Oleh Prof. Dr. Hj. Nurhayati, MAg dan Prof. Dr. Muhammad Syukri Albani Nasution, MA
Perguruan tinggi keagamaan Islam negeri atau ptkin diberi tanggung jawab yang besar untuk menguatkan peran bukan hanya sekedar peran pendidikan tapi juga peran dakwah profesional karena di pundak ptkin khususnya menjadi cermin besar betapa harapan masyarakat harus terjawab lewat peran-peran tersebut.
Civitas akademika UIN SU dosen, mahasiswa, hingga seluruh tenaga pendukung tidak cukup menjadi akademisi yang terkungkung di balik dinding kelas.
Mereka dituntut menjadi teladan di masyarakat. Seorang dosen, misalnya, bukan hanya pengajar yang menyampaikan teori, melainkan sosok yang tampil seperti malaikat penuh integritas, berhati-hati agar tidak tergelincir oleh kesalahan, karena citra kampus melekat di pundaknya.
Seperti kain putih yang begitu bersih, setetes noda kecil bisa mengubah wajah institusi di mata masyarakat. Karena itu, menjaga nama baik UIN SU adalah tanggung jawab kolektif.
Namun, menjaga citra bukan hanya soal penampilan luar. Dasarnya adalah niat yang tulus lillahi ta‘ala. Bila niat benar-benar ikhlas, maka Allah akan selalu mendampingi setiap langkah. Inilah yang menjadi fondasi loncatan besar UIN SU dalam periode sekarang lompatan yang diharapkan menjadikan kampus ini sebagai mercusuar ilmu, cahaya yang memberi arah di tengah gelapnya zaman.
UIN SU juga ditantang untuk menghidupkan kembali tradisi keilmuan yang sempat menjadi kebanggaan peradaban Islam. Ibnu Khaldun pernah mengingatkan bahwa sejarah adalah guru terbaik.
Dari sejarah kita tahu bahwa ada generasi penikmat, generasi perintis, dan generasi pembangun. Kini, civitas UIN SU harus belajar menjadi generasi pembangun—yang tidak hanya menikmati fasilitas, tetapi berani merintis gagasan dan membangun peradaban baru.
Untuk mewujudkan itu, ada syarat yang tak bisa ditawar yaitu ekonomi yang kuat. Sejarah membuktikan, hanya negara dengan pondasi ekonomi kokoh yang mampu melahirkan ilmuwan besar.
Dan di Indonesia, Sumatera terutama Medan harus bisa tampil sebagai episentrum keilmuan. UIN SU punya peluang besar untuk menjadi titik pusat kebangkitan itu.
Tetapi semua itu hanya mungkin jika UIN SU ingin. UIN bukan hanya lembaga akademik murni, melainkan lembaga dakwah profesional.
Masyarakat menunggu peran UIN SU sebagai sang pencerah, yang tidak hanya mencetak lulusan cerdas, tapi juga figur teladan. Ekspektasi itu jelas UIN SU diharapkan melahirkan tokoh-tokoh sang pencerah, yang mampu menuntun bangsa Indonesia.
Pelajaran penting lainnya adalah kekuatan kebersamaan. The power of we, bukan the power of I. Keberkahan berjamaah jauh lebih besar daripada usaha individu.
Al-quwwah bil jamaah, kekuatan bersama, adalah jalan menuju keberhasilan. Sejarah membuktikan, di abad ke-12 dunia Islam melahirkan keilmuan yang integratif: seorang ilmuwan sekaligus praktisi, seorang saintis sekaligus filsuf.
Dari rahim tradisi itu lahir tokoh-tokoh besar.Setiap pencapaian bukanlah sekadar angka di atas kertas atau deretan piagam di dinding fakultas, Ia juga bukan semata piala yang berkilau dalam lemari kaca. Lebih dalam dari itu, setiap prestasi adalah pantulan dari semangat “Iqra’” yang diwariskan sejak turunnya wahyu pertama.
“Iqra’” bukan sekadar membaca teks. Ia berarti membaca kehidupan, membaca fenomena, membaca manusia, dan membaca alam semesta. Ketika civitas akademika meneliti, mereka sedang membaca tanda-tanda zaman.
Ketika menulis, mereka sedang menyulam jejak pemikiran yang akan diwariskan. Dan ketika mengamalkan, mereka sedang menjelmakan ilmu menjadi cahaya nyata di tengah masyarakat.
Karena itu setiap capaian UIN SU sekecil apa pun, adalah simbol bahwa ruh wahyu pertama masih berdenyut di kampus ini. Ada kebanggaan, tapi juga ada tanggung jawab bahwa ilmu tidak boleh berhenti di ruang kelas. Ia harus menjelma menjadi amal, menjadi solusi, dan menjadi inspirasi.
Namun, prestasi hanyalah satu sisi dari perjalanan panjang sebuah universitas. UIN Sumatera Utara tidak cukup hanya dikenal dengan deretan penghargaan; yang lebih penting adalah bagaimana prestasi itu melahirkan manusia-manusia yang teladan.
Teladan Dalam Akal
Seorang mahasiswa yang tak hanya rajin membaca buku di perpustakaan, tapi juga mampu menerjemahkan pengetahuannya menjadi karya nyata: penelitian yang menyentuh persoalan sosial, gagasan yang menjawab kebutuhan zaman, atau inovasi sederhana yang meringankan beban masyarakat.
Akal yang cerdas bukan sekadar untuk berdebat atau menulis jurnal, tetapi untuk menghidupkan kampus, menghidupkan bangsa, bahkan menghidupkan dunia dengan cahaya pengetahuan.
Teladan Dalam Hati
Ilmu tanpa akhlak ibarat cahaya tanpa arah. Harapan terbesar bagi UIN SU adalah melahirkan civitas yang berhati bening, yang menempatkan ilmu bukan sebagai simbol status, melainkan sebagai cahaya yang membimbing perilaku.
Seorang dosen yang menyapa mahasiswanya dengan senyum tulus, seorang mahasiswa yang membantu temannya tanpa pamrih, atau seorang peneliti yang tetap rendah hati meski karyanya diakui dunia semua itu adalah wujud nyata bahwa hati yang berilmu selalu melahirkan kebaikan.
Teladan Dalam Aksi
Ilmu yang berhenti di kelas hanyalah wacana. Karena itu, UIN SU diharapkan melahirkan civitas yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga berani turun tangan.
Masyarakat tidak butuh penonton, mereka butuh penggerak. Bayangkan mahasiswa yang mengajar anak-anak di pelosok desa, dosen yang mendampingi petani dengan teknologi sederhana, atau alumni yang hadir di tengah masyarakat sebagai teladan integritas. Itulah aksi nyata: menjadikan ilmu sebagai amal, bukan sekadar wacana.
Pada akhirnya, civitas teladan bukanlah gelar yang disematkan, melainkan jalan hidup yang dipilih. Jalan hidup untuk terus belajar dengan akal, menjaga kejernihan hati, dan bergerak dengan aksi nyata.
Dari sinilah harapan UIN Sumatera Utara bermula menjadi rumah yang melahirkan generasi yang tak hanya berprestasi, tapi juga menjadi pelita bagi masyarakat.
Seluruh rangkaian dari tulisan ini adalah bagian dari pengejawantahan materi pak menteri agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar M.A. pada acara pembinaan ASN di UIN Sumatera Utara Medan. (Prof. Dr. Hj. Nurhayati, MAg Rektor UINSU dan Prof. Dr. Muhammad Syukri Albani Nasution, MA adalah Dekan FEBI UINSU)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.