Jakarta, CNBC Indonesia - Cahaya misterius yang muncul di permukaan bulan sejak ratusan tahun lalu sudah lama menyita perhatian para ilmuwan. Fenomena ini dikenal sebagai transient lunar phenomenon (TLP), yaitu perubahan singkat pada tampilan sebagian permukaan bulan yang bisa berlangsung dari milidetik hingga berjam-jam.
Catatan pertama tentang fenomena ini berasal dari astronom William Herschel pada malam 19 April 1787. Ia mengamati cahaya terang selama beberapa jam di area bulan yang gelap, seterang Nebula Orion. Peristiwa tersebut diyakini sebagai salah satu TLP pertama yang tercatat dalam sejarah.
TLP sering kali muncul dalam bentuk kilatan cahaya, bercak kemerahan atau ungu, hingga titik-titik kabur di permukaan bulan. Selama dua ribu tahun terakhir, lebih dari 3.000 TLP telah terdokumentasi oleh para pengamat di seluruh dunia, baik menggunakan teleskop, kamera, maupun pengamatan langsung.
Meski sudah lama menjadi misteri, penyebab pasti TLP belum dapat dipastikan. Para ilmuwan menjelaskan bahwa durasi cahaya dapat memberikan petunjuk mengenai sumbernya.
Menurut Masahisa Yanagisawa, profesor emeritus di University of Electro-Communications, Jepang, kilatan yang hanya berlangsung kurang dari satu menit biasanya disebabkan oleh tumbukan meteoroid di permukaan bulan. Tumbukan batuan luar angkasa seberat sekitar 0,2 kilogram dapat menimbulkan lunar impact flash (LIF), yaitu cahaya singkat akibat batuan yang memanas saat tertabrak.
Fenomena ini baru dapat dipastikan pada 1990-an, setelah teknologi kamera berkecepatan tinggi memungkinkan pengamatan secara akurat. Sejak itu, ratusan LIF telah teridentifikasi oleh berbagai lembaga, termasuk program NELIOTA (Near-Earth Object Lunar Impacts and Optical Transients) yang didanai Badan Antariksa Eropa (ESA).
Dalam sembilan tahun terakhir, proyek tersebut telah merekam 193 kilatan di permukaan bulan, dengan sebagian besar terjadi di wilayah Oceanus Procellarum, area yang diduga masih aktif secara tektonik.
Namun, peneliti utama NELIOTA, Alexios Liakos dari National Observatory of Athens, menilai pola tersebut belum tentu menggambarkan kondisi sebenarnya. "Bulan kemungkinan besar dihantam meteoroid secara merata di seluruh permukaannya," kata Liakos dalam keterangan tertulis yang dikutip Live Science, Senin (27/10/2025).
Selain akibat tumbukan, TLP yang berlangsung beberapa menit juga diduga disebabkan oleh pelepasan gas radon dari dalam bulan. Studi di The Astrophysical Journal tahun 2008 dan 2009 menyebutkan bahwa gas yang terperangkap di bawah permukaan bisa meledak akibat "moonquake" atau gempa bulan, lalu menghasilkan cahaya saat radon yang bersifat radioaktif meluruh.
Namun, beberapa fenomena yang lebih lama, seperti yang disaksikan Herschel, bisa berlangsung hingga berjam-jam. Studi tahun 2012 menyebutkan, angin matahari yang mengionisasi debu bulan bisa menimbulkan awan besar setinggi 100 kilometer. Awan ini memantulkan cahaya dari bintang atau objek terang lain di dekat bulan, sehingga tampak seperti sumber cahaya dari permukaan.
Meski begitu, tidak semua peneliti sepakat tentang keberadaan TLP berdurasi panjang. Liakos, misalnya, meragukan keberadaan TLP berdurasi panjang. "Satu-satunya peristiwa yang agak lama yang pernah saya lihat hanyalah satelit yang melintas di depan cakram bulan," ujarnya, menambahkan bahwa sejak 2017 ia belum pernah melihat TLP yang bertahan lama di sisi malam bulan.
Hingga kini, para peneliti masih terus memantau fenomena ini untuk mencari tahu penyebab pastinya. Satu hal yang pasti, jika suatu malam terlihat cahaya misterius di permukaan bulan, bisa jadi itu bukan sekadar ilusi optik, melainkan fenomena alam langka yang masih menyimpan misteri besar bagi sains modern.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trump Tendang Ilmuwan AS, Jepang Mau Tampung Siapkan Rp 11 Triliun

10 hours ago
2

















































