Balas Dendam Terbaik Adalah Tidak Menjadi Seperti Musuhmu

10 hours ago 4
Opini

Balas Dendam Terbaik Adalah Tidak Menjadi Seperti Musuhmu

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

Oleh Dr. Bukhari, M.H., CM

Di tengah era digital yang penuh emosi meledak-ledak, kita sering melihat orang-orang membalas luka dengan luka, membalas hinaan dengan cacian, bahkan membalas pengkhianatan dengan tindakan yang lebih kejam. Seolah-olah kita merasa lega setelah “membalas”. Padahal, kebanyakan dari kita hanya sedang meniru kejahatan yang sama, dan menjelma menjadi sosok yang dulu kita benci.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Padahal, balas dendam terbaik adalah tidak menjadi seperti musuhmu. Sebab pada saat kita menahan diri untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, kita sedang menempatkan diri di sisi yang lebih tinggi secara moral, spiritual, dan sosial. Kita menang bukan karena kita membalas, tapi karena kita tidak ikut jatuh dalam lubang yang sama.

Nilai ini sangat dalam. Ia mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukanlah kemampuan membalas, melainkan kemampuan mengendalikan diri. Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW adalah contoh paling nyata: dihina, dilempari batu, bahkan difitnah tapi beliau membalas semuanya dengan pemaafan dan kasih sayang. Mengapa? Karena beliau tahu, kebaikan tidak boleh dikalahkan oleh kebencian.

Dalam psikologi modern pun, pembalasan tidak pernah membuat kita benar-benar merasa damai. Yang terjadi justru sebaliknya: dendam membuat luka semakin dalam. Tapi ketika kita memilih untuk tidak membalas, kita sedang memutus rantai kebencian. Kita memberi ruang bagi perbaikan dan pertumbuhan, bukan permusuhan yang abadi.

Dan mari kita jujur: dunia ini tidak kekurangan orang yang dendam, tapi sangat kekurangan orang yang mampu memaafkan. Maka, menjadi pribadi yang tidak seperti musuhmu adalah sikap revolusioner. Dalam masyarakat yang gampang marah dan mudah tersulut, menjadi orang yang tenang dan memaafkan adalah bentuk perlawanan paling elegan.

Namun lebih dari itu, kita diajak untuk tidak sekadar memaafkan, tapi juga terus berbuat baik di jalan yang diridhai Allah SWT. Karena kebaikan yang tidak disandarkan pada nilai-nilai ilahi akan mudah goyah oleh pujian atau kekecewaan. Maka ketika kita memilih untuk tidak membalas, hendaknya bukan karena takut, tapi karena sadar bahwa Allah Maha Adil, dan sebaik-baiknya balasan akan datang dari-Nya.

Berbuat baiklah, meskipun orang lain membalasnya dengan buruk. Karena jika Allah yang menentukan balasannya, maka semuanya akan kembali indah pada waktunya. Itulah kenikmatan iman: sabar bukan berarti lemah, tapi percaya bahwa takdir Allah lebih sempurna daripada dendam manusia.

Akhirnya, kita harus sadar: ketika kita membalas keburukan dengan keburukan, kita kehilangan identitas. Tapi saat kita membalas keburukan dengan sikap baik dan berkelas, kita sedang memperjuangkan jati diri sejati sebagai manusia yang Merdeka, merdeka dari amarah, dendam, dan keburukan yang diwariskan oleh musuh.

Karena pada akhirnya, balas dendam yang paling menyakitkan bukanlah membuat mereka menderita, tapi menunjukkan bahwa kita tidak seperti mereka, dan kita lebih memilih untuk berjalan di jalan yang Allah ridai.

Penulis adalah Advokat sekaligus Mediator Pusat Mediasi Nasional (PMN)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |