Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 hanya akan tumbuh di bawah 5%, di bawah ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Dalam seri kajian berjudul Indonesia Economic Outlook 2026, para ekonom LPEM FEB UI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2025 hanya akan tumbuh 4,88% atau sedikit di atas titik bawah rentang perkiraan 4,86%-4,90%. Masih jauh di bawah realisasi pertumbuhan kuartal II-2025 sebesar 5,12% yang memang saat itu di luar ekspektasi konsensus para ekonom.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun ini, LPEM FEB UI juga memperkirakan, pertumbuhan ekonomi masih akan lebih rendah dari realisasi pada 2024 yang hanya tumbuh 5,03%. Mereka memperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2025 hanya akan mencapai 4,95% dari rentang prediksi 4,93%-4,97%.
"Meskipun angka pertumbuhan yang mengejutkan pada Triwulan II-2025, kami tetap berpandangan bahwa Indonesia tidak mengalami pertumbuhan yang berkualitas dan mungkin masih tumbuh di bawah 5%, setidaknya untuk tahun ini," dikutip dari laporan LPEM FEB UI, Rabu (5/11/2025).
Khusus untuk proyeksi kuartal III-2025, LPEM FEB UI mengungkapkan, dipicu oleh kurangnya faktor musiman yang bisa mendorong percepatan laju pertumbuhan. Diperburuk dengan kebijakan pemerintah yang turut mengganggu aktivitas ekonomi sejak awal tahun.
Kebijakan pertama, yang menurut mereka mengganggu aktivitas ekonomi di antaranya ialah program populis, seperti program makan gratis dan koperasi pedesaan, yang menimbulkan konsekuensi fiskal besar dan memaksa pemerintah melakukan pemangkasan anggaran secara agresif pada berbagai pos belanja, termasuk transfer ke daerah.
Kedua, meningkatnya tekanan politik untuk mempercepat pertumbuhan telah menimbulkan kekhawatiran akan tergerusnya independensi bank sentral dan peran otoritas fiskal dalam memengaruhi likuiditas di tengah periode depresiasi Rupiah yang masih berlangsung.
Ketiga, laporan pertumbuhan PDB untuk kuartal II-2025 menunjukkan sejumlah inkonsistensi dan kejanggalan ketika dibandingkan dengan indikator makroekonomi dan mikroekonomi yang lebih luas. Meskipun angka utama menunjukkan pertumbuhan yang lebih kuat dibandingkan kuartal I-2025, sejumlah indikator dasar justru mengarah pada pelemahan permintaan domestik dan melambatnya aktivitas produksi.
Keempat, kombinasi antara meningkatnya pembayaran bunga, penerimaan negara yang stagnan, serta lonjakan besar pengeluaran fiskal akibat program populis, telah menimbulkan risiko serius terhadap keberlanjutan fiskal.
Kelima, masalah-masalah struktural yang terus-menerus seperti lemahnya penegakan hukum dan ketertiban, maraknya praktik rente, serta regulasi dan birokrasi yang kompleks dan menghambat arus investasi yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja, hingga kini belum tertangani dengan baik.
Masalah-masalah tersebut menjadi semakin mendesak seiring meningkatnya erosi daya beli masyarakat, meluasnya pekerjaan informal, dan melebarnya ketimpangan pendapatan.
Selain itu, faktor-faktor global semakin mempersempit ruang kebijakan Indonesia. Suku bunga global yang tetap tinggi, ketegangan geopolitik, dan penerapan tarif oleh Amerika Serikat telah melemahkan permintaan eksternal dan memicu volatilitas arus modal. Nilai tukar Rupiah bergerak di kisaran Rp16.900 per dolar AS, level terlemah sejak masa pandemi. Sementara partisipasi investor asing dalam surat berharga negara menurun.
Perkembangan ini membuat pengelolaan makroekonomi semakin bergantung pada tindakan yang terkoordinasi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Namun, bentuk koordinasi yang terjadi sepanjang 2025 melalui penempatan dana pemerintah, penurunan suku bunga kebijakan, dan kebijakan berbagi beban (burden-sharing) yang diperbarui menunjukkan batas antara otoritas moneter dan fiskal semakin kabur, menimbulkan kekhawatiran pasar dalam jangka pendek sekaligus risiko kelembagaan dalam jangka panjang.
Oleh sebab itu, LPEM FEB UI menyarankan supaya Indonesia perlu keluar dari kebijakan-kebijakan yang sifatnya sementara untuk mendorong laju pertumbuhan, seperti subsidi dan stimulus fiskal, menuju penyelesaian masalah-masalah struktural dengan melaksanakan deregulasi besar-besaran serta memperkuat penegakan hukum dan kepastian regulasi.
Apabila berhasil, para ekonom LPEM FEB UI menganggap, reformasi semacam itu dapat mengubah jalur pertumbuhan Indonesia tidak hanya menjadi lebih tinggi, tetapi juga menuju pertumbuhan yang lebih berkualitas dan inklusif. Sebaliknya, kegagalan untuk melakukannya dapat memperpanjang tekanan ekonomi hingga 2026 dengan proyeksi pertumbuhan di kisaran 4,9%-5%.
"Pada akhirnya, kuncinya terletak pada upaya untuk memfokuskan kembali kebijakan pada persoalan mendasar seperti produktivitas, penciptaan lapangan kerja, daya beli masyarakat, dan iklim usaha secara keseluruhan," dikutip dari seri kajian makroekonomi LPEM FEB UI itu.
Berbeda dengan LPEM FEB UI, beberapa lembaga lain memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa ke kisaran atas 5% khusus untuk kuartal III-2025, meskipun lebih rendah dari kuartal II-2025.
Permata Institute for Economic Research (PIER) misalnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini hanya akan mencapai 5,04%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II di level 5,12%.
Kepala Departemen Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan Bank Permata Faisal Rachman mengatakan, perlambatan pertumbuhan ini mencerminkan melemahnya konsumsi rumah tangga, sebagian disebabkan oleh ketidakpastian politik pada akhir Agustus 2025, yang menurunkan keyakinan konsumen, dan normalisasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring dengan melambatnya impor barang modal.
"Kami masih melihat bahwa prospek pertumbuhan PDB Indonesia masih menghadapi beberapa hambatan, yang menggarisbawahi pentingnya mempertahankan kebijakan ekonomi ekspansif, terutama melalui percepatan belanja pemerintah, terutama untuk sektor-sektor produktif dengan efek pengganda yang tinggi," ucapnya.
Adapun untuk keseluruhan tahun atau sepanjang 2025, tim ekonom Bank Permata memperkirakan, ekonomi Indonesia kan tetap berada di kisaran rata-rata 10 tahun sebesar 5%, yakni dalam rentang 5%-5,1%, menandai revisi ke atas proyeksi sebelumnya yang di bawah 5%.
Sedangkan tim ekonom Bank Mandiri memperkirakan, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025, yang realisasinya akan diumumkan BPS per hari ini, akan berada di kisaran 5,05%. Di dorong oleh daya tahan konsumsi rumah tangga dan ekspor yang masih baik, mengimbangi aktivitas investasi dan belanja pemerintah yang lebih lambat.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, konsumsi rumah tangga akan tetap kuat di level 5,0% yoy. Didukung oleh pertumbuhan penjualan ritel yang lebih tinggi dengan rata-rata 4,7% yoy (naik dari 0,9% di kuartal II-2025), yang mencerminkan permintaan domestik yang berkelanjutan di tengah inflasi yang terkendali.
Sedangkan aktivitas investasi diproyeksikan melambat menjadi 4,5% yoy (dibandingkan 7,0% pada kuartal II-2025), sebagaimana ditunjukkan oleh kontraksi penjualan semen (-2,3% vs. 2,7%) dan impor barang modal yang melemah (10,4% vs. 32,5%). Mencerminkan normalisasi setelah pertumbuhan yang kuat pada kuartal sebelumnya.
Namun, rata-rata PMI naik menjadi 50,4 (dari 47,0), sejalan dengan peningkatan kapasitas produksi yang dilaporkan dalam Survei Kegiatan Usaha Bank Indonesia, yang memberikan sedikit ruang terhadap perlambatan yang lebih dalam.
Adapun dari pengeluaran pemerintah diperkirakan mencatat kontraksi sebesar -2,5% yoy (dibandingkan 0,3% pada kuartal II-2025), sejalan dengan aliran belanja fiskal yang turun -2,9% yoy. Aliran belanja pemerintah pusat juga mengalami kontraksi sebesar -5,1% yoy, menunjukkan laju realisasi anggaran yang terukur.
Terakhir, pertumbuhan ekspor diproyeksikan meningkat sebesar 11,0% yoy (dibandingkan 10,7% pada kuartal II-2025), sementara impor melambat lebih tajam menjadi 3,2% yoy (dibandingkan 11,7%).
"Dinamika ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi ekspor neto, memberikan dukungan bagi pertumbuhan PDB secara keseluruhan di tengah kondisi perdagangan global yang masih rapuh," ucap Andry.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Kemunculan Rojali-Rohana Tanda Ekonomi RI Sulit Capai 5%

3 hours ago
4
















































