Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan strategi energi nasional sebagai upaya memenuhi target ketahanan dan swasembada energi.
Dalam paparannya di forum Sarasehan 100 Ekonom Indonesia CNBC Indonesia dan INDEF, terungkap dua sisi "mata uang" terkait isu energi dan hilirisasi, yaitu data resmi yang menunjukkan kemajuan, namun di sisi lain realitas lapangan menunjukkan akses energi dan penikmat hilirisasi masih belum adil dan merata, serta penuh tantangan.
Pesan utamanya jelas, yaitu kedaulatan energi dan hilirisasi industri adalah harga mati. Begitu juga dengan transisi ke Energi Baru Terbarukan (EBT), merupakan sebuah keharusan. Namun, dia menegaskan, transisi ke energi baru terbarukan ini baru bisa direalisasikan bila harganya terjangkau, dan tidak membebani negara, meskipun ada tekanan global.
Berikut adalah strategi dan capaian sektor ESDM di bawah komando Bahlil Lahadalia, berdasarkan data presentasi resmi dan pernyataannya pada acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia CNBC Indonesia, Selasa (28/10/2025).
Membalikkan 'Kutukan' Lifting Minyak
Masalah paling mendesak yang diakui Bahlil adalah anjloknya produksi minyak mentah. Ia melukiskan gambaran suram, membandingkan era emas pada 1997 saat Indonesia memproduksi minyak 1,6 juta barel per hari (bph) dan hanya mengonsumsi 600 ribu bph. Sementara nyaris 3 dekade setelahnya, ketika awal dia menjabat sebagai Menteri ESDM di Oktober 2024, lifting minyak "hanya" mencapai 580 ribu bph, sedangkan konsumsi melonjak menjadi 1,5-1,6 juta bph.
Untuk membalikkan tren penurunan ini, menurutnya pihaknya telah berhasil menaikkan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional.
"Kita kerja keras, incline 10% kita naikkan. Alhamdulillah, target 605 ribu barrels per day, sekarang sudah bisa tercapai," ujar Bahlil dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025)
Data resmi ESDM mendukung pernyataan tersebut. Data Kementerian ESDM mencatat produksi minyak bumi periode Januari-September 2025 naik 4,79% menjadi 604,7 ribu bph, dengan target 610 ribu bph pada 2026.
Strategi untuk mencapai ini bertumpu pada tiga pilar agresif:
-
Optimalisasi Sumur Tua: Menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan mereaktivasi 4.495 sumur idle (nganggur).
-
"Memaksa" Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S): Bahlil secara terbuka menyatakan ia meminta K3S yang sudah memiliki Rencana Pengembangan atau PoD (Plan of Development) namun tidak kunjung dieksekusi untuk segera mengeksekusi komitmen mereka tersebut.
-
Eksplorasi Besar-besaran: Mendorong penawaran 75 blok migas dan memulai eksplorasi masif yang menurutnya kini mulai berjalan.
Hilirisasi, Anak Emas yang Ternyata Belum Adil
Hilirisasi adalah program andalan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Program ini tak lain untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, dan memicu munculnya industrialisasi.
Hilirisasi nikel misalnya, sejak adanya kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak awal 2020, nilai ekspor logam nikel RI "meledak" hingga 10 kali lipat, dari hanya US$ 3,3 miliar pada 2017 menjadi US$ 33,9 miliar pada 2024.
Peta jalan hilirisasi yang lebih luas pun telah dibuat. Pra kajian kelayakan atau pra Feasibility Study (Pra-FS) 18 proyek hilirisasi telah diserahkan Ketua Tim Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional yang juga dijabat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia kepada CEO Danantara Rosan Roeslani pada Juli 2025 lalu. Tidak hanya mencakup komoditas tambang mineral dan batu bara, ke-18 proyek hilirisasi tersebut juga terkait komoditas perkebunan dan kelautan.
Megaproyek hilirisasi ini diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$ 38,63 miliar atau setara dengan Rp 618,13 triliun, dengan potensi penyerapan lapangan kerja mencapai 276.636 lapangan kerja langsung dan tidak langsung.
Namun, di forum yang sama, Bahlil terang-terangan membeberkan tantangan yang masih di hadapi pada program andalannya itu.
"Hilirisasi dalam pandangan saya belum adil... bukan by design," ungkapnya.
Ia mengidentifikasi dua "dosa" utama hilirisasi di masa lalu:
1. Konsesi yang Tidak Adil: Bahlil mengkritik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang "dulu lewat tender dan yang dapat itu-lagi-itu-lagi dan sebagian besar kantornya di Jakarta". Menurutnya, hal ini tidak adil bagi daerah.
2. Absennya Pembiayaan Perbankan Domestik: Ia menyentil keras perbankan nasional. "Mohon maaf saya kasih masukan, perbankan mana yang biayai hilirisasi? Bank yang biayai kredit semuanya dari luar," tegasnya.
Sebagai solusi, ia kini mendorong IUP untuk diberikan kepada BUMD dan pengusaha daerah. Untuk pembiayaan, menurutnya Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan mendanai 18 proyek hilirisasi tersebut, sehingga nilai tambah tetap berada di dalam negeri.
Perang Substitusi Impor (LPG, Bensin, Solar)
Beban impor energi adalah momok kedua setelah lifting. Bahlil mengungkap data yang mengagetkan yaitu konsumsi LPG nasional telah mencapai 8,5 juta ton per tahun, sementara produksi domestik hanya 1,3 juta ton. Solusi satu-satunya, menurut dia, adalah hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).
Di sisi bahan bakar cair, program mandatori biodiesel (B40) disebut mampu menghemat 4,9 juta ton BBM Solar per tahun. Kini, ia membidik pengurangan impor bensin dengan mendorong program etanol (E10-E20) dari jagung, tebu, singkong, maupun sorgum.
Foto: Bahlil Tegas Sebut Tidak Benar Etanol 10% di Bensin Tidak Bagus (CNBC Indonesia TV)
Bahlil Tegas Sebut Tidak Benar Etanol 10% di Bensin Tidak Bagus (CNBC Indonesia TV)
Realitas Energi Baru dan Terbarukan Saat Ini
Inilah bagian di mana visi di presentasi dan realitas paling kontras.
Data resmi ESDM memaparkan visi NZE2060 yang sangat ambisius. RUPTL 2025-2034 disebut sebagai "Greenest RUPTL" yang menargetkan penambahan 42,6 GW pembangkit listrik berbasis EBT. Program raksasa PLTS 100 GW dicanangkan, didukung potensi surya 3.294 GW yang baru dimanfaatkan 0,4%.
Namun, Bahlil Lahadalia memberikan "catatan kaki" yang sangat tebal untuk semua rencana itu. Ia secara terbuka menyatakan keengganan untuk mengikuti agenda global jika merugikan kepentingan nasional dan tidak ada dukungan nyata dari global.
"Ini (EBT) butuh diskusi karena cost tinggi. Jangan asik nari di gendang orang," ujarnya.
Ia menuding negara-negara G7 yang mendorong Paris Agreement, namun malah "keluar" (dari komitmen Paris Agreement) karena biayanya tinggi. Bahlil bahkan menyindir hipokrisi negara maju soal deforestasi. Ia mempertanyakan, ketika negara-negara maju menebang hutan mereka di era 1950-60an, tidak ada yang melarang, giliran negara berkembang kini baru melakukannya sekarang, ramai-ramai dunia menentangnya.
Oleh karena itu, strategi EBT Indonesia di bawah Bahlil adalah pragmatisme murni yaitu EBT akan didorong jika harganya ekonomis. Ia menetapkan patokan alias benchmark baru.
"Tim saya udah balik dari India, di sana ada US$ 3 sen per kWh (untuk solar panel). Kalau ini ekonomis, maka sebagian besar kita dorong pakai solar panel," katanya.
Ia menyebut program PLTS 80-100 GW akan dieksekusi jika harga ekonomis dan terjangkau itu benar tercapai. Ini adalah sinyal jelas bahwa keekonomian, bukan tekanan global, yang akan menjadi pemicu utama transisi energi di Indonesia.
Kinerja Finansial dan PR Komunikasi
Di tengah kompleksitas tersebut, Bahlil menyebut kinerja kementeriannya tetap solid. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ESDM hingga Semester I 2025 telah mencapai Rp 183,3 triliun, atau 71,9% dari target. Bahkan, ia menyebut pencapaian PNBP hingga Oktober "di luar kelaziman", karena sudah melampaui target. Investasi juga naik 8,5% (YoY) per Agustus 2025 menjadi US$ 17,20 miliar.
Menanggapi kritik soal persepsi publik, ia mengakui ada kesenjangan komunikasi. Ia mencontohkan program elektrifikasi 5.700 desa yang belum teraliri listrik, yang di dalam presentasi disebut program "Merdeka dari Kegelapan", yang menurutnya tidak pernah viral.
Pada akhirnya, strategi Bahlil adalah cerminan dari kebijakan energi yang berfokus ke dalam: mengamankan pasokan energi, memaksa hilirisasi domestik, dan mengadopsi EBT dengan syarat tidak "membebani negara".
-
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)

3 hours ago
5

















































