MEDAN (Waspada.id): Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Riau dan Sumatera Utara (Sumut) seperti dua panggung besar yang menampilkan wajah berbeda dari lembaga antikorupsi.
Riau menggambarkan penyidik yang menelusuri birokrasi sampai ke akar, sementara Sumut memperlihatkan tindakan cepat di lapangan yang kemudian meredup sebelum mencapai inti kekuasaan.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Hal itu ditegaskan mantan Anggota Komisi Yudisial, Farid Wajdi dalam perbincangan dengan Waspada.id di Medan, Sabtu (15/11/2025).
“Dua OTT, dua wajah KPK. Keberanian Riau dan kebuntuan Sumut,” tandasnya.
Farid mengungkapkan, perbedaan inilah yang menimbulkan pertanyaan keras mengenai konsistensi, keberanian, serta orientasi KPK dalam membongkar korupsi di daerah.
Riau menyodorkan gambaran investigasi yang lebih terstruktur. Penggeledahan di kantor BPKAD, Dinas Pendidikan, hingga sejumlah ruangan pengelola anggaran memperlihatkan strategi yang menyasar pusat produksi keputusan.
Dokumen pergeseran anggaran disita, tumpukan file dibawa keluar, dan ruang pemerintahan digembok sementara untuk memastikan jejak korupsi tidak menguap.
Penyidik tampak memahami ritme anggaran sebagai arena utama praktik gelap. Di sini, kata Farid, KPK bergerak seperti mesin yang paham medan: masuk lewat pintu administratif, bukan sekadar menangkap pelaku yang berada di ujung rantai.
Sumatera Utara menampilkan irama yang berbeda. OTT digelar di lapangan, sejumlah pihak disergap, uang tunai ikut diamankan, lalu proses berlanjut dengan penetapan tersangka terhadap beberapa pejabat teknis.
“Aksi dramatis itu meninggalkan kesan kuat, tetapi penyidikan berikutnya tidak menunjukkan kedalaman yang sama. Figur strategis di lingkar kekuasaan lokal belum tersentuh, meski proyek jalan yang menjadi objek perkara jelas bukan kejahatan yang lahir dari inisiatif para pelaksana semata,” ujarnya.
Farid pun menegaskan sistem proyek yang berlapis tidak mungkin bergerak tanpa koordinasi dari aktor struktural.
“Namun penyidikan seperti berhenti di batas tertentu, seakan keberanian runtuh sebelum mencapai ruang paling sensitif,” ujarnya.
Perbandingan Riau dan Sumut mengungkap dua wajah KPK dalam satu waktu. Riau memperlihatkan penyidik yang menembus ruang kebijakan.
Sumut menunjukkan betapa sulitnya menembus jaringan patronase lokal yang lebih mapan. Ketika penyidikan masuk ke ranah anggaran, potensi menyentuh pejabat politik menjadi lebih besar. Ketika penyidikan berhenti di lapangan, risiko politik menjadi lebih kecil.
“Perbedaan ini memunculkan pertanyaan publik mengenai ketimpangan dalam prioritas dan kedalaman investigasi,” kata Farid.
Tekanan politik dan atmosfer kekuasaan lokal memiliki peran besar dalam membentuk ritme penyidikan.
Riau mungkin memberikan kesempatan lebih luas untuk bergerak karena struktur kuasa di sana tidak setertebal Sumut.
Sementara Sumut menyimpan histori panjang soal kedekatan elit, patronase, dan pola investasi politik yang sulit ditembus.
Dalam situasi seperti itu, penyidik kerap berjalan di lorong yang penuh batas tak kasat mata. Setiap langkah memiliki konsekuensi, setiap penggeledahan mengandung risiko.
“Hasilnya terlihat jelas. Riau mencerminkan investigasi yang berpotensi naik level. Sumut justru memotret penyidikan yang terdengar keras pada awal, lalu perlahan kehilangan tekanan ketika memasuki ruang strategis,” ungkapnya.
Perbedaan ini, kata Farid, menggerus kepercayaan publik. Masyarakat menilai KPK bergerak cepat saat menangkap pelaksana, tetapi melambat ketika harus menembus struktur pengendali.
“Kecurigaan pun tumbuh. Operasi terasa tuntas di permukaan, tetapi belum menyentuh lapisan terdalam korupsi,” debutnya.
OTT di Riau dan Sumut menjadi dua cermin yang memantulkan kegamangan lembaga antikorupsi. Riau menegaskan kapasitas teknis. Sumut menonjolkan batas keberanian.
Selama operasi berhenti pada pelaku yang berada di ujung, cerita besar korupsi di tingkat pengendali tetap aman.
“Akhirnya publik, yang sudah terlalu lama menyaksikan drama penegakan hukum setengah matang, semakin paham pola itu bukan kecelakaan, tetapi gejala dari sistem yang kehilangan taring di titik paling menentukan,” tutup Farid mengakhiri perbincangan.
Aksi ICW Dan Tanggapan KPK
Sebelumnya, ICW (Indonesia Corruption Watch) menggelar aksi keprihatinan di depan gedung KPK di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
ICW menyebut KPK tidak berani memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam kasus korupsi jalan yang melibatkan orang dekatnya, Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang telah menjadi tersangka.
Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah menyebut Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Medan telah memerintahkan jaksa untuk memeriksa Bobby. ICW menilai perintah hakim itu sudah cukup menjadi landasan hukum bagi KPK untuk memeriksa Bobby.
“KPK kan lembaga penegak hukum. Kalau dia taat hukum, harusnya dijalani perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Dan itu perintah hakim untuk memeriksa Bobby, tapi sampai sekarang tidak diperiksa,” herannya.
Dalam aksinya, ICW membawa sejumlah poster yang meminta agar KPK memeriksa Bobby. Ada pula aksi teatrikal wayang yang ditampilkan dalam aksi tersebut.
Lebih lanjut, Zararah menjelaskan sudah mendengar ada usulan kepada ketua satgas di KPK yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby. Namun pemanggilan itu tak kunjung dilakukan.
“Penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tapi ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” tuturnya.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada Waspada.id menyebut yang belum dipanggil untuk dimintai keterangan dalam kasus korupsi jalan di Sumut, berpeluang dipanggil di persidangan.
Juga terkait dengan saksi-saksi yang belum dimintai keterangan, seperti Rektor USU Muryanto Amin (MA) dan sepupu Bobby Nasution, Dedy Iskandar Rangkuti (DIR) berpeluang dipanggil di persidangan.
Budi menyebut JPU KPK nantinya akan melihat perkembangan dipersidangan. ‘’Nanti kita akan lihat dipersidangan seperti apa. Apakah dari hakim membutuhkan keterangan dari yang bersangkutan dalam proses pembuktian ini,’’ cetusnya.(id96)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































