Penrad Siagian Ungkap Kesalahan Negara Sejak Awal Kemerdekaan Soal Tanah Eks Belanda

3 hours ago 3

MEDAN (Waspada.id): Anggota DPD RI Pdt. Penrad Siagian menemui masyarakat Samosir pengguna dan pengelola tanah eks Belanda atau Gemeente di Sekretariat Forum Komunikasi Masyarakat Tanah Eks Penguasaan Belanda Kecamatan Pangururan, Sabtu, 18 Oktober 2025.

Turut hadir Ketua Umum Forum Komunikasi Masyarakat Tanah Eks Penguasaan Belanda Kecamatan Pangururan, Obin Naibaho, beserta puluhan masyarakat pengguna tanah gemeente.

Johnson Naibaho, warga Kelurahan Pasar Pangururan, menyampaikan apresiasi atas kehadiran Penrad Siagian.

“Terima kasih kepada Pdt. Penrad Siagian, sebagai perpanjangan tangan kami di pusat, sudah hadir dalam pertemuan ini. Kalau saya jalani semua dan tanya prosesnya semua, sangat rumit,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima di Medan, Minggu (19/10).

Johnson mengungkapkan keraguan terhadap keseriusan Pemerintah Kabupaten Samosir dalam menyelesaikan masalah ini.

“Kami yakin dan percaya, Pemerintah Kabupaten Samosir sangat sulit memberikan ini kepada masyarakat. Harapan kami, bapak sebagai anggota DPD RI, bisa membantu kami,” katanya.

Ia meminta solusi kepada Senator asal Sumatra Utara (Sumut) Penrad Siagian, agar tanah gemeente dapat menjadi milik sah masyarakat.

“Harapan kami seluruh masyarakat khususnya di Kecamatan Pangururan, meminta bapak memberikan jalan keluar agar bisa kami laksanakan. Kami siap sampai ke mana pun membawa aspirasi kami agar gemeente ini menjadi hak kami,” tegasnya.

Ketua Harian Forum Komunikasi Masyarakat Tanah Eks Penguasaan Belanda Kecamatan Pangururan, Robinsar Junaidi Barus, mengakui keterbatasan pemahaman masyarakat tentang regulasi pertanahan.

“Memang kami sadari bahwa kami sangat buta dengan aturan-aturan yang ada, apalagi tanah yang kami tempati adalah tanah eks penguasaan Belanda,” ungkapnya.

Robinsar menjelaskan bahwa pertemuan tersebut dihadiri perwakilan dari 231 kepala keluarga (KK) dari Kecamatan Pangururan dan Desa Pardomuan yang merupakan jumlah terbesar penempati tanah gemeente.

“Di Kabupaten Samosir ada empat lokasi yang disebut dengan gemeente, yaitu di Kecamatan Nainggolan, Palipi, Simanindo, dan Pangururan,” jelasnya.

Sementara itu, Togi Simbolon yang mewakili masyarakat Pasar Pangururan menyoroti kesenjangan perlakuan dengan daerah lain.

“Kami mendengar dari kabupaten-kabupaten yang lain, jika sudah ditempati selama 25 tahun, sudah diputihkan. Sementara kami di Pangururan ini sudah menempati gemeente selama 65-80 tahun,” katanya.

Togi menegaskan komitmen masyarakat yang terus membayar pajak meskipun mengalami kenaikan signifikan.

“Kami datang dari dua tempat yaitu Pasar Pangururan dan Desa Pardomuan. Kami tidak berhenti untuk terus membayar pajak apalagi pajak sudah naik hingga ratusan persen,” tambahnya.

Menanggapi aspirasi masyarakat, Pdt. Penrad Siagian mengungkapkan bahwa ia telah mengetahui persoalan gemeente sejak sebelum dilantik sebagai anggota DPD RI.

“Saya sudah mendengar persoalan gemeente ini sebelum saya dilantik menjadi anggota DPD RI. Saya juga sudah pernah berkunjung ke sini dan bertemu dengan beberapa orang yang tinggal di wilayah gemeente,” ujarnya.

Anggota MPR RI ini menilai, akar persoalan ini terletak pada kesalahan negara yang terjadi sejak awal kemerdekaan.

“Ada kesalahan yang selalu saya sampaikan kepada pemerintah, pengambil kebijakan, baik kepada pemerintah pusat melalui kementerian-kementerian bahwa ada kesalahan di awal ketika Indonesia merdeka yang tidak diselesaikan oleh negara ini dengan baik,” kata Penrad.

Ia menekankan bahwa tanah-tanah tersebut sejatinya milik rakyat Indonesia yang dirampas Belanda.

“Dulu, Belanda tidak punya tanah di Indonesia. Jadi tanah siapa itu? Tanah kita yang diambil alih oleh Belanda. Kalau ada yang bilang penyerahan Belanda ini, enggak betul juga itu. Yang ada tanah ini milik orang yang tinggal di Samosir,” jelasnya.

Penrad menilai kebijakan nasionalisasi tanah pasca kemerdekaan sebagai kelanjutan penjajahan.

“Ketika Indonesia merdeka, seluruh rakyat bergembira ‘tanah yang dirampas Belanda dulu akan dikembalikan ke kita’. Kan begitu pemikiran orang tua kita zaman dulu. Tetapi ‘kan tidak seperti itu yang terjadi. Semua tanah yang dirampas oleh Belanda langsung dinasionalisasi istilahnya, tanpa berdiskusi dengan pemilik sebelumnya yang dirampas itu,” paparnya.

“Jadi pemerintah melanjutkan penjajahan itu karena tidak dikembalikan kepada kita. Harusnya ketika merdeka tahun 45, tanah yang dirampas Belanda, dipulangkan kepada masyarakat,” tegasnya.

Penrad Siagian mengajak masyarakat untuk melakukan konsolidasi menyeluruh di empat kecamatan yang memiliki tanah gemeente.

“Saya berharap bisa dikonsolidasi agar kita sekalian berjuang dengan tanah gemeente yang ada di Samosir ini, sekalian saja semua kita perjuangkan. Tadi ada empat kecamatan, kalau boleh sekalian saja disampaikan percakapan kita kepada tiga kecamatan lainnya agar proses-proses pengumpulan datanya bisa kita kumpulkan dan perjuangannya sekali jalan untuk Kabupaten Samosir,” ajaknya.

Penrad menegaskan, perjuangan masyarakat tidak boleh berhenti pada tuntutan saja, tetapi harus diikuti langkah-langkah administratif yang kuat agar dapat menjadi dasar hukum dalam memperjuangkan hak.

“Kalau pemerintah memang berpihak kepada rakyat, apa pun aturannya bisa dilakukan. Yang penting, kebijakannya pro terhadap masyarakat,” ucap Penrad Siagian. (Id23)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |