Walhi Desak Polres Aceh Selatan Usut Dan Tangkap Aktor Penyebab Karhutla

7 hours ago 3
Aceh

31 Oktober 202531 Oktober 2025

Walhi Desak Polres Aceh Selatan Usut Dan Tangkap Aktor Penyebab Karhutla Walhi Aceh desak Polres Aceh Selatan mengusut dan menangkap aktor dibalik kejadian Karhutla di beberapa kecamatan di Aceh Selatan beberapa waktu lalu. (Waspada.id/Hendrik)

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

TAPAKTUAN (Waspada.id) : Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Afifuddin, mendesak Polres Aceh Selatan mengusut tuntas dan mengungkap para aktor di balik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Kabupaten Aceh Selatan beberapa waktu lalu.

Dia menduga kebakaran yang melanda sejumlah kawasan di Aceh Selatan bukan semata-mata ulah individu, melainkan bagian dari pola sistematis yang melibatkan korporasi atau pihak-pihak bermodal besar, yang memiliki kepentingan ekonomi terhadap lahan pascakebakaran.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Kebakaran hutan ini tidak bisa hanya dilihat sebagai perbuatan perorangan. Bisa jadi ada kepentingan ekonomi yang lebih besar di baliknya. Masyarakat hanya dijadikan tameng, sementara pelaku sebenarnya mungkin adalah bagian dari jaringan pencucian uang yang memanfaatkan situasi ini,” kata Afifuddin kepada Waspada.id di Tapaktuan Jumat, (31/10).

Afifuddin menegaskan, aparat penegak hukum tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan. Ia meminta kepolisian menelusuri sumber pendanaan, motif ekonomi, dan jejaring kekuasaan di balik kebakaran hutan dan lahan di Aceh Selatan pada Juli 2025 lalu.

“Polisi jangan hanya fokus pada pelaku di lapangan. Harus diselidiki siapa pemodal, siapa yang diuntungkan, dan dari mana sumber keuangannya. Bukan tidak mungkin ada praktik pencucian uang di balik kasus kebakaran hutan dan lahan,” tegasnya.

Menurut WALHI, kebakaran di beberapa kecamatan seperti Trumon dan Bakongan tidak hanya menimbulkan kerusakan ekologis, tetapi juga mengancam kawasan penting Ekosistem Leuser, yang merupakan benteng terakhir keanekaragaman hayati di Aceh.

Organisasi lingkungan itu juga meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk membuka secara transparan hasil investigasi dan penyelidikikan serta sumber keuangan pihak-pihak yang diduga terlibat. Langkah tersebut, menurut Walhi, penting untuk menghentikan pola eksploitasi yang selama ini merusak lingkungan dan memiskinkan masyarakat lokal.

Afifuddin menambahkan, kebakaran hutan dan lahan tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat, memperburuk krisis iklim, dan mengganggu kehidupan ekonomi warga di kawasan barat selatan Aceh.

“Kebakaran hutan bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga kejahatan ekonomi dan kemanusiaan. Harus ada keberanian untuk membongkar jejaring kekuasaan dan kepentingan yang bermain di baliknya,” kata Afifuddin.

Sebelumnya, Walhi Aceh juga menyoroti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap korporasi yang diduga terlibat dalam pembukaan lahan melalui praktik pembakaran. Lembaga itu menilai, karhutla sudah menjadi kejahatan lingkungan yang bersifat sistematis dan berulang setiap tahun.

Data BPBD Aceh Selatan mencatat, kebakaran di Bakongan berhasil dipadamkan setelah 14 hari petugas berjibaku memadamkan api. Total 77 hektare hutan dan lahan dilaporkan terdampak.

Dari sisi pemantauan independen, Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA) mengungkapkan temuan titik api (hotspot) di sekitar dan di dalam area konsesi PT Aceh Lestari Indo Sawita (ALIS) di Kecamatan Trumon, Aceh Selatan. Berdasarkan data FIRMS NASA, kebakaran terjadi berulang kali pada Juli 2025, bahkan tiga titik api berada di dalam area PT ALIS.

“Total luas lahan yang terindikasi terbakar mencapai 703 hektare, dan 72 hektare di antaranya berada dalam area PT ALIS,” ungkap Lukmanul Hakim, Manajer GIS HAkA.

HAkA juga menemukan indikasi pembangunan kanal-kanal di area gambut lindung yang berpotensi mempercepat degradasi ekosistem. Lahan konsesi PT ALIS berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil, habitat penting orangutan sumatra, yang menjadi bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Dalam laporan lembaga itu, Aceh Selatan menjadi daerah dengan kehilangan tutupan hutan tertinggi di Aceh selama tiga tahun terakhir (2022–2024) dengan total kehilangan mencapai 5.094 hektare. Wilayah Trumon, tempat beroperasinya PT ALIS, menjadi penyumbang terbesar kehilangan hutan tersebut.

Tren kehilangan hutan di Aceh Selatan disebut masih berlanjut pada 2025. Dalam enam bulan pertama tahun ini (Januari–Juni), Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Selatan kehilangan 818 hektare tutupan hutan. (id85)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |