bagi daerah yang saat ini," sebutnya.
(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Bisnis Hotel-Resto Berdarah-Darah, Lebih dari 95% Tingkat Hunian Drop