JAKARTA (Waspada): Keinginan pemerintah menguatkan sektor pariwisata, khususnya di kawasan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), termasuk Danau Toba, dinilai sejalan dengan upaya perbaikan pengelolaan kawasan Danau Toba dari ancaman kartu kuning UNESCO terhadap status Global Geopark Kaldera Toba.
Pemerhati dan Pelaku Pariwisata, Ir. Sanggam Hutapea, MM, yang selama ini kritis dan konsisten menyuarakan pembenahan menyeluruh di kawasan Danau Toba, menekankan penguatan sektor pariwisata DPSP Danau Toba oleh pemerintah harus segera ditindaklnjuti dengan pembentukan Tim Khusus Percepatan Pengembangan Pariwisata Danau Toba.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
“Sebaiknya Kemenpar bentuk Tim Khusus Percepatan Pengembangan Pariwisata Danau Toba, yang di isi oleh Kemenpar, para ahli, praktisi, para pengusaha swasta dan pemangku kepentingan lainnya,” tegas Sanggam Hutapea kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Penegasan Sanggam disampaikan menyusul pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang menegaskan bahwa penguatan sektor pariwisata, khususnya di kawasan DPSP menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Luhut dalam rapat koordinasi percepatan pertumbuhan ekonomi melalui DPSP yang melibatkan Dewan Ekonomi Nasional, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta para kepala daerah dari wilayah yang berada di kawasan Danau Toba.
Luhut menekankan beberapa poin penting yaitu, pelaksanaan event berskala international, peningkatan kebersihan di DPSP Danau Toba, quality and sustainable tourism, ( berkualitas dan berkelanjutan), serta pemberian izin investasi harus memberdayakan warga lokal.
Selain itu, Luhut meminta agar Menteri Pariwisata melakukan rapat langsung di DPSP Danau Toba dengan mengundang para Bupati se-kawasan Danau Toba.
Kewenangan Penuh Kemenpar
Untuk mewujudkan rencana tersebut, Sanggam mengusulkan agar Pemerintah sebaiknya memberikan mandat dan kewenangan penuh kepada Kementerian Pariwisata dalam merumuskan dan menentukan langkah strategis dari rencana pembenahanan DPSP Danau Toba tersebut.
Ia meyakini dengan memberikan kewenangan penuh kepada Kemenpar maka penanganannya bisa lebih luwes dan cepat.
Dengan kewenangan penuh ini diyakini, tim khusus yang dibentuk dapat bekerja lebih efisien, efektif dan mampu memberdayakan anggota tim yang ada.
Selain itu, dengan memberikan kewenangan penuh kepada Kemenpar maka para bupati dan pemangku kepentingan di kawasan Danau Toba dapat fokus pada tugas-tugas strategis yang lebih penting, sesuai dengan porsinya masing-masing. Sehingga anggota tim yang ditugaskan dapat menyelesaikan tugas-tugas operasional dengan lebih cepat dan efisien.
Hal lain yang juga menjadi pertimbangan Sanggam mengusulkan pembentukan tim khusus ini, adalah luasnya penanganan yang harus diperbaiki. Karena sesuai masalah yang dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) tersebut yakni sejumlah tantangan dalam pengembangan kawasan Danau Toba, antara lain belum terintegrasinya kelembagaan pengelolaan pariwisata, penurunan kualitas lingkungan, kerusakan hutan, hingga keterbatasan aksesibilitas dan infrastruktur dasar.
Selain itu, juga membahas kualitas sumber daya manusia di sektor pariwisata yang dinilai masih perlu ditingkatkan, sementara minat investasi juga terhambat oleh regulasi yang belum mendukung.
Menurut Sanggam, pengelolaan kawasan Danau Toba saat ini masih monoton karena hanya mengandalkan keindahan alamnya saja. Sayangnya, keindahan alam Danau Toba telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dan kerusakan hutan seperti isu yang dibahas dalam rakor.
Di sisi lain, minimnya event-event, baik berskala nasional maupun internasional membuat pariwisata Danau Toba tak memiliki gaung ke mancanegara. Belum banyaknya produk wisata yang ditawarkan juga menjadi persoalan.
“Persoalan-persoalan ini yang juga menjadi topik bahasan dalam rakor yang menyoal belum terintegrasinya kelembagaan pengelolaan pariwisata di kawasan Danau Toba,” terang Sanggam.
Ia juga berharap pemerintah dalam hal ini Kemenpar bersama Tim Khusus Percepatan Pengembangan Pariwisata Danau Toba, kalau jadi dibentuk, dapat
mengemas narasi untuk mengisahkan sejarah kawasan wisata Danau Toba, sekaligus mengemas kreatifitas produk-produk lokal.
Sanggam mengingatkan, bahwa banyak tata cara dan seni budaya Batak yang perlu digali dan dilestarikan, dan jika dikemas akan mejadi atraksi budaya yangbmampu menarik wisatawan, diantaranya Mangalahat Horbo, Tunggal Panaluan Martumba. Yaitu sebuah tradisi yang kaya makna dan penuh nilai budaya dikemas dalam tari dan nyanyian serta musik yang memperlihatkan semangat perjuangan, permohonan dan ungkapan hati. Umumnya digelar saat bulan purnama.
Juga Upacara Sipaha Lima. Upacara ini merupakan tradisi yang dilakukan oleh Suku Batak penganut kepercayaan Malim, yang memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas nikmat yang sudah didapatkan dalam setahun.
Sementara salah satu contoh kreatif yang diutarakan Sanggam Hutapea, yakni keberadaan tugu – tugu marga di kawasan Danau Toba juga sangat menarik jika dinarasikan.
Sebab tidak banyak suku di dunia ini memiliki budaya membangun tugu untuk mengetahui silsilahnya.
Menjadikan Tugu-Tugu Marga yang ada di kawasan Danau Toba dan Tapanuli sebagai produk wisata akan menarik bagi wisatawan.
Dia menyebutkan penting menentukan produk wisata Danau Toba terlebih dahulu.
Bila diputuskan produk wisata Danau Toba adalah keindahan alam, maka dititik-titik mana wisatawan harus dibawa. Sedangkan kalau produk wisata budaya yang ingin disasar, maka budaya seperti apa yang akan kita tonjolkan?,” katanya.
“Jadi bukan soal bagaimana cepat ke Danau Toba, tapi bagaimana kesiapan destinasi dan pengadaan pagaleraan atraksi budaya rutin serta menumbuhkan UMKM melalui ekonomi kreatif,” pungkas Sanggam. Hutapea. (J05)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.