LANGSA (Waspada): Tim dosen Universitas Samudra melaksanakan sosialisasi terkait Pemberdayaan Masyarakat Gampong dan Lembaga Adat dalam Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian oleh Anak Berbasis Adat Aceh, di Balai Adat, Desa Kendawi, Kecamatan Dabun Gelang, Kabupaten Gayo Lues.
Tim Dosen PKM Universitas Samudra Diketuai Dr. Liza Agnesta Krisna didampingi anggota Andi Rachmad, kepada Waspada, Kamis (3/7) mengatakan, kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Terintegrasi KKN ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan penguatan bagi masyarakat tiga desa yaitu, Desa Badak, Desa Kendawi dan Desa Uning Sepakat.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Kegiatan ini diikuti para mahasiswa KKN Universitas Samudra Periode II Tahun 2025 dari Kelompok 8 dari desa Badak, kelompok 36 dari Desa Kendawi dan kelompok 118 dari Desa Uning Sepakat.
Turut dihadiri para pengulu desa yaitu, Desa Badak (Ibrahim), Desa Uning Sepakat (Abdul Salam, S.Kom), dan Desa Akul diwakili Sekdes (Alimin, SPd.Gr), ibu-ibu PKK, Ketua Pemuda Desa Kendawi serta sejumlah masyarakat setempat.
Jadi, sambugnya, dalam penyelesaian tindak pidana pencurian oleh anak dengan pendekatan Restoratif Justice, yaitu, pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat, serta perbaikan akibat tindak pidana, bukan semata-mata memberikan hukuman.
“Dalam sistem peradilan pidana anak penyelesaian tindak pidana dengan pendekatan Restoratif Justice dilakukan melalui mekanisme diverisi, dimulai dari tingkat kepolisian, kemudian kejaksaan dan pengadilan,” sebut Liza Agnesta Krisna.
Pada umumnya, tindak pidana yang dilakukan oleh anak bukan didasarkan kepada motif yang jahat, maka anak yang melakukan penyimpangan dari norma-norma sosial, penangannya harus berbeda dari orang dewasa.
Sambungnya, penyelesaian melalui diversi bertujuan: Diversi menghindari proses peradilan yang panjang dan berpotensi memberikan dampak negatif pada anak. Diversi bertujuan agar anak tidak perlu ditahan atau dipenjara, serta terhindar dari stigma negatif yang dapat melekat pada dirinya.
“Diversi melibatkan peran serta masyarakat dalam proses penyelesaian perkara, sehingga tercipta rasa tanggung jawab bersama. Melalui diversi, anak diharapkan dapat belajar bertanggung jawab atas perbuatannya dan memperbaiki kesalahannya,” tukas Liza Agnesta.
Sementara, Andi Rachmad, mengungkapkan, kegiatan ini tidak hanya mempertemukan akademisi, perangkat kampung, masyarakat kampung dan mahasiswa dalam satu diskusi aktif tetapi juga jadi bagian edukasi adat, yakni memperkenalkan, melestarikan, dan memperkuat nilai-nilai budaya Gayo Lues kepada masyarakat, terutama generasi muda, serta memastikan relevansinya dengan nilai-nilai dan tuntutan sosial yang berkembang.
“Penyelesaian sengketa adat menjadi perhatian para akademisi karena dianggap sebagai bagian penting dari sistem hukum yang ada di Indonesia. Akademisi melihat penyelesaian adat sebagai cara untuk menjaga nilai-nilai lokal, menyelesaikan konflik secara damai, dan memperkuat sistem hukum nasional,” urainya.
Dalam hal ini, Universitas Samudra menunjukkan komitmennya untuk terus menghadirkan riset dan pengabdian yang membumi, relevan, serta berdampak luas bagi masyarakat, sekaligus menjadi bagian dari upaya kolektif membangun keadaran penyelesaian konflik berbasis adat.
Pengulu Uning Sepakat, Abdul Salam menyampaikan, di Gayo Lues pencurian yang terjadi umumnya bersifat ringan seperti pencurian bebek, ayam, ikan, atau buah, yang hampir seluruhnya diselesaikan secara damai.
“Kami berpedoman pada Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, yang memuat 18 jenis perkara yang bisa diselesaikan secara adat di tingkat gampong,” jelasnya.
Sementara itu, Alimin, Sekdes Desa Akul, menjelaskan tahapan penyelesaian adat dimulai dari tingkat keluarga yang difasilitasi oleh urang tue kampung.
“Jika tidak berhasil, baru dilanjutkan ke dusun, dan terakhir ke pengulu dengan melibatkan berbagai unsur seperti mukim, sekretaris desa, tokoh adat, dan ulama, cendekiawan dan tokoh adat lainnya di mukim yang bersangkutan, sesuai dengan kebutuhan,” paparnya
Senada juga disampaikan Pak Ibrahim, Pengulu Desa Badak, turut menambahkan bahwa perkara jarang sampai ke tingkat pengulu karena karakter masyarakat Gayo Lues yang menjunjung tinggi kekerabatan yang disebut sirine, yakni hubungan kekerabatan laki-laki dalam garis keturunan ayah (patrilineal) di masyarakat Gayo. (b24)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.