BLANGPIDIE (Waspada.id): Dilaporkan, penyaluran bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), diduga tidak tepat sasaran dan sangat amburadul. Bansos hanya menyasar pihak-pihak tertentu.
Informasi diterima Waspada.id menyebutkan, penyaluran bantuan sosial dalam wilayah ‘Nanggroe Breuh Sigupai’ itu, sebagian besar penerima manfaat disebut-sebut berasal dari keluarga aparatur desa, meski kondisi ekonominya berada jauh di atas garis kemiskinan.
“Saat kami menanyakan ke kepala desa, kepala desa mengelak bahwa data penerima manfaat langsung dari Dinas Sosial, bukan desa yang menaikkan,” ungkap seorang janda miskin 2 anak, di kawasan Kecamatan Lembah Sabil, yang mengaku hingga saat ini belum pernah menerima bantuan sosial, baik Bantuan Langsung Tunai (BLT) sumber dana desa, maupun bantuan sosial lainnya.
Padahal, informasi diterima Waspada.id dari warga sekitar, janda miskin yang sudah belasan tahun ditinggal mati suami dengan 2 anak itu, kehidupan ekonominya sangat memprihatinkan. Bahkan untuk menghidupi kedua buah hatinya yang sudah remaja, dia harus rela bekerja serabutan, untuk dapat bertahan hidup. “Ya, kehidupan janda miskin itu harusnya sangat layak dapat bantuan sosial. Sayangnya, oknum kepala desa setempat lebih mementingkan keluarga dan kerabatnya, yang sama-sama kita ketahui hidup mereka jauh dari susah,” sesal Bukhari, salah seorang warga Lembah Sabil.
Janda miskin dengan 2 anak tersebut sebut Syamsul, warga lainnya, itu hanya salah satu contoh praktik kecurangan aparatur desa, dalam penyaluran bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Menurutnya, masih sangat banyak kasus lainnya yang dapat ditemukan, jika pihak terkait menelusuri dengan serius. “Namanya juga bantuan sosial, harusnya yang dibantu warga kurang mampu. Kita patut pertanyakan, apakah dinas terkait menyalin mentah-mentah data yang dinaikkan dari desa, tanpa verifikasi yang benar,” tanyanya.
Dia berharap, Pemerintah Abdya dapat merespon keluhan masyarakat kelas bawah, dengan kesejahteraan yang tepat sasaran, bukan pertimbangan kekerabatan. “Harapan baru kami masyarakat kelas bawah kepada bapak bupati Safaruddin, untuk membawa arah baru Abdya maju,” ungkapnya.
Harapan itu juga disampaikan Miswar SH MH, Ketua Supremasi Keadilan Aceh (SaKA). Pihaknya mendesak agar pemerintah daerah turun langsung melakukan verifikasi ulang, agar tidak ada lagi praktik penyaluran bantuan, yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Miswar menilai bansos seharusnya menjadi instrumen pemerintah, dalam mengurangi angka kemiskinan, bukan malah dijadikan alat kepentingan tertentu. “Disinilah peran pemerintah daerah dalam menyikapi nasib rakyatnya,” tegasnya.
Terkait masalah itu, Kepala Dinas Sosial Abdya Iin Supardi, dimintai keterangannya terpisah mengatakan, saat ini terdapat beberapa program bantuan sosial yang dikelola dinas di bawah kepemimpinannya. Diantaranya, Program Keluarga Harapan (PKH), dengan jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak 10.248 Kepala Keluarga (KK). Dengan rincian Kecamatan Babah Rot (14 Desa) sebanyak 1.534 KK, Blangpidie (20 Desa) sebanyak 938 KK, Jeumpa (12 Desa) sebanyak 1.039 KK, Kuala Batee (21 Desa) sebanyak 1.599 KK, Lembah Sabil (14 Desa) sebanyak 682 KK, Manggeng (18 Desa) sebanyak 1.305 KK, Setia (9 Desa) sebanyak 834 KK, Susoh (29 Desa) sebanyak 1.225 KK, Tangan Tangan (15 Desa) sebanyak 1.092 KK.
Sedangkan Bansos Sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebanyak 18.908 KPM. Dengan rincian, Kecamatan Babah Rot (14 Desa) sebanyak 2.908 KK, Blangpidie (20 Desa) sebanyak 1.976 KK, Jeumpa (12 Desa) sebanyak 1.534 KK, Kuala Batee (21 Desa) sebanyak 2.851 KK, Lembah Sabil (14 Desa) sebanyak 1.338 KK, Manggeng (18 Desa) sebanyak 2.133 KK, Setia (9 Desa) sebanyak 1.567 KK, Susoh (29 Desa) sebanyak 2.458 KK, Tangan Tangan (15 Desa) sebanyak 2.143 KK.
Terkait kriteria penerima manfaat, Iin Supardi merincikan, untuk PKH, masyarakat Yang Terdaftar di dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) dan masuk ke dalam kelompok desil 1–4 (acuan Kepmensos Nomor 79/HUK/2025 pada Diktum Keempat), mempunyai komponen PKH, komponen kesehatan (ibu hamil/nifas, balita/anak pra sekolah), komponen pendidikan (anak usia sekolah kelas 1 s/d 12), komponen kesejahteraan sosial (lansia umur minimal 60 tahun dan disabilitas berat).
Sedangkan untuk sembako/BPNT adalah masyarakat yang terdaftar di dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) dan masuk ke dalam kelompok desil 1–5 (acuan Kepmensos Nomor 79/HUK/2025 pada Diktum Keempat).
Terkait usulan calon penerima manfaat lanjutnya, mengacu pada Permensos Nomor 3 Tahun 2025, tentang Pemutakhiran dan Penggunaan DTSEN untuk Bansos, Pemberdayaan Sosial dan Program Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Dimana, sumber usulan berasal dari Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah (Usulan Dinas Sosial dan Pengisi Data Desa/Operator di tingkat desa melalui aplikasi SIKS – NG), juga masyarakat (usulan data melalui aplikasi cek Bansos). “Proses usulan data calon KPM Bansos yang diusulkan oleh desa melalui aplikasi SIKS-NG, harus melalui kegiatan musyawarah desa, dibuktikan dengan adanya berita acara kegiatan, yang diketahui oleh Kades, aparatur desa, dan perwakilan masyarakat,” urainya.
Selanjutnya, Dinas Sosial melakukan verifikasi terhadap data usulan tersebut. Kemudian, data usulan tersebut dilakukan pengesahan oleh kepala daerah dan dikirimkan ke Kementerian Sosial, untuk ditetapkan sebagai calon KPM Bansos. “Terjadinya exclussion dan inclussion error, yang menyebabkan sasaran penerima bansos ada yang tidak tepat sasaran dikarenakan, pemeringkatan detil kesejahteraan keluarga, tidak sesuai dengan kondisi keadaan sosial ekonomi keluarga. Juga masih terdapat keluarga/individu yang belum terdaftar di dalam DTSEN. Desa tidak mengusulkan keluarga yang layak mendapatkan bansos ke daftar usulan calon penerima Bansos,” pungkas Iin Supardi.(id82)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.