Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan ekspor Fatty Acid Methyl Ester (FAME/Fatty Matter) atau produk turunan minyak sawit hingga 278% menjadi titik awal terbongkarnya dugaan manipulasi dokumen ekspor oleh PT MMS. Dari hasil operasi gabungan Bea Cukai dan Satgassus Polri, ditemukan 87 kontainer berisi 1.802 ton fatty matter di Pelabuhan Tanjung Priok yang ternyata tidak sesuai dengan dokumen ekspor, dan berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp2,8 triliun.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, peningkatan ekspor fatty matter secara tidak wajar itulah yang pertama kali menimbulkan kecurigaan aparat. Setelah ditelusuri, sebagian besar barang ternyata bukan termasuk kategori yang bebas pajak seperti yang dilaporkan.
"Khusus yang diduga terjadi lonjakan, kaitannya dengan ekspor fatty matter, dimana ada peningkatan 278% dan di dalamnya setelah kita cek ternyata bukan golongan yang tidak dikenakan pajak. Jadi dari situ. Ini belum selesai, masih (terus berlanjut pemeriksaannya)," kata Listyo saat ditemui di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Dugaan pelanggaran itu terungkap dalam operasi gabungan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan bersama Polri, yang menertibkan ekspor produk turunan minyak sawit mentah (CPO). Dalam operasi tersebut, 87 kontainer milik PT MMS yang akan diekspor ke China diamankan, karena diduga melanggar ketentuan ekspor.
Barang-barang dalam kontainer itu dilaporkan sebagai fatty matter, produk yang tidak dikenakan bea keluar (BK) dan tidak masuk daftar larangan terbatas (lartas) ekspor. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan barang tersebut mengandung campuran turunan CPO lainnya yang seharusnya dikenakan BK dan lartas ekspor.
"Barang diberitahukan sebagai Fatty Matter, kategori yang tidak dikenakan Bea Keluar dan tidak termasuk lartas ekspor. Hasil uji laboratorium BLBC dan IPB menunjukkan produk merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO, sehingga berpotensi terkena Bea Keluar dan kewajiban ekspor," timpal Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Djaka Budi Utama.
Foto: Barang bukti pelanggan ekspor produk turunan CPO di Buffer Area MTI NPCT 1, Cilincing, Jakarta, Kamis (6/11/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Barang bukti pelanggan ekspor produk turunan CPO di Buffer Area MTI NPCT 1, Cilincing, Jakarta, Kamis (6/11/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Menurut Djaka, nilai barang dalam dokumen ekspor sebesar Rp28,7 miliar itu jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya. Analisis Ditjen Pajak (DJP) juga menemukan indikasi under invoicing, atau pelaporan nilai ekspor yang lebih rendah dari harga riil, sehingga menimbulkan potensi kerugian besar bagi negara.
"Berdasarkan analisis DJP (Ditjen Pajak), ditemukan potensi kerugian pendapatan negara akibat perbedaan harga signifikan antara dokumen tertulis (Fatty Matter) dan barang sesungguhnya (under invoicing)," ujarnya.
Selain 87 kontainer yang disita, DJBC juga tengah menelusuri dugaan serupa pada 200 kontainer seberat 4.700 ton senilai Rp63,5 miliar di Pelabuhan Tanjung Priok, dan 50 kontainer lain senilai Rp14,1 miliar di Pelabuhan Belawan, Medan.
Saat ini, Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) tengah dilakukan terhadap PT MMS dan tiga afiliasinya, yakni PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN.
Berikut kronologi penindakan terhadap 87 kontainer produk sawit PT MMS diduga melanggar ketentuan dokumen ekspor:
- 20 Oktober 2025: Satgassus Polri memberikan informasi awal terkait 25 kontainer ekspor yang diduga melanggar ketentuan kepabeanan.
- 20-21 Oktober 2025: Setelah pengembangan, ditemukan total 50 kontainer dengan perusahaan dan jenis barang yang sama. Diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) atas 4 PEB milik PT MMS.
- 22-23 Oktober 2025: Dilakukan pemeriksaan bersama antara Satgassus Polri, DJP, DJBC, Laboratorium IPB, dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Jakarta.
- 24 Oktober 2025: Ditemukan tambahan 37 kontainer dengan karakteristik serupa; total menjadi 87 kontainer (7 PEB).
- 27 Oktober 2025: Hasil uji BLBC atas 50 kontainer pertama menunjukkan ketidaksesuaian antara barang fisik dan HS Code pada dokumen ekspor.
- 31 Oktober 2025: Pihak perusahaan dimintai keterangan atas dugaan pelanggaran.
- 3 November 2025: Hasil uji lanjutan BLBC atas 37 kontainer lainnya juga menunjukkan indikasi misclassification.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Purbaya, Menperin & Kapolri Muncul di Tanjung Priok, Bakal Umumkan Ini

2 hours ago
3

















































