
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
JAKARTA (Waspada.id): Dewan Perwakilan Daerah DPD RI menekankan pentingnya perhitungan yang tepat sasaran oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penerapan kuota Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Hal ini disampaikan anggota Komite III DPD RI Agita Nurfianti dalam rapat dengar pendapat umum dalam rangka inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Selasa (26/8), di Jakarta.
Agita menyampaikan pandangan terkait sistem kuota penerimaan murid baru, meliputi jalur domisili, afirmasi, maupun prestasi.
Menurutnya, kebutuhan tiap daerah tidak bisa disamaratakan, sehingga diharapkan Pemda dapat menghitungnya secara tepat sasaran.
“Misalnya di Jawa Barat, masih banyak kecamatan yang belum memiliki SMP dan SMA Negeri. Sehingga, anak-anak dari daerah tersebut kesulitan diterima di sekolah negeri karena kuota domisili terbatas. Memang sudah seharusnya daerah dapat menghitung kuota secara tepat sasaran, agar peluang anak-anak di wilayah yang kekurangan sekolah negeri tetap terbuka,” ungkapnya.
Desentralisasi kuota penerimaan, tambahnya memang menjadi solusi bagi pemerataan akses pendidikan. Dengan begitu, kebijakan bisa menyesuaikan kondisi nyata, terutama di wilayah dengan keterbatasan sekolah negeri.
Pemerhati Pendidikan dan Anak yang juga Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti dalam rapar tersebut menyampaikan penjelasannya terkait dengan kuota pendidikan.
Di peraturan kementerian hanya mengatur hal yang sifatnya umum. Menjadi patokannya ada minimum.
Misalnya kalau dibilanginnya lima tapi di daerah maunya 10, boleh. Kalau 50 tapi Pemda maunya 70, boleh.
” Yang nggak boleh dikurangi. Jadi nambah boleh, mengurangi yang tidak diizinkan oleh aturan ini.Jadi sepanjang itu memenuhi minimalnya atau sesuai ketentuan nggak apa-apa. Tapi kalau daerah ternyata mampu boleh,” ujarnya.
Retno juga menyoroti pentingnya pemetaan wilayah tanpa sekolah negeri, pengalihan gedung SDN yang kosong untuk dijadikan SMP, serta pelibatan sekolah swasta melalui program penerimaan bersama seperti yang sudah diterapkan di DKI Jakarta.
“Saya mendorong Pemerintah Daerah melakukan pemetaan wilayah kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri di jenjang SMP, SMA dan SMK, lalu berkoordinasi dengan
Kemendikbudristek yang menyiapkan anggaran untuk membangunkan Gedung sekolah baru, yang lahannya harus disiapkan oleh Pemerintah Daerah. Tentu saja luas lahan harus berdasarkan standar sarana dan prasaran yang sudah diatur dalam Permendikbud . Saya mendorong Pemerintah Daerah melakukan regrouping atau merger dengan SDN terdekat yang kekurangan murid atau tidak mendapatkan murid saat PPDB,” ujarnya.
Sementara Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jejen Musfah menekankan perlunya penguatan jalur afirmasi agar siswa dari keluarga kurang mampu tidak tersisih, serta perbaikan tata kelola SPMB untuk mencegah manipulasi data, praktik jual beli kursi, hingga ketimpangan kualitas antar sekolah.
Pengawasan DPD RI akan terus diarahkan untuk memastikan setiap anak di Indonesia memiliki akses pendidikan yang adil dan merata.
“Pendidikan adalah hak dasar setiap anak bangsa. Tidak boleh ada anak yang gagal sekolah hanya karena masalah kuota atau karena ia lahir di daerah yang belum memiliki sekolah negeri,” pungkasnya, Agita Nurfianti. (id.10)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.