Simak! 7 Poin Penting Bos DJP Bicara Perbaikan Pajak RI

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto blak-blakan soal upayanya dalam membenahi profesionalitas serta layanan para fiskus pajak, mencegah penggerusan potensi penerimaan pajak, hingga upaya mengejar target setoran pajak.

Dalam Program Tax Time CNBC Indonesia, Bimo mengatakan, seluruh strateginya telah ia ungkapkan kepada Presiden Prabowo Subianto saat ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Pajak baru pada Mei 2025. Seluruh strategi yang ia jabarkan pun telah mendapat persetujuan dari Kepala Negara.

Salah satu strategi yang ia sampaikan langsung kepada Prabowo ialah terkait agenda strategis untuk memperkuat kemampuan internal fiskus pajak. Kebijakan ini terkait dengan penguatan deteksi dini seluruh potensi perpajakan, mulai dari transaksi lintas negara, hingga underground economy atau aktivitas ekonomi yang belum masuk ke sistem pencatatan pemerintah.

"Kemampuan internal ini untuk mendeteksi transaksi lintas negara, kemudian juga untuk mendeteksi underground ekonomi," ucap Bimo, Selasa (18/11/2025).

Oleh sebab itu, setelah resmi resmi dilantik sebagai bos DJP, ia mengaku langsung mengambil berbagai langkah strategis untuk memperkuat kemampuan internal itu, hingga membentuk mekanisme pencegahan serta penutupan celah-celah praktik penghindaran pajak.

"Bagaimana dari sisi pencegahannya kita tutup celah-celah praktik penghindaran pajak yang secara sistematis itu dilakukan secara masif oleh beberapa pelaku usaha," paparnya.

Berikut ini ulasan lengkap berbagai strategi Bimo dalam memperkuat penerimaan pajak Indonesia:

1. Pegang 'Senjata Ampuh' Lawan Pengemplang

Bimo mengungkapkan sejumlah instrumen yang kini telah dimiliki negara untuk menghadapi praktik pengemplang pajak meski mereka melarikan diri dan kekayaannya ke luar negeri.

"Jadi kami melakukannya secara sistemik. Jadi kita juga mengintegrasikan sistem, mengintegrasikan data lintas institusi, kami mengkonsolidasikan informasi dari berbagai sumber, dari data ekspor bea cukai, kemudian dari data laporan keuangan wajib pajak," paparnya.

Kementerian Keuangan pun ia sebut sedang membangun Financial Reporting Single Window, yang bisa memperoleh data-data transaksi perbankan secara komplit.

Data ini sebagai pelengkap dari komitmen pemerintah dan instansi lain terkait pertukaran informasi secara otomatis alias Automatic Exchange of Information (AEOI), termasuk dengan negara lain.

"Kemudian setelah kami dapat data itu tentu kita akan melakukan rekonsiliasi, kemudian analisis yang berbasis risiko untuk mendeteksi outlier-outlier dari transaksi yang memang ada abnormalities. Di tengah perbedaan yang signifikan ini kami akan melihat antara kewajaran pelaporan wajib pajak dengan referensi pasar komoditas," tutur Bimo.

2. Bongkar Modus Eksportir Kelabui Pajak dan Rugikan Negara Rp 140 M

Operasi gabungan Kementerian Keuangan melalui Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak, bersama Satgassus Polri baru-baru ini menangkap 87 kontainer milik berbagai perusahaan yang mengelabui pajak.

Pelanggaran ini dilakukan oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok. Diketahui, barang diberitahukan sebagai fatty matter - kategori yang tidak dikenakan bea keluar dan tidak termasuk larangan terbatas (lartas) ekspor. Ternyata, kontainer ini berisi CPO.

Bimo menuturkan kasus ini awalnya merupakan laporan dari Satgassus OPN di Polri. Ditjen Pajak (DJP), kata Bimo, tidak bisa bekerja sendiri dalam kasus ini. Ditjen Pajak juga mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung terkait dengan modus informasi ekspor fatty matter tersebut.

"Kami mendapatkan informasi dari Satgasus Optimasi Penerimaan Negara (OPN) di Polri, kemudian saat ini juga yang sudah masuk ke penyidikan. Itu kami mendapat informasi awal dari Kejaksaan Agung terkait dengan modus informasi ekspor POME padahal itu CPO," ujar Bimo.

Bimo menuturkan ini merupakan modus klasik yang sudah ditemukan sejak bertahun-tahun. Modus ini dilakukan untuk menghindari pembayaran pajak. Perusahaan melakukan pelaporan data barang ekspor yang tidak sesuai dengan realitas.

"Jadi, modusnya itu menurunkan nilai jual baik ekspor POME maupun fatty matter. Nah, otomatis ketika menurunkan nilai jual, maka akan menurunkan penghasilan di pelaporan pajaknya dan tentunya juga menurunkan pembayaran pajaknya," ungkap Bimo.

Sejak 2021 hingga 2025, Ditjen Pajak mencatat ada sebanyak 257 perusahaan melakukan ekspor POME. Ditjen Pajak dan Satgassus akan menyisir perusahaan-perusahaan tersebut.

"Ini memang tidak hanya PT MMS saja, tetapi dari building case kita selama tahun 2021 sampai 2025, itu ada sekitar 257 pajak-pajak itu yang melakukan ekspor pumi. Nah tentu ini indikasi awal," kata Dirjen Pajak.

Dari hasil penyisiran itu, terdapat berbagai jenis pelaku under invoicing atau mis-invoicing, di sektor CPO. Mulai dari perusahaan perdagangan murni, pedagang yang terafiliasi dengan pabrik kelapa sawit, hingga pabrik sawit berstatus eksportir.

Dari data Ditjen Pajak, tercatat volume transaksi yang diduga dimanipulasi mencapai Rp 2,8 triliun dari 25 perusahaan, dan Rp 49,8 triliun dari 257 perusahaan lain. Dari aktivitas ekspor yang terjadi sepanjang 2025, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 140 miliar.

Perhitungan tersebut diperoleh dari sinkronisasi harga dan penelusuran terhadap penggunaan kode HS. Ditemukan, banyak eksportir yang melaporkan CPO sebagai fatty matter maupun POME, komoditas turunan CPO yang tidak dikenakan bea keluar.

"Jadi seharusnya CPO itu dikenakan bea keluar sekian, kemudian revenue-nya juga dari sisi perpajakan sekian, ternyata dilaporkan sebagai fatty matter. Yang mana tidak kena bea keluar, kemudian juga pungutan ekspor yang lain juga tidak kena. Sehingga transaksi yang dilaporkan pun akan jauh di bawah harga transaksi yang sesungguhnya," ujarnya

Sebagai tindak lanjut, DJP kini tengah melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN, untuk memastikan kepatuhan perpajakan dan kebenaran nilai transaksi yang dilaporkan.

3. Temukan Praktik Persekongkolan PNS Pajak dengan Konsultan dan Wajib Pajak

Selain praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak, Bimo juga menemukan pelanggaran etik di internal Direktorat Jenderal Pajak, dengan modus persekongkolan antara pegawai pajak dengan konsultan maupun wajib pajak itu sendiri.

Persekongkolan ini, ia sebut biasanya dilakukan oleh para pegawai pajak yang ingin mengajukan resign atau pengunduran diri, untuk menjadi bagian konsultan atau tim pajak wajib pajak tertentu, namun masih memiliki data-data negara yang bisa digunakan sebagai celah fraud.

"Jadi ditengarai memang ada persekongkolan antara petugas pajak, kemudian konsultan yang kurang baik dengan wajib pajak," kata Bimo.

Untuk menangani kebiasaan praktik persekongkolan itu, Bimo mengaku telah menyiapkan kebijakan khusus dalam bentuk pemberlakuan masa tunggu 5 tahun bagi pegawai pajak yang ingin mengajukan resign.

"Kami sudah mengeluarkan rancangan aturan yang terkait masa tunggu bagi pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang akan resign. Kenapa begitu? Ini penting karena belum ada kerangka aturan itu sebelumnya," kata Bimo.

"Karena mereka-mereka yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak ini harus menjaga independensinya. Tidak boleh ada konflik of interest, apalagi hubungan-hubungan istimewa dengan intermediaries," papar Bimo.

Masa tunggu atau grace period selama 5 tahun itu supaya pegawai pajak yang tak lagi ingin bekerja di DJP tidak bisa langsung bekerja sebagai kuasa pajak, konsultan, ataupun bekerja di bagian perpajakan di korporasi.

Masa tunggu ini diberikan karena sampai hari ini, DJP belum bisa memusatkan seluruh kepemilikan data negara yang dimiliki para pegawai termasuk kepentingan pengolahan analytics data yang terkait perpajakan lainnya.

"Ada data-data yang masih bisa disimpan di stand alone laptop, stand alone tablet, maupun HP dari para pegawai kami. Maka itu data negara yang ada di mereka, itu tidak akan bisa digunakan apabila mereka resign dalam jangka waktu 5 tahun. Karena dalam jangka waktu 5 tahun itu, itu sudah kadaluarsa," ungkap Bimo.

Dalam peraturan baru itu, nantinya juga akan ada pembatasan eks fiskus pajak agar tak lagi bisa melakukan pelayanan perpajakan hingga mengakses sistem perpajakan. Fiskus pajak adalah pegawai atau pejabat pemerintah yang ditugaskan untuk mengurus, mengelola, dan menarik pajak dari wajib pajak.

"Kami sudah siapkan sistem dan kerangka regulasi untuk itu. Kami akan kunci NIK dan NPWP yang bersangkutan di Coretax, sehingga tidak bisa lagi mereka melakukan pelayanan perpajakan di luar pajak ketika mereka resign," ucap Bimo dalam acara Tax Time CNBC Indonesia, Selasa (18/11/2025).

4. Pecat 39 Pegawai Pajak Nakal

Sejak menjabat sebagai Dirjen Pajak pada Mei 2025, dalam kurun waktu empat bulan Bimo telah memecat 39 pegawainya yang kedapatan melakukan tindakan fraud atau menyalahi wewenang.

Ia mengatakan, seharusnya pemecatan yang telah ia lakukan terhadap 39 pegawai Direktorat Jendral Pajak (DJP) nakal sudah cukup memberikan efek jera bagi pegawai lainnya untuk bekerja secara profesional dan sesuai kode etik.

"Saya harap cukup 39 orang saja. Karena ketika kehilangan 39 orang berarti kehilangan harus mengganti 39 orang dengan kapasitas yang minimum sama. Tentu dengan seperti itu ada efek jera," kata Bimo dalam acara Tax Time CNBC Indonesia, Jakarta, Selasa (18/11/2025).

Meski begitu, ia mengakui, sekuat apapun sistem pengawasan yang telah dibentuk untuk memperbaiki profesionalitas dan layanan para pegawai pajak, pasti ada saja yang menyalahi wewenang.

Karena itu, ia menekankan akan tetap tegas menindak pegawai pajak yang kedapatan melakukan Fraud, sebagaimana yang telah ia buktikan sejak menjabat sebagai Dirjen Pajak mulai Mei 2025.

"Kita tidak menafikan bahwa sesempurna apapun sistem, kadang-kadang masih ada 1-2 hiccup di sistem itu, kita akan tegas saja. Semua sudah tahu sekarang level of playing field-nya, mudah-mudahan bisa lebih fair," paparya.

Sebagaimana diketahui tindakan fraud yang ditemukan dalam kasus pegawai pajak yang dipecat Bimo di antaranya ialah penerimaan uang suap dari wajib pajak untuk mengakali ketentuan perpajakan. Bahkan ada yang sempat ia tangkap tangan atau OTT saat Rapimnas Kemenkeu Oktober 2025.

5. Perbaikan Coretax untuk Melayani 80 Wajib Pajak

Bimo dalam program Tax Time itu juga megungkapkan kebijakan berkelanjutan untuk memperbaiki sistem inti administrasi pajak atau Coretax yang akan dimanfaatkan untuk memperkuat kepatuhan dan kemudahan pemenuhan kewajiban para wajib pajak.

Ia mengakui, Coretax merupakan sistem besar yang harus terus menerus diperkuat, karena targetnya bisa melayani sebanyak 80 juta wajib pajak, dari yang saat ini baru ada sekitar 14 juta wajib pajak di tanah air.

"Sistem ini sangat besar, karena kami desain untuk bisa mewadahi semua ekosistem perpajakan untuk katakanlah minimal itu 80 juta wajib pajak yang terdaftar di dalam sistem kami," papar Bimo.

Meski demikian, dari sisi wajib pajak yang memanfaatkan sistem coretax hingga kini juga memang masih sedikit. Ia mencatat dari total 14 wajib pajak di Indonesia, baru sekitar 3 juta wajib pajak atau 21% yang melakukan aktivasi akun di sistem Coretax.

Padahal, ia menyebut, Coretax merupakan layanan digital sistem perpajakan yang menjadi haknya para wajib pajak. Oleh sebab itu, ia mengimbau kepada seluruh wajib pajak untuk segera melakukan aktivasi akun.

"Jadi sekali lagi, teman-teman masyarakat silahkan segera mengaktivasi akun wajib pajaknya, segera buat kode otorisasi supaya hak masyarakat untuk mendapatkan layanan digital perpajakan itu bisa terpenuhi," ucap Bimo

Untuk melakukan aktivasi akun Coretax, menurutnya bukan masalah yang sulit, karena masyarakat hanya perlu mendaftarkan diri melalui coretaxdjp.pajak.go.id. Setelah itu, wajib pajak akan memperoleh kode otorisasi dan memasukkan digital signature untuk mengaktivasi akun Coretax nya.

"Kemudian submit digital signature yang nantinya mulai dari penerbitan SPT, kemudian faktur pajak, bukti potong, dan berbagai macam layanan elektronis yang lain itu hanya bisa diakses ketika sudah aktivasi tadi," ungkap Bimo.

Untuk mempersiapkan seluruh pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak 2025 yang akan dilakukan pada 2026 melalui Coretax, ia pun mengungkapkan telah merancang stress test supaya para wajib pajak tak lagi menemukan kesalahan sistem saat melaporkan kewajiban pelaporan SPT Tahunannya.

"Puluhan ribu karyawan kami akan nge-hit sistem dalam waktu yang sama dan mudah-mudahan November ini kami bisa selesai stress test dan kami confidence bisa dengan sistem yang baru ini bersiap memberikan servis kami yang terbaik bagi wajib pajak, sehingga nantinya mudah-mudahan di Januari 2026 ongoing, moving forward, layanan SPT bisa menjamin kelancaran dan kesuksesan peningkatan penerimaan negara maupun kepatuan perpajakan," paparnya.

6. Kejar Target Pajak Tanpa Kebijakan dan Tarif Baru

Dalam kesempatan itu, Bimo Wijayanto juga mengungkapkan sejumlah strategi yang akan ia terapkan untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini senilai Rp 2.189,3 triliun, dan 2026 sebesar Rp Rp 2.357,7 triliun .

Bimo memastikan, strategi yang akan dimanfaatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak dengan mengluarkan kebijakan perpajakan baru, seperti menaikkan tarif ataupun menyasar objek pajak baru.

"Tentu dalam upaya tersebut, kami sudah disampaikan juga oleh pimpinan kami, Bapak Menteri, kita tidak akan mengeluarkan kebijakan yang merupakan materi perpajakan baru," kata Bimo dalam acara Tax Time CNBC Indonesia, Selasa (18/11/2025).

Strategi pertama, Bimo mengungkapkan, pemerintah akan memastikan daya beli masyarakat terlebih dahulu kembali pulih supaya aktivitas ekonomi semakin cepat bergerak dan pada akhirnya mendorong setoran perpajakan.

Strategi itu dilakukan dengan berbagai langkah, mulai dari mendorong belanja negara hingga mengalokasikan dana menganggur pemerintah yang selama ini bersemayam di Bank Indonesia (BI) hingga mencapai Rp 276 triliun, terdiri dari alokasi Rp 200 triliun pada September 2025, dan tambahan Rp 76 triliun ke berbagai bank milik negara maupun daerah pada November 2025.

"Kebijakan penempatan Rp 200 triliun plus top-up Rp 76 triliun ke perbankan komersial yang sudah disalurin ke kredit produktif, ke sektor real, dampaknya mulai terlihat pada konsumsi, pada investasi, pada ekonomi growth, dan juga pada perkembangan penerimaan perpajakan sebagai sumber utama untuk penerimaan negara di APBN," kata Bimo.

"Dan kebijakan insentif perpajakan, ini akan kami bikin semakin terarah, semakin terukur, supaya bisa mendorong peningkatan kinerja sektor-sektor strategis untuk memperkuat daya beli masyarakat dan juga pertumbuhan ekonomi swasta," tegasnya.

Strategi kedua, ia melanjutkan, ialah dengan memperkuat sistem administrasi perpajakan, supaya berbagai layanan perpajakan dilakukan secara digital, hingga meningkatkan kepatuhan pembayaran para wajib pajak. "Jadi cortex kita benahi terus, kita sempurnakan terus," tegas Bimo.

Ketiga, ialah dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada para fiskus pajak dengan memperkuat perbaikan internal dan tidak menoleransi berbagai bentuk fraud yang dilakukan para pegawai pajak.

"Karena garda terdepan dari pelayanan perpajakan yang 44 ribu pasukan di rumah besar kami, di DJP, saya tidak akan mentoleransi sedikit pun kalau ada fraud di antara mereka. Jadi ini untuk meneguhkan bahwa masyarakat bisa put their trust on us," papar Bimo.

Keempat ialah dengan mendesain insentif perpajakan yang semakin terarah, supaya sektor-sektor usaha yang membutuhkan stimulus dapat betul-betul menikmati bantuan dari pemerintah dari sisi keringanan pajak, sehingga dapat menjaga iklim usahanya dan tetap patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

"Kebijakan insentif perpajakan, ini akan kami bikin semakin terarah, semakin terukur, supaya bisa mendorong peningkatan kinerja sektor-sektor strategis untuk memperkuat daya beli masyarakat dan juga pertumbuhan ekonomi swasta," ujarnya.

Kelima ialah dengan mengoptimalkan pengawasan atas pembayaran masa seiring dengan peningkatan pengawasan kepatuhan material, melalui pengujian pembayaran pajak seperti audit, hingga memperluas basis pajak dengan mencegah kebocoran pembayaran pembayaran pajak, seperti praktis penggerusan, penghindaran pajak, ataupun mengalihkan kekayaan ke luar negeri.

"Tentu kita bersinergi terus dengan rekan-rekan di Kementerian Keuangan, dengan Bea Cukai, dengan Direktorat Jenderal Anggaran sebagai pengampu penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kemudian juga tentunya dengan para penegak hukum dari mulai Polri, Kejaksaan Agung, KPK, PPATK, BPKP, dan juga teman-teman yang lain," tegas Bimo.

Dengan berbagai strategi ini, Bimo meyakini meskipun target penerimaan pajak pada 2026 akan tumbuh 13,5%-14% dari outlook realisasi penerimaan pajak 2025, capaian penerimaan negara akan bisa tercapai sesuai target yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

"Insya Allah dengan perbaikan-perbaikan yang kami lakukan, penguatan internal kapasitas, penguatan kerjasama eksternal, penguatan kerjasama multilateral dengan para otoritas pajak dari negara-negara lain, insya Allah bisa kami capai, mudah-mudahan semuanya voluntary based, jadi enggak perlu ada penegakan-penegakan hukum yang enggak perlu lagi," papar Bimo.

7. DJP Siap Dikritik

Bimo memastikan, Direktorat Jenderal Pajak atau DJP kini telah membuka diri supaya seluruh masyarakat bisa mengawasi kinerja dan layanan yang dilakukan, mulai dari tingkat pejabat tinggi hingga ke fiskus pajak.
Mekanisme pengawasan kolektif ini menjadi penting untuk terus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak.

"Ini cukup sulit untuk dilakukan, tetapi paling tidak kami membuka diri sebagai institusi yang sekarang ini inklusif, kami membuka diri terhadap para penegakan hukum," ungkap Bimo di kantor CNBC Indonesia.

"Tadi sudah ada banyak kasus yang bisa kita ungkap bersama, kita cegah bersama. Selain itu juga kami membuka diri terhadap bahkan teman-teman dari masyarakat sipil," tegasnya.

Bimo juga mengaku, turut mengajak seluruh organisasi independen yang fokus mengawasi tata kelola pemerintahan untuk turut serta mengawasi kinerja dan layanan para pegawai pajak.

"Transparency International Indonesia, itu juga teman-teman dari ICW, kemudian juga teman-teman dari bahkan Amnesty International, teman-teman saya lama, karena kami juga dulu bekerja di bidang Stranas Pencegahan Korupsi, jadi watchdog kami di masyarakat sipil itu kami berikan ruang, kami berikan bahan untuk mengkritisi kami," papar Bimo.

Di sisi lain, ia menegaskan sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai Dirjen Pajak pada Mei 2025 ia pun telah berkomitmen untuk membuka data pajak supaya menjadi bahan bagi masyarakat untuk bisa terus mengkritisi secara baik kinerja dan layanan para fiskus pajak.

"Kami juga bekerja sama dengan seluruh tax center, ada ratusan tax center di seluruh Indonesia. Kami berikan bahan, kalau sekarang teman-teman masyarakat sipil, akademisi, mau meneliti tentang pajak, tentang kinerja model ekonomi pajak, kami buka data itu," kata Bimo.

"Sepanjang tidak ada data individual dengan narasi identitas wajib pajak, itu sah-sah saja untuk dilakukan pemodelan untuk membantu kami supaya bekerja lebih baik," tegasnya.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Ekonom AS Beberkan Efek Dahsyat Setiap Pajak Naik 1%

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |