Rektor USU Muryanto Amin Sedang Gelisah

3 weeks ago 11
Opini

Rektor USU Muryanto Amin Sedang Gelisah

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

Oleh Asyari Usman

Pemilik saham 100 persen pun barangkali tidak akan seperti Muryanto Amin (MA) memperlakukan Universitas Sumatera Utara (USU). Tetapi rektor yang satu ini memang lain dari yang lain. Cara dia memimpin perguruan tinggi ini mirip manajemen perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja asing ilegal. Tenaga kerja yang senantiasa ketakutan.
 
Artinya, sebagian besar dosen dan tenaga administrasi takut kepada Muryanto. Mereka tak berani macam-macam. Mungkin juga mereka memilih diam, tak suka konfrontatif.
 
Mury, panggilan keren si rektor, memperlakukan dengan kasar bawahannya yang tidak menunduk pada apa yang dia inginkan. Selalu kasar. Kata seorang sumber kami, sesuka hati dia saja kepada dosen-dosen yang berakal sehat. Yang melawan akan diintimidasi. Dimusuhi. Tak hirau apakah mereka profesor senior apatah lagi yang tidak senior.

Asyari Usman

Seorang guru besar USU berceritra kepada saya tentang kelakuan Mury. Belum lama ini sejumlah dosen senior menerima SK pengangkatan sebagai guru besar (GB). Mereka yang bukan anggota senat akademik, langsung dikukuhkan (dilantik). Tapi, para penerima SK GB yang berstatus anggota senat, tidak dilantik oleh Mury.
 
Mengapa tidak dilantik? Begini skenarionya. Pada akhir September 2025 nanti akan berlangsung tahap pertama pemilihan rektor (pilrek) USU. Semua anggota senat akademik akan memberikan suara. Seorang GB lainnya mengatakan Mury sudah “menguasai” 102 dari 112 anggota senat.
 
Meskipun bisa disebut sudah “menguasai” 102 anggota, Mury tetap dibayangi ketakutan. Dia takut mereka “lari” pada saat pemungutan suara. Apalagi kalau kelak ada perkembangan yang bisa mendorong para senator itu meninggalkan Mury dan memunculkan kandidat lain. Pastilah gelisah si rektor yang bergaya hidup flamboyant itu.
 
Sebelum mimpi buruk itu terjadi, Mury, menurut sumber kami, telah menyiapkan jurus busuknya. Anggota senat yang sudah menerima SK GB sengaja tidak dilantik. Yang berarti belum dikukuhkan status GB mereka. Bisa disebut mereka itu disandera sampai selesai pemungutan suara pilrek. Hanya dengan cara ini Mury merasa bisa memastikan para GB baru yang belum dilantik itu akan memilih dia untuk periode kedua.
 
Bukan hanya senat akademik yang dikangkangi oleh Mury. Dia juga mengatur agar para anggota Majelis Wali Amanah (MWA) USU memilih dia juga. Sebagai catatan, MWA adalah badan tertinggi di perguruan tinggi negeri (PTN) yang antara lain berwewenang mengangkat dan memberhentikan rektor. Wewenang lainnya termasuk menetapkan kebijakan non-akademik, melakukan pengawasan, penilaian kinerja rektor, dan beberapa fungsi lainnya.
 
Sejumlah GB yang kami ajak berdiskusi tentang MWA USU mengatakan Mury “menguasai” lembaga ini sejak pilrek 2020. Ini terjadi karema kedekatan dia dengan Bobby Nasution –menantu Jokowi. Sewaktu masih menjadi dekan FISIP, Mury menjadi tim sukses Bobby dalam menghadapi pilwalkot Medan pada 9 Desember 2020.
 
Bobby memang sangat kuat waktu itu meskipun belum menjadi walikota. Wajar kalau orang mengatakan kemenangan Mury dalam pilrek 3 Desember 2020  di tingkat MWA merupakan hasil “pengaturan” Bobby. Konon pula pilrek oleh MWA dilasanakan di Jakarta. Pastilah terkawal.
 
Hasilnya persis seperti yang diinginkan. Mury menang. Dia dapat 18 suara anggota MWA. Sedangkan dua saingannya, yaitu Prof Dr dr Farhat dan Prof Dr Muhammad Arif, masing-masing  memperoleh 11 suara dan 2 suara.
 
Tidak mengherankan. Karena Bobby bisa dengan mudah melobi ketua MWA waktu itu, Kartini Syahrir Panjaitan. Dia adalah adik Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Begitu juga para anggota MWA lainnya. Apa mungkin melawan Bobby?
 
Sekarang ini Mury tidak seperti dulu lagi. Jauh. Seperti kata pepatah, hidup itu bagaikan roda. Ada masanya harus mengikuti putaran ke bawah. Tampaknya Mury sudah mendekati titik nadirnya. Belum lama ini dia diperiksa KPK terkait korupsi pembangunan jalan di Sumatera Utara. Memang belum dijadikan tersangka. Tapi sangat mungkin dia sampai ke posisi itu.
 
Para pemerhati, media massa dan media sosial mulai mengungkit-ungkit pembuatan kolam retensi di depan rektorat USU. Kolam itu dikatakan paling banter memakan biaya lima (5) miliar rupiah, sedangkan anggarannya dikatakan mencapai Rp20 miliar. Kok bisa? Tentu publik menuntut agar segera dilakukan pengusutan. Mungkinkah tidak terjadi korupsi? Dan sekiranya nanti terbukti ada korupsi, mungkinkah Mury tidak terlibat?
 
Kalau terlibat, mungkinkah Pak Rektor mengharapkan bantuan dari Bobby? Kelihatannya tak mungkin, per hari ini. Sebab Bobby, meskipun berstatus gubernur, tidak sekuat 2020. Bahkan Bobby sendiri bisa megap-megap menghadapi potensi kasus korupsi pembangunan jalan yang bernilai Rp231 miliar itu. Orang dekat Bobby, yaitu Topang Ginting, sudah digulung KPK.  Sedangkan orang dekat lainnya, yaitu Deddy Iskandar Rangkuti, masuk dalam daftar panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapi dia mangkir.
 
KPK sedang menelusuri aliran dana korupsi dan hierarkhi (jenjang) perintah yang terkait kasus ini. Jika pengusutan jenjang perintah bermuara ke Gubernur Bobby Nasution, maka situasi yang berkembang bisa sangat menegangkan. Jangankan menolong Mury untuk terpilih kembali menjadi rektor lewat MWA November nanti, tangan Bobby sendiri pun bisa terancam diborgol KPK.
 
Jadi, kalau Anda melihat Rektor Muryanto Amin masih arogan, intimidatif dan otoriter, ketahuilah sesungguhnya dia sedang gelisah menerawangi jalannya menuju keruntuhan. Mungkin sekali Mury mulai membayangkan rompi oranye dan jeruji-jeruji yang akan mengekang arogansi dan kesewenangannya.

Penulis adalah Jurnalis Senior

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |