Oleh Dr. Nurbaiti, M. Kom
Financial Technology (fintech) merupakan hasil transformasi teknologi dalam sektor keuangan. Dengan pendekatan digital, fintech memungkinkan layanan keuangan seperti pinjaman, pembayaran, investasi, hingga asuransi dapat diakses secara cepat, mudah, dan fleksibel melalui perangkat elektronik. Di Indonesia, fintech berkembang sangat pesat seiring meningkatnya pengguna internet dan smartphone. Namun, bila dibandingkan antara fintech konvensional dan fintech syariah, terdapat kesenjangan yang cukup signifikan dalam hal pertumbuhan, adopsi pengguna, serta jumlah pelaku industri.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Meskipun Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, fintech syariah justru tertinggal dari sisi perkembangan. Dalam tulisan ini akan dibahas faktor-faktor yang menyebabkan ketertinggalan tersebut serta peluang yang bisa dimaksimalkan ke depan.
Fintech Syariah: Konsep Dan Potensi
Fintech syariah merupakan layanan keuangan digital yang mengikuti prinsip- prinsip syariah Islam, seperti larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maisir (judi). Model bisnisnya berbasis akad syariah seperti murabahah (jual beli dengan margin), ijarah (sewa), mudharabah (bagi hasil), atau musyarakah (kemitraan). Tujuan utamanya bukan hanya profit, tetapi juga keadilan, transparansi, dan keberkahan dalam transaksi.
Dengan lebih dari 230 juta penduduk muslim, potensi fintech syariah di Indonesia sangat besar. Laporan OJK dan DSN-MUI menyebutkan bahwa masyarakat semakin terbuka terhadap produk-produk keuangan syariah. Namun realitanya, hingga kini hanya sedikit dari total pelaku fintech yang berstatus syariah. Bahkan dari sisi total pembiayaan yang disalurkan, kontribusi fintech syariah masih di bawah 5% dibandingkan konvensional.
Mengapa Fintech Syariah Tertinggal?
Ada beberapa alasan utama mengapa perkembangan fintech syariah masih tertinggal: 1. Kurangnya Literasi Keuangan Syariah Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas Muslim, pemahaman tentang prinsip keuangan syariah masih rendah. Banyak orang belum mengetahui perbedaan mendasar antara sistem konvensional dan syariah. Akibatnya, pengguna lebih memilih layanan fintech yang cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan aspek halal-haram. Minimnya edukasi membuat produk fintech syariah dianggap kurang menarik atau terlalu rumit.
2. Keterbatasan Inovasi Teknologi: Sebagian besar fintech syariah masih tergolong startup tahap awal yang belum memiliki kapasitas teknologi tinggi. Banyak diantaranya masih fokus pada layanan pinjaman sederhana (P2P lending) dan belum masuk ke area seperti investasi syariah, asuransi (takaful), atau pembayaran digital halal. Di sisi lain, fintech konvensional terus mengembangkan teknologi berbasis AI, big data, dan blockchain untuk memperluas layanan.
3. Regulasi dan Izin yang Lebih Rumit.Fintech syariah menghadapi tantangan regulasi ganda: dari OJK dan dari Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI). Untuk bisa beroperasi, mereka harus mendapatkan fatwa atas model bisnisnya dan memastikan seluruh akad memenuhi prinsip syariah. Proses ini tidak hanya memakan waktu, tetapi juga membutuhkan pemahaman mendalam tentang fiqh muamalah, yang tidak semua tim startup memilikinya. Hal ini membuat fintech syariah tumbuh lebih lambat dibandingkan konvensional.
4. Kurangnya SDM Ahli di Bidang Keuangan Syariah dan Teknologi.Pengembangan fintech syariah membutuhkan kombinasi keahlian di dua bidang: teknologi informasi dan fiqh keuangan syariah. Sayangnya, jumlah talenta yang menguasai keduanya masih terbatas. Hal ini berdampak pada kurangnya inovasi produk dan kesulitan membangun sistem digital yang sesuai dengan kaidah syariah secara optimal.
5. Dukungan Ekosistem dan Investor yang Terbatas. Investor dan modal ventura (venture capital) lebih banyak menanamkan dana pada fintech konvensional karena dianggap lebih menjanjikan dari sisi return dan pasar. Fintech syariah sering dianggap niche (ceruk kecil), padahal potensinya sangat besar jika dikembangkan dengan pendekatan yang tepat. Selain itu, banyak pelaku bisnis syariah belum terhubung secara aktif dengan ekosistem digital.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Untuk mengejar ketertinggalan ini, diperlukan strategi terpadu dari berbagai pihak:
1. Pemerintah, Regulator OJK dan DSN-MUI bisa menyederhanakan prosedur sertifikasi syariah, mempercepat proses perizinan, serta mendorong sandbox regulasi khusus bagi fintech syariah untuk bereksperimen secara aman dan terkontrol.
2. Kampus dan Lembaga Pendidikan. Perlu lebih banyak program pendidikan dan pelatihan yang menggabungkan literasi keuangan syariah dan teknologi digital. Kolaborasi antar jurusan seperti Ekonomi Islam dan Sistem Informasi bisa mencetak SDM unggul di bidang ini. Dengan peran aktif, kampus bisa menjadi agen perubahan utama dalam mendorong literasi dan adopsi fintech syariah secara luas di masyarakat.
3. Startup dan Pelaku Fintech Syariah. Perlu fokus pada kebutuhan nyata masyarakat, membangun user experience (UX) yang sederhana, serta menjalin kerja sama dengan pesantren, koperasi syariah, dan lembaga zakat untuk memperluas pasar.
4. Masyarakat dan Konsumen Muslim. Masyarakat muslim harus lebih kritis dan selektif terhadap layanan keuangan, serta mendukung penggunaan produk syariah yang tidak hanya halal tetapi juga membawa manfaat ekonomi yang adil.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keuangan halal dan inklusif, diharapkan fintech syariah dapat tumbuh lebih cepat dan kompetitif. Pemerintah, regulator, dan pelaku industri diharapkan terus mendorong inovasi, penyederhanaan regulasi, serta peningkatan literasi keuangan syariah. Dukungan pendidikan dan kolaborasi lintas sektor juga penting agar tercipta ekosistem fintech syariah yang modern, mudah diakses, dan tetap berlandaskan prinsip syariah. Dengan langkah-langkah tersebut, fintech syariah berpeluang menjadi kekuatan utama dalam mendukung ekonomi digital yang adil dan berkelanjutan di Indonesia.
Penulis adalah Dosen FEBI UINSU Medan
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.