Tekan Prevalensi Penyakit Kronis, Prodia Gelar Seminar Dokter Nasional

1 month ago 22

MEDAN (Waspada): Prodia sebagai penyedia layanan laboratorium klinik terkemuka di Indonesia menggelar Roadshow Seminar Dokter Nasional 2025 di 11 kota besar di Indonesia.

Mengusung tema “Breaking Barriers, Building Health: The Science of
Chronic Disease”, seminar ini bertujuan untuk memberikan wawasan terkini kepada para klinisi mengenai manajemen penyakit kronis, seperti obesitas, gangguan ginjal, gangguan jantung, hipertensi serta diabetes melitus.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Kali ini Kota Medan menjadi tuan rumah ke-6 dari seminar nasional, diisi oleh pemateri handal di bidangnya, dr . T. Bob Haykal, M.Ked (Cardio), Sp.JP(K) sebagai moderator, serta Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, Sp. PD-KEMD, FINASIM, FACE, dr. Anggia Chairuddin Lubis, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) dan Matthew Justyn, S.Si, M.Farm (Klin).

Pada giat itu disebutkan bahwa data menunjukkan prevalensi Hipertensi diperkirakan meningkat hingga 29% dari populasi dewasa global pada tahun 2025.

Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko utama yang berkontribusi pada kerusakan organ vital, seperti otak, jantung, ginjal, retina, pembuluh darah besar (aorta), dan pembuluh darah perifer.

Sementara itu, Diabetes Mellitus juga menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Prevalensi Diabetes di tahun 2024 diperkirakan Indonesia memiliki lebih dari 20 juta penderita Diabetes Mellitus yang menjadikan Indonesia termasuk dalam lima besar dunia dengan jumlah kasus diabetes tertinggi di dunia.

Penyakit ini sering kali dikaitkan dengan Hipertensi, yang meningkatkan risiko stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.

“Penyakit kronis merupakan salah satu tantangan terbesar dalam dunia kesehatan saat ini. Oleh karena itu, kami di Prodia berkomitmen untuk memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemahaman dokter dan para tenaga medis mengenai pentingnya skrining, deteksi dini, pengelolaan, dan pemantauan penyakit kronis secara holistik,” ujar Matthew Justyn, Routine Product Manager Prodia pada konprensi pers yang digelar di Hotel Adimulia Medan pada Sabtu (19/7).

Dipaparkan pula bahwa berdasarkan data WHO, lebih dari 17 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit jantung.

Faktor gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, pola makan yang tidak seimbang, dan kurangnya aktivitas fisik, menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi penyakit jantung di Indonesia.

Oleh sebab itu, edukasi kepada tenaga medis dan masyarakat menjadi
aspek krusial dalam pencegahan dan penanganan penyakit ini. Melalui seminar nasional ini, Prodia menghadirkan berbagai pakar di bidang kesehatan untuk membahas perkembangan terkini dalam manajemen penyakit kronis.

Hadir dr. Anggia Chairuddin Lubis, M.Ked(Cardio), Sp.JP(K) yang menyampaikan bahwa generasi ini kini tak hanya dikenal aktif dan kreatif, tapi juga tengah menciptakan tren baru dalam dunia kebugaran.

“Gen Z itu unik. Mereka tidak sekadar mengikuti tren, tapi juga menciptakan gaya baru dalam berolahraga,” ujar dr. Anggia.

Ia menyebut, gaya hidup sehat kini menjadi bagian dari identitas sosial anak muda, yang dipicu oleh fenomena Fear of Missing Out (FOMO) di berbagai platform digital.

FOMO, menurutnya, mendorong banyak anak muda untuk aktif mengikuti tren olahraga yang sedang naik daun, mulai dari yoga, pilates, hingga komunitas lari pagi yang eksis di media sosial.

“Sekarang olahraga bukan cuma soal kesehatan, tapi juga soal citra diri. Banyak anak muda merasa harus ikut supaya tidak dianggap ketinggalan zaman,” jelasnya.

Meski demikian, dr. Anggia menilai fenomena ini memiliki dua sisi. Di satu sisi, meningkatnya kesadaran akan pentingnya kebugaran fisik patut diapresiasi. Gen Z menjadi lebih aktif, mencoba beragam olahraga, hingga membentuk komunitas yang mendukung satu sama lain dalam menjalani pola hidup sehat.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa tekanan sosial yang berlebihan dapat membawa dampak negatif, terutama jika motivasi berolahraga hanya sekadar mengejar eksistensi atau pengakuan sosial.

“Jika motivasinya lebih karena tekanan sosial daripada kebutuhan pribadi, justru bisa berdampak buruk, baik secara mental maupun fisik. Olahraga seharusnya menjadi kebutuhan, bukan kewajiban karena takut ketinggalan tren,” tegasnya.

Fenomena ini, kata dr. Anggia, menjadi refleksi penting bagi dunia kesehatan dan pendidikan untuk terus mengedukasi generasi muda agar tetap kritis dan seimbang dalam menjalani gaya hidup sehat—tanpa harus terjebak dalam standar sosial yang tidak realistis.

Sementara itu, seminar ini juga dihadirkan sebagai wadah diskusi bagi para dokter dalam menghadapi tantangan di lapangan serta serta memberikan wawasan baru mengenai inovasi dalam pemeriksaan laboratorium untuk deteksi dini, penanganan, serta pemantauan penyakit kronis secara personal dan holistik.(cbud)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |