Pembangunan Rendah Karbon: Menuju Masa Depan Yang Berkelanjutan

1 day ago 8

Oleh: Dr. Agus Marwan, S.IP, M.SP

Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Dampaknya terhadap lingkungan, ekonomi, dan kehidupan sosial semakin nyata, sehingga berbagai negara mulai mengadopsi kebijakan yang berfokus pada keberlanjutan. Salah satu solusi utama yang dikembangkan adalah pembangunan rendah karbon.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Pembangunan Rendah Karbon merupakan pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk menekan emisi karbon dan mengurangi dampak lingkungan, sekaligus mempertahankan kemajuan ekonomi. Strategi ini merupakan bagian dari upaya peralihan menuju ekonomi hijau dan keberlanjutan, yang mendukung visi Indonesia maju 2045 serta target netral karbon pada tahun 2060.

Konsep ini diterapkan di berbagai sektor seperti energi, transportasi, industri, dan pertanian dengan mengutamakan efisiensi sumber daya, pemanfaatan energi terbarukan, serta pengurangan limbah dan polusi. Pemerintah Indonesia telah merancang sejumlah langkah untuk mewujudkan pembangunan rendah karbon, termasuk sasaran pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030 melalui upaya nasional, dan hingga 41% dengan bantuan internasional.

Awal Mula

Pembangunan rendah karbon berkembang sebagai respon terhadap meningkatnya kesadaran global tentang perubahan iklim dan pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca. Konsep ini mulai mendapat perhatian luas sejak akhir abad ke-20, terutama setelah berbagai pertemuan internasional membahas isu lingkungan dan keberlanjutan.

Beberapa pertemuan internasional penting yang membahas agenda pembangunan rendah karbon diantaranya: Pertama, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) Tahun 1992. Konverensi ini menjadi landasan bagi berbagai kebijakan global dalam mengurangi emisi karbon.

Kedua, Protokol Kyoto – 1997. Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi perubahan iklim. Protokol ini diadopsi pada 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, dan mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah proses ratifikasi yang cukup kompleks. Protokol ini mengikat negara-negara maju untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi melalui berbagai mekanisme, termasuk perdagangan karbon.

Ketiga, Perjanjian Paris – 2015. Perjanjian Paris 2015 merupakan kesepakatan internasional yang bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim dengan membatasi kenaikan suhu global. Perjanjian ini diadopsi pada 12 Desember 2015 dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP 21) di Paris, Prancis, dan mulai berlaku pada 4 November 2016 setelah diratifikasi oleh lebih dari 55 negara. Perjanjian ini menetapkan target global untuk menekan kenaikan suhu rata-rata dunia agar tetap di bawah 2°C dibandingkan dengan era pra-industri.

Pemerintah Indonesia sendiri mulai merancang kebijakan pembangunan rendah karbon sejak 2015, dengan berbagai strategi untuk mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan iklim. Selain itu, berbagai kebijakan seperti penerapan pajak karbon turut mendorong peralihan menuju ekonomi hijau.

Tujuan dan Target Capaian

Pembangunan rendah karbon merupakan sebuah pendekatan Pembangunan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Untuk mencapai keseimbangan tersebut tujuan khusus yang harus dicapai adalah: Pertama, Menekan emisi gas rumah kaca, dengan mengurangi jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Kedua, Mendorong transisi ke ekonomi hijau, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan. Ketiga, Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat, dengan menjaga kualitas lingkungan, strategi ini membantu menciptakan kondisi hidup yang lebih sehat dan nyaman bagi masyarakat. Dan keempat, Mewujudkan target netral karbon, dengan ambisi untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan dukungan internasional.

Selain itu, Indonesia telah merumuskan berbagai target dalam pembangunan rendah karbon untuk mencapai ekonomi hijau dan netral karbon. Beberapa target pencapaian yang telah ditetapkan diantaranya: Pertama, Pengurangan emisi karbon: Pemerintah berupaya menekan emisi gas rumah kaca hingga 29% pada tahun 2030 melalui usaha nasional, dengan kemungkinan mencapai 41% jika mendapat dukungan internasional.

Kedua,Dekarbonisasi sektor energi: Pada tahun 2024, Indonesia berhasil memangkas emisi karbon di sektor energi sebesar 147,61 juta ton, melampaui target tahunan yang ditetapkan sebesar 142 juta ton. Ketiga, Elektrifikasi sektor strategis: Inisiatif mencakup elektrifikasi di bidang transportasi, pertanian, dan pemanfaatan kompor induksi guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Keempat, Pengembangan energi terbarukan: Pemerintah mempercepat pemanfaatan energi baru terbarukan dan menjalankan kebijakan penghentian atau pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Dan kelima, Efisiensi industri: Mengoptimalkan sektor industri dengan penggunaan energi terbarukan serta peningkatan efisiensi untuk mengurangi jejak karbon.

Konsepsi

Konsep pembangunan rendah karbon berfokus pada pendekatan yang mengurangi emisi gas rumah kaca sambil tetap mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Beberapa teori yang sering digunakan dalam konsep ini meliputi: Pertama, Teori Ekonomi Hijau. Teori ini menekankan pentingnya transisi menuju ekonomi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan mengurangi dampak lingkungan.

Kedua, Teori Pembangunan Berkelanjutan. Teori ini menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan dan konservasi sumber daya. Dan ketiga, Teori Ketahanan Iklim. Teori ini berfokus pada strategi adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi perubahan iklim serta mengurangi risiko terhadap masyarakat dan ekonomi.

Konsep pembangunan rendah karbon berkembang dari berbagai konsep ekonomi dan lingkungan yang telah dikaji oleh banyak ahli dan institusi. Konsep ini berakar pada teori ekonomi hijau, yang pertama kali diperkenalkan oleh James Robertson dan Alison Pritchard dalam buku mereka The Sane Alternative pada tahun 1978. Selain itu, organisasi seperti United Nations Environment Programme (UNEP) juga berperan dalam mempopulerkan gagasan ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon sejak tahun 2008.

Di Indonesia sendiri, pembangunan rendah karbon menjadi bagian dari strategi nasional menuju ekonomi hijau dan netral karbon, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai dokumen kebijakan dan penelitian oleh Bappenas serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Regulasi dan Kebijakan

Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi untuk mendorong pembangunan rendah karbon, diantaranya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021, yang mengatur implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dalam upaya mengendalikan emisi gas rumah kaca dan memenuhi target kontribusi nasional. Regulasi ini mencakup beberapa aspek penting seperti: Pelaksanaan mitigasi perubahan iklim melalui mekanisme perdagangan karbon, Pemantauan dan evaluasi kebijakan untuk memastikan efektivitas strategi rendah karbon, dan Pendanaan dan dukungan bagi sektor-sektor yang bertransisi menuju ekonomi hijau.

Regulasi lain yang turut berperan adalah Perpres Nomor 59 Tahun 2017, yang membahas pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, serta Perpres Nomor 18 Tahun 2020, yang mengatur Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Indonesia telah mengadopsi berbagai kebijakan untuk mendukung pembangunan rendah karbon sebagai bagian dari upaya transisi menuju ekonomi hijau. Beberapa kebijakan utama mencakup: pertama, RPJPN 2025-2045: Menekankan keberlanjutan industri dalam menghadapi perubahan iklim serta upaya pengurangan dampak lingkungan.

Kedua, Strategi Net-Zero Emission: Pemerintah menetapkan langkah-langkah untuk mencapai netral karbon sebelum tahun 2060, termasuk peningkatan efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan. Dan ketiga, Ekonomi Hijau dalam RPJMN 2020-2024: Menyoroti pentingnya kualitas lingkungan, ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon sebagai bagian dari strategi nasional. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon, meningkatkan efisiensi energi, serta mendorong pemanfaatan energi terbarukan.

Perkembangan Terkini

Saat ini, pembangunan rendah karbon di Indonesia terus mengalami perkembangan sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi hijau dan keberlanjutan. Pemerintah telah merancang berbagai strategi untuk mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan dukungan global.

Beberapa perkembangan utama terkait dengan implementasi PRK adalah: Pertama, Integrasi ekonomi hijau dalam kebijakan nasional: Pembangunan rendah karbon telah menjadi bagian dari RPJMN 2020-2024, dengan prioritas pada peningkatan kualitas lingkungan, adaptasi terhadap perubahan iklim, serta pengurangan emisi karbon. Kedua, Strategi mitigasi perubahan iklim: Pemerintah berupaya mengintegrasikan langkah-langkah mitigasi iklim dalam kebijakan pembangunan nasional melalui Pembangunan Rendah Karbon (PRK).

Ketiga, Pendanaan dan investasi hijau: Indonesia mengalokasikan anggaran perubahan iklim sekitar 4,1% dari APBN, yang sebagian besar digunakan untuk mendukung infrastruktur hijau sebagai pilar utama transformasi ekonomi. Dan keempat, Pemanfaatan energi terbarukan: Pemerintah terus mendorong pengembangan sumber energi ramah lingkungan seperti bioethanol, biodiesel, tenaga surya, dan tenaga angin untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Meskipun telah terjadi kemajuan, pembangunan rendah karbon masih menghadapi berbagai hambatan, seperti ketergantungan pada energi fosil, kurangnya kesadaran masyarakat, serta keterbatasan teknologi dan pendanaan. Namun, dengan inovasi yang terus berkembang dan kolaborasi berbagai pihak, prospek pembangunan rendah karbon tetap menjanjikan. Indonesia sendiri menargetkan Net-Zero Emission pada tahun 2060, dan langkah menuju pencapaian tersebut terus diperkuat.

Upaya yang Perlu dilakukan

Ada beberapa rekomendasi utama terkait pembangunan rendah karbon yang dapat mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Rekomendasi itu diantaranya: Pertama, Pemanfaatan energi terbarukan, dengan beralih dari energi fosil ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, seperti tenaga surya, angin, dan hidro, guna mengurangi emisi karbon. Kedua, Transportasi berkelanjutan, dengan meningkatkan penggunaan kendaraan listrik, sistem transportasi umum yang efisien, serta infrastruktur ramah lingkungan untuk mengurangi polusi udara.

Ketiga, Integrasi kebijakan ekonomi hijau. Pembangunan rendah karbon telah menjadi bagian dari kebijakan nasional, termasuk dalam RPJPN 2025-2045, untuk memastikan keberlanjutan industri dan perlindungan lingkungan. Keempat, Pendanaan serta investasi hijau, dengan mengalokasikan dana untuk proyek-proyek berkelanjutan yang berkontribusi terhadap pengurangan emisi dan ketahanan iklim. Kelima, Dekarbonisasi sektor industri, dengan mendorong peningkatan efisiensi energi dan pengelolaan limbah industri guna menekan gas rumah kaca. Dan Keenam, Kolaborasi antar-pemangku kepentingan, dengan memastikan koordinasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar transisi menuju ekonomi hijau dapat berjalan secara efektif.

Peran Serta Masyarakat dan Swasta

Masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan rendah karbon. Beberapa langkah yang dapat diambil Masyarakat dan sawata adalah: Pertama, Memanfaatkan energi terbarukan, dengan beralih ke sumber energi bersih seperti tenaga surya dan angin untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Kedua, Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dengan memilih transportasi umum, berjalan kaki, atau bersepeda guna menekan emisi karbon dari sektor transportasi.

Ketiga, Menerapkan gaya hidup ramah lingkungan: Mengurangi limbah, menggunakan produk berkelanjutan, serta mendukung ekonomi sirkular untuk menekan dampak lingkungan. Keempat, Mendukung kebijakan hijau, dengan berpartisipasi dalam program pemerintah dan komunitas yang berfokus pada keberlanjutan serta mendukung regulasi yang mendorong ekonomi hijau. Kelima, Menghijaukan lingkungan, dengan menanam pohon dan menjaga ekosistem untuk meningkatkan kualitas udara serta mengurangi dampak perubahan iklim. Keenam, Swasta memiliki peran dalam mengembangkan inovasi teknologi serta berinvestasi dalam proyek-proyek yang mendukung pengurangan emisi karbon.

Epilog

Pembangunan rendah karbon merupakan kunci dalam menghadapi perubahan iklim tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan kebijakan yang tepat, investasi dalam energi hijau, serta partisipasi aktif dari masyarakat dan sektor swasta, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Keberhasilan pembangunan rendah karbon memerlukan kerja sama dari semua pihak, mulai dari pemerintah hingga individu, untuk mewujudkan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.***

Ketua Forum Masyarakat Literasi Indonesia, dan Alumni Program Doktor Studi Pembangunan FISIP USU

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |