Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah dalam sepekan perdagangan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Asia bergerak beragam.
Merujuk data Refinitiv, rupiah ditutup di level Rp16.680/US$, menguat 0,06% pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (7/11/2025). Namun secara kumulatif, rupiah masih melemah 0,33% sepanjang pekan, dengan rentang pergerakan berada di Rp16.610-Rp16.740/US$.
Meski melemah dalam sepekan, rupiah bukan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia. Rupiah menempati posisi keempat sebagai mata uang Asia yang paling melemah pekan ini.
Sepanjang pekan ini, won Korea tercatat menjadi mata uang dengan pelemahan paling tajam di Asia. Won Korea mengalami penurunan sebesar 1,88% dalam sepekan dan di tutup di posisi KRW 1.455,84/US$.
Sementara itu, tepat di bawahnya terdapat dolar Taiwan yang terkoreksi 0,62% ke level TWD 30,967/US$. Peso Filipina menempati urutan ketiga dengan penurunan 0,36% ke posisi PHP 58,908/US$.
Di saat yang bersamaan, beberapa mata uang Asia justru mencatatkan penguatan terhadap dolar AS.
Yen Jepang menjadi yang terkuat, naik 0,39% ke posisi JPY 153,40/US$. Disusul oleh ringgit Malaysia yang menguat 0,26% ke level MYR 4,173/US$, serta dong Vietnam yang naik 0,11% ke posisi VND 26.280/US$.
Pergerakan mata uang Asia selama sepekan ini tak lepas dari pergerakan Indeks dolar AS (DXY) yang menunjukkan volatilitas cukup tinggi.
Meskipun secara kumulatif melemah 0,2% ke level 99,603, DXY sempat menembus posisi tertingginya dalam lima bulan terakhir di level 100,224 pada Selasa (4/11/2025) sebelum akhirnya terkoreksi menjelang akhir pekan.
Pergerakan dolar AS pekan ini mencerminkan tarik-ulurnya sentimen antara sikap hawkish The Federal Reserve dan kekhawatiran atas prospek ekonomi AS di tengah penutupan pemerintahan (government shutdown) yang belum berakhir.
Investor juga menyoroti data perdagangan China yang menunjukkan ekspor anjlok tajam pada Oktober hingga menjadi penurunan terdalam sejak Februari 2025. Hal ini menambah kekhawatiran terhadap prospek ekonomi global.
Indeks dolar AS yang sempat menguat di awal pekan setelah Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan kehati-hatian terhadap langkah pelonggaran moneter lebih lanjut, tetapi kemudian terkoreksi tajam pada Kamis (6/11/2025).
"Dengan pertemuan The Fed Desember yang kini menjadi 'lempar koin' dan sangat bergantung pada data tenaga kerja, pasar menjadi sangat sensitif terhadap setiap petunjuk ekonomi AS," ujar Mohit Kumar, ekonom di Jefferies, dikutip dari Reuters.
Analis TS Lombard menambahkan, meski dolar terkoreksi, momentum pertumbuhan ekonomi AS masih kuat, sehingga potensi penguatan dolar masih terbuka dalam jangka pendek.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/luc)

4 hours ago
8

















































