Hari Penentuan! Data PDB Dirilis Saat Dolar Ngamuk, Bisa RI Bertahan?

2 hours ago 3
  • Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan kemarin,  IHSG melemah serta rupiah kembali tertekan dari dolar AS
  • Wall Street ambruk berjamaah di tengah kekhawatiran mengenai valuasi saham AI
  • Pelaku pasar kini menanti rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025, lonjakan dolar AS juga mesti diwaspadai

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan domestik ditutup variatif pada perdagangan Selasa (4/11/2025). IHSG yang sehari sebelumnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa kini terkoreksi, sementara rupiah kembali melemah terhadap dolar AS.

Pasar diharapkan tetap bergerak positif pada perdagangan Rabu (5/11/2025) menjelang rilis resmi data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2025 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin ditutup turun 0,40% atau 33,17 poin ke level 8.241,91, setelah sehari sebelumnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di atas 8.275.

Nilai transaksi IHSG tercatat sebeasr Rp19,39 triliun dengan volume 28,52 miliar saham dari 2,34 juta transaksi. Sebanyak 207 saham menguat, 439 melemah, dan 165 stagnan. Kapitalisasi pasar tercatat Rp15.028,25 triliun.

Sementara itu, investor asing tercatat masih melakukan aksi beli dengan total net buy mencapai Rp305 miliar. 

Secara sektoral, pelemahan terbesar terjadi pada sektor properti yang turun 2,01%, disusul bahan baku melemah 1,06%, dan sektor utilitas turun 1,01%.

Di sisi lain, sektor energi justru memimpin penguatan dengan kenaikan 0,96%, diikuti teknologi yang naik 0,71%, dan sektor kesehatan dengan terapresiasi 0,47%.

Dari sisi emiten, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menjadi penopang dikala pelemahan IHSG dengan kontribusi 17,18 indeks poin dan harga sahamnya naik 4,47%. Selain Telkom, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) sebesar 15,42 poin, dan PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC) menyumbang 5,90 indeks poin.

Sementara itu, emiten perbankan plat merah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) justru menjadi penekan terbesar dengan kontribusi 11,60 indeks poin, kemudian diikuti PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dengan kontribusi pelemahan 10,61 indeks poin dan PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE) 5,74 poin.

Beralih ke mata uang, rupiah kembali ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (4/11/2025).

Mengutip data Refinitiv, rupiah terdepresiasi 0,27% dan berakhir di level Rp16.695/US$, melanjutkan pelemahan yang sudah terjadi sejak awal pekan.

Rupiah dibuka turun 0,30% ke posisi Rp16.700/US$, dan sempat menyentuh level terlemah di Rp16.733/US$ sebelum akhirnya menutup perdagangan dengan pelemahan yang sedikit berkurang di akhir sesi.

Tekanan terhadap rupiah sejalan dengan penguatan dolar AS yang masih bertahan dekat level tertingginya dalam tiga bulan terakhir. Penguatan greenback dipicu oleh pandangan yang terpecah di internal The Federal Reserve (The Fed) serta sikap hati-hati pelaku pasar terhadap arah kebijakan suku bunga AS ke depan.

Meskipun The Fed telah memangkas suku bunga acuannya pada pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan bahwa langkah tersebut bisa menjadi pemangkasan terakhir di tahun ini.
Pernyataan tersebut membuat pelaku pasar mengoreksi ekspektasi mereka terhadap siklus pelonggaran moneter The Fed, sehingga dolar AS kembali diburu sebagai safe haven.

Kondisi pasar global juga turut diliputi sentimen risk-off, di tengah absennya sejumlah data ekonomi resmi AS akibat penutupan pemerintahan (government shutdown) yang masih berlangsung.

Selain itu, perbedaan pandangan di antara pejabat The Fed mengenai arah ekonomi AS membuat pelaku pasar semakin berhati-hati, yang pada akhirnya menekan mata uang emerging markets, termasuk rupiah.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terpantau turun 0,44% ke level 6,153%, atau turun 2,7 basis poin (bps). Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menandakan bahwa investor tampak melakukan aksi beli.


Pages

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |