Dirut PT DJ Alur Jambu Dilaporkan Ke Bupati Aceh Tamiang

1 month ago 17

KUALASIMPANG (Waspada.id): Dua praktisi hukum, Viksi Umar Hajir Nasution, SH, MH dan Rahmi Aceh, SH melaporkan Direktur PT. DJ Alur Jambu kepada Bupati Aceh Tamiang, Kamis (14/8).

“Ya sudah kami layangkan surat resmi kepada Bupati Aceh Tamiang ,”ungkap praktisi Hukum dari Kantor Advokat Viski Nasution & Partners, Viksi Umar Hajir Nasution, SH, MH dan Rahmi, SH kepada Waspada.id, Kamis (14/8) sore.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Menurut Viski Umar Hajir, selain melaporkan kepada Bupati Aceh Tamiang, Irjen Pol (Purn) Drs. Armia Pahmi, SH, MH, surat tembusannya juga disampaikan kepada Presiden RI, Ketua KPK, Jaksa Agung, Jaksa Muda Pengawas, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Direktur Eksiminasi dan Eksekusi pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Ketua BPK RI, Kementerian Dalam Negeri, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan RI, Kepala Satgas PKH di Jakarta, Ketua BPKP Aceh, Ketua Pengadilan Negeri Kualasimpang dan pihak lainnya .

“Kami minta penjelasan terkait kasus PT.DJ ,”ujar Viski.

Menurut Viski, status hukum lahan yang disita tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Kejati Aceh Nomor: PRINT-34/L.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023, dan Penetapan Pengadilan Negeri Kuala Simpang Nomor: 351/Penpid.B-SITA/2023/PN Ksp tanggal 27 Juni 2023, maka lahan seluas ±877 hektare milik PT DJ Alur Meranti dan PT DJ Alur Jambu sah secara hukum telah disita sebagai barang bukti dalam perkara pidana korupsi.

‎Viski menegaskan, dengan status hukum disita, maka seluruh kegiatan atas objek tersebut tunduk dan berada di bawah penguasaan negara, yang dikelola oleh Kejaksaan sebagai eksekutor penetapan pengadilan.

‎Viski menegaskan, dugaan bahwa PT DJ Alur Meranti, dan PT. DJ Alur Jambu yang merupakan pihak yang sedang berperkara masih mengelola lahan yang telah disita, melanggar asas penguasaan negara terhadap barang bukti.

‎”Jika tidak ada penetapan resmi untuk menunjuk PT DJ Alur Meranti, dan PT DJ Alur Jambu sebagai pengelola sementara dan pihak Kejaksaan yang seharusnya menolak pihak perusahaan mengelola barang bukti yang merupakan asset negara karena merupakan tersangka terkait kasus dugaan Tipikor tersebut, maka aktivitas ini dapat dikategorikan sebagai: Obstruction of justice atau menghalangi proses hukum), ‎Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang merugikan keuangan negara, Pelanggaran terhadap penetapan Pengadilan,” paparnya.

‎Praktisi hukum itu juga menyatakan jika hal itu terjadi, tentu saja berpotensi sanksi hukum, Sanksi pidana tambahan bagi tersangka/perusahaan. Jika terbukti bahwa pengelolaan dilakukan oleh pihak yang telah disita asetnya, maka Jaksa dapat menambahkan unsur perbuatan melawan hukum lanjutan atau tindak pidana baru, yakni: Penggelapan aset dalam proses hukum (Pasal 231 KUHP) ‎Perintangan proses peradilan (Pasal 21 UU Tipikor), Tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika ada indikasi bahwa hasil panen disamarkan atau digunakan untuk menutupi sumber keuangan .

‎Menurut Viski, Pertanggungjawaban Jaksa atau Aparat Penegak Hukum, Jika kejaksaan diketahui lalai, membiarkan, atau dengan sengaja tidak menegakkan status sita, maka tindakan tersebut dapat diperiksa oleh: Jamwas Kejaksaan Agung RI, ‎Ombudsman RI (maladministrasi), ‎Komisi Kejaksaan, Aparat yang terbukti lalai atau bekerja di luar prosedur bisa dikenai sanksi etik, administratif, atau bahkan pidana ,ada diatur pada Pasal 421 KUHP terkait penyalahgunaan wewenang oleh pejabat atau a buse of power.

‎Viski menyatakan, kesimpulannya jika benar, pengelolaan lahan sawit tersebut yang telah disita oleh Kejaksaan dan ditetapkan oleh Pengadilan, namun masih dikuasai dan dikelola oleh PT DJ Alur Meranti, dan PT DJ Alur Jambu, maka diduga melanggar ketentuan hukum pidana dan perdata yang berlaku. Kejaksaan sebagai pemegang amanah pengelolaan aset negara wajib segera menertibkan dan menyerahkan kepada pihak yang sah, serta menghentikan segala aktivitas yang dilakukan.

“Mengingat bahwa salah satu terpidana adalah petinggi perusahaan. Apabila benar pengelolaan tersebut masih dikelola perusahaan, maka ada indikasi (Mens Rea) dalam pengelolaan tersebut untuk mengambil sebanyak-banyaknya keuntungan kelurga terpidana.

Viski menyebutkan, niat jahat harus diwujudkan dalam perbuatan nyata dalam hukum.Tanpa adanya perbuatan nyata perbuatan yang melawan hukum (Actus Reus) saja tidak cukup untuk menjerat sesorang dalam hukum pidana.

Praktisi hukum itu juga dalam suratnya menyatakan sudah ada keputusan kasasi dari Mahkamah Agung RI yang mengabulkan memori kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dan membatakan keputusan Pengadilan negeri Tipikor Banda Aceh.Maka lahan di Alur Meranti dan Alur Jambu tersebut harus dieksekusi sesuai keputusan kasasi dari Mahkamah Agung RI.

“Karena itu kami meminta untuk segera dilakukan penindakan terkait hal tersebut agar tidak terjadi komflik sosial yang ada. Kasus ini perlu diusut sampai tuntas demi tegaknya supremasi hukum di Aceh Tamiang,” tegasnya.

Bupati Aceh Tamiang, Armia Pahmi ketika dikomfirmasi Waspada.id, Jumat (15/8) sore seusai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRK Aceh Tamiang, membenarkan adanya surat tersebut dan sudah diterima pihaknya.

“Ya memang ada surat dari advokat itu, kami sedang menelaah surat tersebut,”,ujarnya.

Selain itu, imbuh Armia, pihaknya juga sudah menerima surat eksekusi dan penyerahan asset dari Kejari Aceh Tamiang sebagai Jaksa Eksekutor terhadap lahan PT DJ Alur Jambu.

“Sedang kami dalami dan telaah surat dari Kejari Aceh Tamiang, nanti kita upayakan BUMD untuk mengelola lahan tersebut,” tegas Armia.

Direktur PT DJ Alur Jambu, TD ketika dikonfirmasi Waspada.id melalui telepon, Jumat (15/8) sore, membantah dirinya sebagai Direktur Utama PT DJ Alur Jambu.

“Saya bukan direktur utama, tetapi saya wakil direktur. Direktur Utama HTY,” kilahnya.

TD juga mengatakan, ketika barang bukti lahan disita negara pada tahun 2023, ada dibuat KSO antara PT DJ Alur Jambu bersama PTPN VI Langsa untuk mengelola lahan PT DJ Alur Jambu .

“Ada suratnya, kami yang mengelola lahan dan kebun kelapa sawit, ada KSO nya,” tegas TD.

Namun ketika Waspada.id meminta TD untuk menunjukan surat tersebut, TD menyatakan surat itu tidak ada pada dirinya. “ Suratnya ada di Kejati Aceh,” ujarnya.

TD juga mengatakan, hasil penjualan buah kelapa sawit dari lahan kebun PT DJ Alur Jambu yang disita sebagai barang bukti, ada dibuat rekening bersama antara PT DJ Alur Jambu dengan PTPN VI Langsa untuk menyetor hasil penjualan buah kelapa sawit. ”Tetapi saya tidak tau nomor rekeningnya karena rekeningnya dipegang Kejati Aceh,” tegas TD.

Humas PTPN Regional IV, M. Febriansyah ketika dikonfirmasi Waspada.id melalui telepon, Jumat (15/8) sore, mengatakan tidak ada dibuat Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT DJ Alur Jambu dengan PTPN VI Langsa.

“Kami hanya dititipkan untuk mengawasi barang bukti oleh Kejati Aceh yang sudah disita negara,” ungkapnya.

Meskipun begitu, Febriansyah mengakui memang ada dibuat rekening bersama antara PT,DJ Alur Jambu dan PTPN VI. ”Tetapi PTPN tidak bisa mencairkan uang hasil setoran penjualan buah kelapa sawit PT,DJ Alur Jambu. Secara persisnya saya juga tidak ingat kapan rekening bersama itu dibuat dan saya juga secara detail tidak mengetahui apakah rekening bersama itu dibuat oleh Kejati Aceh atau Kejari Aceh Tamiang,” pungkas Febriansyah. (id.93)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |