Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung mengejutkan publik setelah membuka kemungkinan menyampaikan permintaan maaf kepada Korea Utara terkait dugaan operasi drone dan penyebaran selebaran propaganda yang dilakukan pemerintahan sebelumnya di bawah Yoon Suk Yeol.
Langkah ini memunculkan pertanyaan besar mengenai alasan di balik manuver politik Lee.
Berbicara pada peringatan satu tahun upaya kudeta gagal oleh mantan Presiden Yoon Suk Yeol yang kini telah dipenjara, Lee mengatakan bahwa wacana permintaan maaf bagian dari upaya meredakan ketegangan antar-Korea.
"Saya pikir kita perlu meminta maaf, tetapi saya belum bisa mengatakannya karena khawatir itu dapat digunakan untuk mencemarkan nama saya atau memicu pertempuran ideologis," ujarnya, seperti dikutip The Associated Press, Rabu (3/12/2025).
Komentar itu muncul di tengah proses hukum terhadap Yoon dan dua pejabat pertahanannya, yang didakwa memerintahkan misi drone dan menerbangkan balon propaganda untuk meningkatkan tensi militer menjelang deklarasi darurat militer pada Desember 2024.
Media lokal juga melaporkan bahwa militer di bawah Yoon menerbangkan balon berisi selebaran ke wilayah Korea Utara. Pyongyang mengklaim Seoul tiga kali mengirim drone pembawa selebaran pada Oktober 2024, meski klaim itu tidak dikonfirmasi militer Korea Selatan.
Sejak menjabat pada Juni, Lee berusaha meredakan hubungan dengan Korut dengan mematikan pengeras suara propaganda dan melarang aktivis menerbangkan balon selebaran.
Namun, Korea Utara belum menunjukkan respons positif. Lee bahkan menyebut penangguhan latihan militer Korea Selatan-AS sebagai opsi untuk menarik Pyongyang kembali berunding, sebuah langkah yang berpotensi memicu kritik dari kubu konservatif.
Di tengah upaya rekonsiliasi itu, Lee justru menuai kritik karena mengaku tidak mengetahui keberadaan enam warga Korea Selatan yang telah lama ditahan di Korea Utara.
"Benarkah ada warga negara Korea yang ditahan?" ujarnya ketika ditanya wartawan.
Komentar tersebut mengejutkan keluarga para tahanan. "Hati saya sakit. Saya rasa Presiden Lee tidak terlalu peduli," kata Kim Jeong-sam, saudara salah satu misionaris yang dipenjara.
Putra tahanan lainnya, Choi Jin-young, juga menyatakan kebingungan dan kekecewaan. Analis hukum Ethan Hee-Seok Shin menyebut pernyataan Lee tidak dapat diterima, mengatakan seorang presiden seharusnya memahami masalah tersebut dan memikirkan solusinya.
Tiga dari enam tahanan itu adalah misionaris Kristen yang dihukum kerja paksa seumur hidup, sementara tiga lainnya merupakan pembelot kelahiran Korea Utara. Informasi mengenai nasib mereka sangat terbatas.
Dalam konferensi pers itu, Lee juga kembali menyinggung krisis politik 2024 ketika Yoon mendeklarasikan darurat militer. Saat itu ribuan warga membantu anggota parlemen masuk ke Majelis Nasional untuk mencabut keputusan tersebut.
"Saya mulai siaran dengan keyakinan bahwa rakyat memiliki kekuatan untuk menghentikan pengambilalihan militer," kenangnya. Yoon, melalui pengacaranya, tetap bersikeras bahwa langkah darurat militer diperlukan untuk melawan kaum liberal.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
1

















































