Ilustrasi
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
MALAM itu seharusnya menjadi waktu santai bagi seorang pelajar SMA di kawasan Medan Polonia. Usai menonton futsal bersama teman-temannya, ia memutuskan pulang sekitar pukul 20.00 WIB. Namun, langkahnya terhenti di tengah jalan bukan karena lelah, melainkan karena teror begal yang tiba-tiba menghadang.
Suara mesin motor meraung, lalu hening. Dalam hitungan detik, motornya dirampas, dan ia hanya bisa terpaku dengan tubuh gemetar. Yang tertinggal hanyalah trauma dan ketakutan yang mungkin akan membekas lama di ingatannya.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Peristiwa ini bukan sekadar berita kriminal biasa. Ia menjadi cermin buram tentang betapa rapuhnya rasa aman di ruang publik kita bahkan untuk remaja yang hanya ingin menikmati malam selepas aktivitas sekolah.
Waktu kejadian setelah Maghrib hingga menjelang malam tampaknya menjadi jam rawan yang sering diabaikan. Aktivitas warga mulai berkurang, tapi jalanan belum benar-benar sepi momen yang ideal bagi para pelaku kejahatan beraksi.
Lebih menyedihkan lagi, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa pelaku begal tersebut juga seorang pelajar. Fenomena ini menggoreskan luka moral bagi masyarakat.
Seorang warga setempat yang enggan disebut namanya mengatakan dengan nada prihatin, “Ini bukan cuma soal kriminalitas, tapi juga persoalan moral. Kok bisa anak muda lebih memilih jalan kejahatan daripada fokus belajar atau melakukan hal positif?”
Kenyataan ini menyoroti satu hal penting: lemahnya pendidikan karakter dan pengawasan moral di kalangan remaja. Banyak pelajar yang masih berkegiatan malam hari, entah karena latihan, nongkrong, atau sekadar mencari hiburan, tanpa disadari berada di zona bahaya.
Menurut analisis kelompok mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), tindakan begal tersebut, termasuk pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal
365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal itu menyebutkan bahwa:
“Barang siapa melakukan pencurian dengan kekerasan terhadap orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.”
Jika dilakukan bersama-sama, pada malam hari, atau menimbulkan luka berat/kematian, ancaman hukumannya bisa meningkat hingga 15 tahun atau lebih.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak pemerintah daerah, kepolisian, lembaga pendidikan, hingga masyarakat agar lebih peduli terhadap keamanan dan pembinaan moral generasi muda. Penerangan jalan, patroli malam, serta perhatian orang tua harus menjadi tameng pertama agar tragedi serupa tidak terulang.
Sebagaimana dikutip dari Syarifuddin et al. (2015): “Setiap peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman pemerintah harus memiliki
tujuan utama untuk melindungi serta memajukan hak asasi manusia semua warga negara. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa adalah aset yang berharga yang wajib dilindungi.”
Karena pada akhirnya, keamanan bukan hanya urusan aparat tetapi tanggung jawab bersama untuk menjaga masa depan generasi muda agar tak tersesat di jalan yang gelap. (Penulis: Mahasiswa Fakultas Hukum UISU, Nazwa Yonda Syahvira, Ichsan Akbar Pratama, Putri Rahmi Harahap, dan Annisa Febianna Manurung, Felysha Azwa Tasbihta Surbakti)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.






















































