
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Oleh Dr. Bukhari, M.H., CM
Empat pulau kecil di Aceh Singkil Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang akhirnya mendapat kejelasan nasib setelah beberapa minggu “terasing” akibat keputusan administratif yang dikeluarkan Kemendagri. Dalam rapat terbatas yang digelar Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, akhirnya diputuskan bahwa keempat pulau tersebut resmi kembali masuk dalam wilayah Provinsi Aceh.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Peristiwa ini mengundang banyak perhatian. Bukan hanya karena menyangkut soal batas wilayah, melainkan karena ini menyentuh harga diri daerah. Empat pulau ini tidak pernah berniat menjadi provinsi sendiri, apalagi pindah ke Sumatera Utara. Mereka tidak menuntut proyek strategis nasional, apalagi jabatan mentereng. Mereka hanya ingin satu hal: diakui sebagai bagian dari Aceh, sebagaimana adanya sejak dulu.
Ketika Pulau Harus Bicara
Jika pulau bisa bicara, mungkin mereka akan berkata: “Kami tidak ke mana-mana, kami dari dulu di sini”. Cuma Kemendagri yang lupa. Selama ini, empat pulau tersebut wilayah Aceh. Namun entah kenapa, selembar surat bisa menghapus semua itu, seperti delete dokumen di komputer.
Aneh tapi nyata. Untung saja rakyat bersuara, tokoh Aceh bergerak, dan Gubernur Aceh membawa masalah ini ke meja Presiden. Hasilnya? Kemendagri akhirnya paham: pulau bukan titik kosong di peta, tapi rumah bagi sejarah, budaya, dan jiwa.
Rapat yang Mengembalikan Akal Sehat
Langkah Presiden Prabowo menggelar rapat terbatas layak diapresiasi. Ini contoh kepemimpinan yang mendengar. Rapat itu menjadi koreksi nasional, bahwa kebijakan soal batas wilayah tidak bisa disusun di ruang ber AC tanpa tahu kondisi lapangan. Aceh bukan hanya soal hukum syariat, tetapi juga soal hak wilayah yang sah secara sejarah dan hukum.
Namun kita juga perlu ingat, bahwa kasus ini seharusnya tidak terjadi jika para pejabat pusat teliti dan melibatkan daerah sejak awal. Jangan sampai keputusan soal tanah dan laut dibuat seperti menyalin data Excel asal rapi, tapi salah isi.
Kesimpulan
Kini keempat pulau itu telah kembali. Tapi pelajaran pentingnya adalah: kita harus lebih waspada. Jangan biarkan wilayah Aceh kembali “tersesat” karena kelalaian administratif. Batas wilayah bukan sekadar garis, melainkan simbol kedaulatan daerah. Selamat datang kembali ke rumah. Aceh selalu menunggu, tanpa syarat dan tanpa drama.
Penulis adalah Akademisi UIN SUNA Lhokseumawe, Advokat dan Konsultan Hukum di LBH Qadhi Malikul Adil.
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.