JPMorgan Naikkan Peluang Resesi AS 40%, Trump Tiba-Tiba Kumpulkan CEO

13 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Analis JPMorgan Chase telah menaikkan perkiraan mereka untuk resesi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2025 dari 30% di awal tahun menjadi 40%. Kenaikan perkiraan ini dipicu oleh kebijakan ketat Presiden Donald Trump.

Wall Street Journal dan Bloomberg melaporkan pada Senin bahwa JPMorgan merupakan salah satu dari sekumpulan orang yang menyuarakan kekhawatiran tentang kemerosotan ekonomi di masa depan Amerika, yang dipicu oleh kebijakan tarif pemerintah sampai volatilitas pasar saham. Menurut Bloomberg, ekonom JPMorgan telah mengemukakan kemungkinan resesi karena "kebijakan AS yang ekstrem".

Data ini muncul bersamaan dengan terguncangnya pasar saham Senin. Di mana seluruh indeks utama AS seperti Nasdaq, mencatat penurunan satu hari tertajam sejak September 2022.

Data JPMorgan juga datang setelah data lain muncul dari Goldman Sachs. Lembaga itu menaikkan kemungkinan resesi 12 bulan dari 15% menjadi 20%.

Perusahaan itu memperingatkan bahwa angka ini dapat ditingkatkan lebih lanjut jika pemerintahan yang berkuasa tetap "berkomitmen pada kebijakannya". Bahkan, AS akan menghadapi data yang jauh lebih buruk".

Sebelumnya, Trump mengatakan kepada Fox News bahwa ekonomi AS sedang mengalami "periode transisi". Ia menolak untuk mengabaikan kemungkinan resesi.

"Ada periode transisi, karena apa yang kami lakukan sangat besar," kata Trump.

"Kami membawa kekayaan kembali ke Amerika. Itu hal yang besar. Dan selalu ada periode-itu butuh sedikit waktu. Itu butuh sedikit waktu."

Sementara itu, pada akhir Februari, mantan kepala ekonom di Departemen Tenaga Kerja AS, Jesse Rothstein, mengatakan bahwa "tampaknya hampir tak terelakkan pada titik ini bahwa kita sedang menuju resesi yang sangat dalam". David Wessel, peneliti senior dalam studi ekonomi dan direktur Pusat Kebijakan Fiskal dan Moneter Hutchins di Brookings Institution, mengatakan kepada Newsweek bahwa ekonomi AS mungkin mendekati "titik balik."

"Kekhawatiran utama saya adalah tarif yang naik-turun, efek berantai dari kebijakan personalia yang dipimpin DOGE yang tidak kompeten, tantangan terhadap norma dan lembaga yang telah lama berlaku, pembuatan kebijakan melalui cuitan Musk atau unggahan Trump Truth Social menciptakan ketidakpastian dan kecemasan yang dapat menyebabkan bisnis dan bahkan mungkin investor berkata, baiklah, saya pikir saya akan menunggu dan melihat," katanya.

Pekan lalu Federal Reserve Atlanta memprediksi kontraksi 2,4% dari pertumbuhan PDB riil AS pada kuartal pertama (Q1) tahun ini. Data itu berubah dari 2,3%.

Trump Tiba-Tiba Trump Kumpulkan Para CEO 

Di sisi lain, Trump melakukan pembicaraan dengan para CEO papan atas. Melansir CNBC International pada Rabu, Trump mengatakan kepada para pemimpin bisnis di Washington, D.C. bahwa tarif yang telah diberlakukannya memiliki "dampak yang sangat positif".

Pernyataannya disampaikan pada awal pertemuan triwulanan Business Roundtable (BRT), sebuah kelompok advokasi ekonomi nonpartisan yang berbasis di Washington yang terdiri dari lebih dari 200 CEO. CEO Apple Tim Cook, bos JPMorgan Chase Jamie Dimon, kepala GM Mary Barra dan CEO Walmart Doug McMillon semuanya adalah anggota dewan BRT.

Pertemuan tersebut diadakan saat pasar keuangan terus merosot termasuk pada Selasa. Dow Jones Industrial Average turun hingga 700 poin sebelum mengakhiri perdagangan dengan penurunan 478 poin, sementara S&P 500 dan Nasdaq juga ditutup lebih rendah.

Perlu diketahui, sebagian besar ketidakpastian di Wall Street berpusat pada tarif Trump yang berlaku terus-menerus pada Kanada dan Meksiko. Namun, Trump menepis seruan untuk kejelasan dari komunitas bisnis, serta kekhawatiran bahwa rencana tarifnya yang meluas berisiko memicu perang dagang yang tidak terkendali.

Pada Selasa pagi, setelah menunda tarif ke Kanada, Trump tiba-tiba menaikkan tarifnya lagi. Setelah Ontario berjanji untuk menanggapi provokasi Trump dengan menaikkan pajak atas ekspor listriknya ke AS, Trump berjanji untuk segera menggandakan tarifnya atas impor aluminium dan baja Kanada.

Di hari yang sama, Perdana Menteri (PM) Ontario Doug Ford mengatakan bahwa ia telah memutuskan untuk menghentikan rencana biaya tambahan energinya, di tengah diskusi dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick. Pemerintahan Trump kemudian mengatakan tidak akan menaikkan tarif baja dan aluminium Kanada hingga 50%, seperti yang diancamkan Trump sebelumnya.

Business Roundtable sebelumnya telah menyatakan harapannya bahwa Trump akan mengamankan kesepakatan yang menghindari tarif dengan Kanada dan Meksiko, dengan peringatan bahwa bea masuk yang berlaku dalam jangka panjang dapat menimbulkan "biaya serius bagi keluarga, petani, dan manufaktur Amerika."


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Siaga Dunia! Risiko 'Trumpcession' Meningkat

Next Article Video: Negara Maju Tetangga RI Resmi Resesi, Ekonomi Merosot Tajam

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |