
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
MEDAN (Waspada.id): Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin pada Selasa (21/10) menyebutkan langkah Pemprovsu memasok cabai dari Pulau Jawa sebanyak 11 ton sangat positif.
“Langkah pemerintah provinsi Sumatera Utara yang melakukan intervensi pasar, dengan menghadirkan cabai merah dari luar wilayah Sumut khususnya Jawa, memang menjadi salah satu solusi untuk menekan tingginya laju tekanan inflasi di Sumut,” ujarnya.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Bahkan, pada saat 11 ton cabai merah dipasarkan pada hari Sabtu kemarin, harga cabai merah di Sumut sempat anjlok hingga ke 58 ribu per Kg.
Namun posisi harga tersebut tidak bertahan lama. Di pasar yang sama pada hari Senin, harga cabai merah kembali naik menjadi 80 ribu per Kg. Bahkan naasnya di kota medan mencapai 95 ribu per Kg. Saya menilai gelontoran 11 ton cabai yang kurang efektif meredam harga di hari Senin, lebih dikarenakan oleh faktor dimana cabai merah yang dijajakan tidak semuanya dalam kondisi bagus.
Alhasil dari total kuantitas yang ada (11 ton), tidak semua cabai merah mampu di pasarkan dengan baik. Jika melihat strategi harga, serta momentum intervensinya sudah cukup baik. Namun kondisi barangnya yang tidak memungkinkan untuk dipasarkan semuanya. Alhasil sekalipun harga cabai merah yang dijual sangat terjangkau oleh pedagang pengecer, namun nyatanya tidak mampu diserap semuanya.
Lanjut dia, langkah intervensi ini memang efektif meredam gejolak harga sementara waktu. Namun proses distribusi dari petani hingga ke pasar yang perlu disempurnakan kembali. Pastikan bahwa kualitas barangnya tetap bagis selama proses distribusi berlangsung. Meskipun saya lihat distribusinya menggunakan mesin pendingin, nyatanya tidak sedikit cabai merah yang tidak layak dijual sebelumnya. Dan kesimpulan saya masalah mahalnya harga cabai merah karena proses distribusi yang semestinya bisa diawasi mulai dari petani hingga ke konsumen.
Bukan model berkelanjutan
“Saya menyarankan pemerintah provinsi sumatera utara untuk tidak secara terus menerus menggunakan intervensi model seperti ini dijadikan andalan meredam inflasi selanjutnya. Lebih baik lakukan pemetaan produksi cabai dengan lebih banyak mengandalkan petani untuk bercocok tanam. Sehingga bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi,”ungkapnya.
Menurutnya, intervensi yang dilakukan semestinya juga bisa mengandalkan lebih banyak pedagang pengecer, atau saluran distribusi yang bisa menjangkau konsumen secara langsung. Dan tidak bergantung kepada pedagang besar. Upaya distrisbusinya harus lebih besar dibandingkan saluran distribusi seperti sebelumnya yang mengandalkan penjualan dimana pedagang besar berkumpul di pasar induk tuntungan.
Selain itu intervensi ini sifatnya seperti pemadam kebakaran, namun ada sebaiknya ada upaya bagaimana mencegah kebakaran itu sendiri. Selain itu, jika intervensi nantinya kembali alami masalah. Maka tidak ada salahnya mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan pihak swasta yang memang sudah berpengalaman dalam menyediakan komoditas cabai dari luar.
Kebijakan intervensi yang hanya dilakukan saat harga cabai mahal dan tidak terkendali ini sifatnya sesaat. Tidak akan mampu membangun sebuah jaringan rantai pasok yang mumpuni serta efektif dalam meredam gejolak harga secara instan.
“Berbeda dengan pihak swasta yang telah membangun ekosistem rantai pasoknya sendiri, yang memungkinkan untuk melakukan intervensi secara efektif dan lebih efisien,” ungkapnya.(id18)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.