NASIB sebagian warga korban banjir di Besitang sungguh sangat memprihatinkan. Sampai hari kelima pasca peristiwa banjir, masih banyak warga yang terpaksa tidur di tenda-tenda darurat.
Pantauan waspada.id, Minggu (30/11) tengah malam, sejumlah warga Lingk IX, Kel. Bukit Kubu, harus merasakan dinginnya embun disertai hembusan angin malam yang menembus ke dalam tenda plastik yang berdiri tanpa dinding.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
Tenda-tenda darurat yang didirikan di sebelah eks stasiun kereta api ini hanya dilapisi tikar plastik tipis sebagai alas. Suasana di dalam tenda tampak remang karena hanya diterangi cahaya dari dua batang lilin. Dua orang bocah tampak tertidur pulas.
Malam itu kondisi cuaca cukup cerah. Bulan yang sudah lama bersembunyi akibat curah hujan yang sangat tinggi, pada malam itu sudah mulai menampakan diri menerangi perkampungan yang sudah uzur berubah menjadi berantakan akibat dilanda banjir besar.
Syamsul, 62, salah seorang penghuni tenda yang masih terjaga saat ditemui mengatakan, ia bersama seorang cucu dan keponakannya terpaksa tidur di tenda darurat karena kondisi rumahnya masih berantakan, rusak diterjang banjir.
Sebelumnya, Syamsul, mengungsi ke Masjid Raya, sedangkan istrinya yang dalam keadaan sakit numpang sementara di rumah anaknya di daerah Sri Mulyo. “Awalnya kami sama-sama ngungsi ke Masjid Raya,” ujarnya sambil meringis mengurut lututnya yang bengkak.
Karena sebagian besar pengungsi korban banjir di Masjid Raya telah berpulangan untuk membereskan rumah masing-masing, maka Syamsul pun memutus untuk mendirikan tenda yang lokasinya tak jauh dari rumahnya.
Penjual sate keliling ini terpaksa tinggal di tenda darurat, karena dari awal Pemerintah Kabupaten Langkat tidak ada mendirikan tenda buat menampung para pengungsi yang jumlahnya membludak.
Untuk kebutuhan pangan, kakek dari beberapa cucu ini harus merogoh kocek dari saku celana sendiri, karena dari awal banjir sampai memasuki hari kelima, tidak ada sama sekali distribusi bantuan pangan dari pemerintah.
Harga kebutuhan pokok melonjak cukup tinggi. Dengan uang yang terbatas, pria berbadan bongsor ini mengaku harus mengirit untuk memenuhi kebutuhan sejengkal perut yang tidak bisa ditunda dengan kata sabar.
“Yah kami terpaksa harus mengirit, karena persediaan uang sangat terbatas. Pengeluaran sudah pasti tidak dapat ditunda, sementara pemasukan sama sekali tidak ada, karena kami praktis tidak bisa berjualan,” imbuhnya.
Lima Remaja Hanyut
Cerita miris dan dramatis terjadi pada saat banjir melanda Besitang. Empat orang remaja dan seorang dewasa harus bertarung nyawa akibat hanyut terbawa arus pada hari kedua banjir, Kamis (27/11) pagi.
Ali, 16, Satria, 16, Angga, 24, Nabil, 17, dan seorang pemuda yang tak dikenal hanyut di kawasan Kampung Sawah. Kelima korban awalnya berenang hendak menyeberang ke Simpang Tiga, namun mereka tak mampu melawan arus.
Menurut, Ali, di tengah situasi itu, melintasi sebuah perahu karet membawa seorang ibu dan seorang pria. Ali dan rekannya berupaya meminta pertolongan, namun tekong perahu karet itu tidak mau berhenti.
Kata Ali, tekong perahu karet yang mereka yakini bagian dari Tim SAR tersebut mengatakan, “kalian kan laki-laki semua” dan perahu karet itu terus melaju meninggalkan kami yang sedang berjuang menyelamatkan nyawa.
Pelajar Kelas XI SMA Negeri Besitang itu bersama empat temannya terus berenang memasuki ke kebun sawit yang sudah nyaris tenggelam. Saat sudah kelelahan, mereka bertahan di pohon sawit untuk mengatur nafas dan setelah itu kembali lanjut berenang.
Sekitar pukul 10:00, mereka berempat sampai di lokasi stasiun kereta api di Batang Selemak, Kel. Bukit Kubu. Sedangkan seorang remaja yang tidak dikenal yang juga hanyut bersama mereka tak diketahui lagi keberadaannya.
Setelah terdampar di stasiun kereta api, tiba-tiba melintas sebuah perahu motor warga, kemudian Angga dan Nabil menumpang perahu tersebut. Sementara, Ali dan Satria bertahan di stasiun kereta api sampai pukul 15:00.
Dalam situasi ketinggian air mencapai tiga meter lebih, Ali dan Satria mencoba berenang tidak tahu arah ke mana yang dituju untuk menyelamatkan diri. Warga dan keluarga kedua remaja tersebut sontak riuh dan panik begitu mendapat kabar ini.
Warga sangat kesal, karena tidak ada satu pun terlihat perahu karet, baik milik BPBD maupun Tim SAR yang turun melakukan penyisiran di lokasi banjir. Proses evakuasi terhadap warga yang nyawanya sedang dalam ancaman bahaya nyaris tidak ada.
Beruntung, kedua remaja yang sudah dalam kondisi lemas ini sekira pukul 16:30 berhasil diselamatkan oleh perahu nelayan yang sedang melakukan penyisiran. Kedua korban berhasil dievakuasi dalam keadaan selamat.
Nasib memilukan juga dialami oleh seorang penarik becak, Ardi, 53. Pria bertubuh besar ini awalnya hendak menolong seorang warga yang hanyut, namun ia juga akhirnya yang turut menjadi korban.
Ardi saat ditemui mengaku, ia hanyut terbawa arus dan ia bertahan di pohon sawit selama dua hari satu malam. Dalam kondisi tubuh yang sudah membiru akibat kedinginan, kakek dari beberapa cucu itu berhasil diselamatkan warga.
Lambannya pergerakan Tim SAR membuat lima orang warga Besitang harus meregang nyawa terseret arus deras air. Satu korban tewas warga Kel. Bukit Kubu, dua korban warga Kel. Kampunglama, satu korban warga Desa Sekoci, dan satu korban warga Desa Bukitmas.
Lurah Bukit Kubu, Rahmatsyah dan Kades Sekoci, Gunawan, membenarkan warganya meninggal dunia dalam peristiwa banjir ini. Peristiwa banjir ini tidak hanya menimbulkan dampak kerugian material yang cukup besar, tapi sejumlah nyawa manusia turut melayang.
Asrirrais/WASPADA.id
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.




















































