JAKARTA (Waspada) : Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengatakan forum “Layar Basua” bersama insan perfilman yang tergabung dalam Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) bukan sekadar ajang bercerita, tetapi tempat menyulam harapan, merawat kolaborasi, dan merancang masa depan perfilman nasional bersama.
“Kita ingin platform seperti ini dapat menjadi medium dialog yang produktif dalam membahas perfilman nasional. Karena seperti kita tahu bahwa perfilman Indonesia sebagai salah satu garda terdepan diplomasi budaya dan merupakan wajah dari sebuah perkembangan kebudayaan kita,” kata Fadli Zon saat menyelenggarakan kegiatan “Layar Basua” di Plasa Insan Berprestasi, Kementerian Kebudayaan, Jakarta , Kamis (24/4).
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Dikatakannya, “Layar” merepresentasikan dunia film sebagai cerminan imajinasi dan budaya bangsa, sementara “Basua”, yang berasal dari bahasa Minangkabau, mencerminkan esensi pertemuan, menyambung rasa, berbagi cerita, dan mempererat ikatan. Sebuah forum diskusi sinematik yang tidak hanya menghadirkan suasana penuh kehangatan dan silaturahmi, tetapi juga menjadi ruang apresiasi terhadap pencapaian dan tantangan dunia perfilman Indonesia.
Lebih lanjut ditambahkannya perkembangan film Indonesia sedang menuju ke arah yang sangat positif dan menggembirakan. Tercatat, pada akhir tahun 2024, jumlah penonton film
Indonesia sudah lebih dari 81 juta dengan jumlah produksi lebih dari 200 film.
“Dan sekarang film-film kita sangat aktif hadir di berbagai festival film Internasional, antara lain International Film Festival Rotterdam, Berlinale International Film Festival, Hong Kong
International Film and Tv Market, hingga Cannes Film Festival yang akan berlangsung pada bulan Mei nanti. Prestasi ini merupakan cerminan dari daya saing dan kualitas sinema kita
patut mendapat apresiasi setinggi-tingginya,” ujarnya.
Menbud Fadli Zon juga berharap kedepannya akan lahir festival-festival film daerah yang semakin tumbuh dan inklusif dalam melahirkan film nasional yang berkualitas.
“Selain itu, kami juga berharap agar ke depan semakin banyak festival film yang digelar diberbagai lingkungan pendidikan, mulai dari kampus, pesantren, hingga sekolah. Kegiatan
semacam ini penting untuk mendorong apresiasi terhadap beragam karya film, termasuk film pendek, dokumenter, dan berbagai genre lainnya. Lebih dari itu, upaya ini juga diharapkan dapat menumbuhkan minat generasi muda terhadap dunia perfilman,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Menbud, menegaskan kembali bahwa kehadiran Kementerian Kebudayaan merupakan instrumen strategis yang dapat dimanfaatkan oleh para insan perfilman untuk memperkuat dan memajukan ekosistem perfilman nasional.
“Ada tiga hal krusial yang perlu kita pastikan dalam menjalankan peran ini. Pertama, getting the institution right—bagaimana memastikan lembaga ini hadir dengan struktur dan fungsi
yang tepat. Kedua, getting the intervention right—yakni memastikan setiap kebijakan dan program intervensi benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan. Dan ketiga, getting the coordination right—artinya koordinasi lintas sektor dan pelaku harus berjalan sinergis dan efektif,” ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), Deddy Mizwar, menyampaikan pandangannya dalam diskusi bahwa film memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai
instrumen diplomasi kebudayaan.
Menurutnya, melalui film, bangsa Indonesia dapat memperkenalkan kekayaan budaya dan meningkatkan citra Indonesia di kancah internasional.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa masa depan perfilman nasional sangat bergantung pada kolaborasi antara para pelaku industri film dan pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Ia
meyakini, kehadiran Kementerian Kebudayaan akan memperkuat peran negara dalam mendukung pertumbuhan industri film yang berkelanjutan dan berdaya saing.
“Dengan hadirnya Kementerian Kebudayaan, saya berharap industri film nasional dapat berkembang lebih pesat. Masa depan perfilman Indonesia berada di tangan para insan film, yang didukung secara penuh oleh pemerintah untuk bersama-sama mewujudkan tujuan besar perfilman Indonesia,” ujarnya.
Dalam diskusi ini, tak kurang dari 130 insan perfilman Indonesia turut hadir di antaranya Ketua Badan Perfilman Indonesia, Gunawan Paggaru; Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia,
Naswardi; Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Amin Shabana; Niniek El Karim; Slamet Rahardjo; para aktor, aktris, dan berbagai stakeholder bidang perfilman turut menyampaikan pandangan serta masukan konstruktif mengenai kondisi dan arah perkembangan perfilman nasional. Para hadirin diberikan ruang yang setara untuk berbagi gagasan, aspirasi, dan pemikiran strategis guna memperkuat ekosistem perfilman Indonesia—sekaligus menegaskan peran film sebagai medium penting dalam diplomasi budaya Indonesia di tingkat global. Hadir juga dalam diskusi, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian; Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha Djumaryo; Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra; beserta jajaran Kementerian Kebudayaan.
Salah satu sutradara dan produser film, Ewan Persada, mengungkapkan tantangan yang dihadapinya dalam mengakses pembiayaan produksi film. Di samping itu, ia juga menyoroti keterbatasan akses distribusi, khususnya dalam memperoleh jadwal tayang di jaringan bioskop nasional. Ia berharap agar Kementerian Kebudayaan dapat merumuskan kebijakan yang berpihak dan responsif terhadap persoalan-persoalan tersebut, guna menciptakan ekosistem perfilman yang lebih adil dan berkelanjutan.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), Ki Kusumo, turut menekankan pentingnya dukungan nyata dari Kementerian Kebudayaan dalam
hal pembiayaan produksi film, yang dinilainya membutuhkan komitmen sumber daya yang tidak kecil. Ia juga menyoroti urgensi hadirnya regulasi yang lebih ketat dan berkeadilan terkait
distribusi film di bioskop agar film-film Indonesia memiliki ruang yang layak dan mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Pencapaian Prestasi Perfilman
Momen libur Hari Raya Idul Fitri 2025 menjadi saksi tumbuhnya kecintaan masyarakat terhadap film nasional. Bioskop di seluruh Indonesia dipenuhi penonton, dengan beberapa film mencatat jumlah penonton per 23 April 2025: Film Jumbo dengan 6.322.482 penonton; Film Pabrik Gula dengan 4.263.196 penonton; Film Komang dengan 2.626.365 penonton, dan Film Qodrat dengan 2.201.365 penonton.
Total jumlah penonton keempat film tersebut mencapai lebih dari 15 juta penonton, dua kali lipat dari jumlah penonton film Indonesia pada bulan Januari–Februari 2025.
Salah satu film yang paling mencuri perhatian adalah Jumbo. Film ini tidak hanya sukses di dalam negeri, tetapi juga menorehkan prestasi di tingkat internasional dengan terpilih sebagai
bagian dari market screening di Cannes Film Festival 2024.
Film Jumbo menyuguhkan cerita menyentuh yang sarat nilai moral, seperti pengelolaan emosi, pentingnya membalas kebaikan, serta menjaga kepercayaan dan janji. “Film ini hadir sebagai sebuah oase di tengah beragamnya genre film yang tayang di layar lebar. Lebih dari sekadar hiburan, film ini menawarkan sebuah perjalanan emosional yang mendalam yang sarat akan pesan moral yang dapat membentuk karakter dan memperbaiki cara kita berinteraksi dengan sesama. Kementerian Kebudayaan memberikan apresiasi setinggitingginya kepada seluruh tim produksi film Jumbo atas karya yang bukan hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi.
“Film Jumbo adalah contoh nyata bagaimana karya sinema bisa membentuk karakter dan memperkuat nilai-nilai kebudayaan. Kementerian Kebudayaan mendukung penuh langkah mereka menuju panggung dunia,” ujar Menbud Fadli Zon. (j01)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.