Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha pertambangan batu bara bakal menghadapi dua tantangan sekaligus pada tahun 2026. Pasalnya, selain penerapan bea keluar ekspor batu bara yang rencananya dimulai pada Januari 2026, di saat yang bersamaan pemerintah juga menyiapkan kebijakan pemangkasan produksi guna menahan kejatuhan harga dan menjaga cadangan nasional.
Bea Keluar Batu Bara
Kementerian Keuangan memastikan bea keluar (BK) batu bara akan mulai dipungut pada Januari 2026. Aturan teknisnya tengah disiapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menargetkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) bea keluar batu bara bisa terbit sebelum 2025 berakhir.
"Kita sedang siapkan (PMK), sesuai hasil dengan DPR juga kemarin arahannya demikian," tegas Febrio usai Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya juga menegaskan, pengenaan bea keluar batu bara akan diterapkan pada Januari 2026 sebagaimana pengenaan bea keluar emas.
"Tapi (BK batu bara) Januari langsung berlaku," kata Purbaya di Istana Negara, Jakarta, Senin malam (15/12/2025).
Menurut Purbaya, tarif bea keluar batu bara akan dikenakan sekitar 1%-5%, dengan target tambahan penerimaan negara mencapai sekitar Rp 20 triliun pada 2026.
Adapun pemberlakuan kembali bea keluar batu bara akan memperkuat sisi penerimaan negara, karena selama ini justru pemerintah seperti memberikan subsidi kepada pengusaha batu bara setelah bea keluarnya dihapuskan oleh UU Cipta Kerja.
"Kita targetnya kan clear, berapa triliun harus dicapai, kira-kira gitu. Jadi kita balik ke status yang awal, jangan sampai kita memang subsidi industri batu bara," ujar Purbaya.
Produksi Batu Bara Akan Dipangkas
Selain bea keluar, pemerintah juga berencana memangkas produksi batu bara pada 2026 untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan global.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, tren harga komoditas saat ini, khususnya batu bara dan nikel, tengah mengalami tekanan akibat kelebihan pasokan di pasar global, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Oleh karena itu, pihaknya akan berupaya menjaga pasokan dari Indonesia agar tidak berlebih di pasar, sehingga bisa mendongkrak harga.
"Semuanya kita pangkas. Bukan hanya nikel, batu bara pun kita pangkas. Kenapa? Karena kita akan mengatur supply and demand. Hari ini harga batu bara anjlok semua," ungkap Bahlil ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Senin (29/12/2025).
Dia menjelaskan, Indonesia menyuplai sekitar 500-600 juta ton batu bara dari total volume perdagangan dunia yang mencapai 1,3 miliar ton per tahun. Kondisi inilah yang menjadi biang kerok jatuhnya harga batu bara.
"Hampir 50%. Gimana harganya nggak jatuh? Jadi kita akan mengatur, tujuannya apa? Pengusahanya harus mendapatkan harga yang baik. Negara juga mendapatkan pendapatan yang baik," imbuhnya.
Selain pertimbangan harga, Bahlil menekankan, rencana pembatasan produksi tersebut juga lantaran agar cadangan dalam negeri tidak ditambang secara berlebihan.
Pemerintah memastikan cadangan mineral dan batu bara tetap tersedia untuk masa depan, sekaligus menggunakan RKAB untuk menertibkan perusahaan-perusahaan yang abai terhadap aturan lingkungan.
"Yang berikut, tata kelola pengelolaan batubara kita, jangan kita pikir negara ini cuma kita aja. Kan ada anak cucu kita. Jadi kalau memang harganya murah, ya jangan kita tambang dulu. Biarlah ini kepada anak cucu kita," kata Bahlil.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]

2 hours ago
1
















































