Oleh Dr.H. Ikhsan Lubis, S.H.,SpN.,M.Kn
APBN 2026 menjadi kompas yang menjaga kapal Indonesia tetap berada di jalur aman, meski ombak global datang silih berganti.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Pendahuluan:
Angka dan Visi di Tengah Badai Global
Pagi itu, 15 Agustus 2025, ruang sidang paripurna DPR RI terasa lebih padat dari biasanya. Kamera televisi menyorot ke podium utama, di mana Presiden Prabowo Subianto berdiri tegap, membawa setumpuk dokumen tebal: Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2026 dan Nota Keuangan.
Bagi sebagian orang, momen itu adalah rutinitas tahunan. Namun bagi pengamat ekonomi-politik, inilah panggung besar yang menampilkan arah masa depan Indonesia. APBN bukan sekadar deretan angka, tetapi cetak biru kebijakan, prioritas, dan strategi bertahan hidup di tengah dunia yang bergerak cepat—kadang tak terduga.
Presiden Prabowo tidak sekadar membacakan laporan fiskal. Ia memaparkan visi besar: menjadikan APBN 2026 sebagai fondasi kuat menuju Indonesia Emas 2045—negara maju, berdaulat, dan sejahtera di usia seabad kemerdekaan.
Visi itu dibingkai dalam tiga kata kunci: Deterministik (berdasarkan kerangka makro-fiskal yang realistis dan terukur), Futuristik (berorientasi investasi jangka panjang pada SDM, energi hijau, dan ekonomi kerakyatan), dan Responsif (mampu beradaptasi cepat terhadap perubahan global).
Deterministik: Menyusun Langkah dengan Hitungan Matang
APBN 2026 berdiri di atas pondasi asumsi makro yang hati-hati namun optimistis: pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2–5,8 persen, inflasi terkendali, nilai tukar rupiah stabil, dan defisit fiskal di bawah 3 persen PDB.
Kata deterministik di sini berarti pemerintah tidak bermain dalam wilayah spekulatif. Setiap angka dihitung dengan model makro-fiskal yang mempertimbangkan risiko global—dari fluktuasi harga minyak, pergeseran geopolitik, hingga ancaman krisis pangan.
Peluang dari pendekatan ini cukup besar:
Stabilitas fiskal jangka menengah yang memberi ruang aman untuk pembiayaan pembangunan.
Kepercayaan investor yang terjaga karena sinyal konsistensi kebijakan.
Pendapatan negara yang meningkat lewat reformasi pajak dan digitalisasi penerimaan.
Namun tantangannya juga nyata: disiplin anggaran harus dijaga di tengah tuntutan program berbiaya besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) atau subsidi energi; volatilitas global dapat menguji asumsi fiskal; dan efisiensi belanja publik perlu terus didorong agar anggaran tidak tersedot pada pos yang kurang produktif.
Di titik ini, determinisme bukan berarti kaku. Justru dengan pijakan realistis, ruang manuver pemerintah bisa lebih terarah. APBN 2026 menjadi kompas yang menjaga kapal Indonesia tetap berada di jalur aman, meski ombak global datang silih berganti.
Futuristik: Berinvestasi pada Masa Depan yang Hijau dan Inklusif
Visi futuristik dalam APBN 2026 tercermin dari keberanian mengalokasikan anggaran pada hal-hal yang hasilnya baru akan terlihat 10–20 tahun mendatang.
Pertama, investasi pada SDM. Pendidikan, kesehatan, dan gizi menjadi fokus. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia hanya akan menjadi kekuatan jika generasi muda sehat, terdidik, dan terampil. Tanpa itu, bonus demografi bisa berubah menjadi beban demografi.
Kedua, transisi menuju energi hijau. Indonesia tidak hanya ingin menjadi penonton dalam ekonomi hijau global. Anggaran diarahkan untuk mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT), infrastruktur hijau, dan teknologi penyimpanan energi. Ini tidak hanya soal lingkungan, tetapi juga peluang menciptakan green jobs dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Ketiga, penguatan ekonomi kerakyatan. Di sini, pemerintah mengusung agenda besar: pendirian dan pengembangan lebih dari 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di seluruh Indonesia. Koperasi ini tidak dibangun dengan pola seragam yang kaku, melainkan berbasis pada kebutuhan riil anggota dan masyarakat sekitar. Modelnya multi-sektor, tidak terbatas pada simpan-pinjam, tetapi juga produksi, pemasaran hasil pertanian dan perikanan, pengolahan pasca-panen, perdagangan, logistik, hingga jasa digital.
Dengan model ini, koperasi menjadi lokomotif ekonomi lokal, menyerap tenaga kerja, memperkuat daya tawar petani dan nelayan, serta membuka akses pasar yang lebih luas. Koperasi Merah Putih bukan sekadar entitas bisnis, tetapi juga pusat pemberdayaan, pelatihan, dan inovasi desa.
Peluang dari pendekatan ini adalah terbentuknya fondasi ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan adaptif terhadap perubahan teknologi. Namun tantangannya juga berat:
Risiko mismatch keterampilan jika pendidikan tidak selaras dengan kebutuhan industri.
Ketergantungan pada transfer teknologi dari luar negeri dalam pengembangan energi hijau.
Ancaman perubahan iklim terhadap ketahanan pangan dan air.
Kebutuhan manajemen koperasi yang profesional agar tidak terjebak pada pola lama yang rentan salah urus.
Futuristik berarti menanam pohon hari ini untuk dipetik buahnya di masa depan. APBN 2026 mencoba melakukan itu—meski godaan politik selalu ingin memetik hasil secepat mungkin.
Responsif: Menyesuaikan Layar di Tengah Angin Perubahan
Tidak ada yang bisa memprediksi dunia 2026 akan seperti apa. Karena itu, APBN juga harus responsif.
Responsif di sini berarti memiliki fleksibilitas fiskal untuk menyesuaikan prioritas ketika krisis datang, sekaligus mempercepat reformasi struktural. Dari antisipasi resesi global, perang dagang, hingga wabah penyakit baru, pemerintah menyiapkan instrumen penyesuaian cepat.
Selain itu, modernisasi birokrasi dan digitalisasi layanan publik menjadi fokus. Layanan yang cepat, transparan, dan minim tatap muka fisik akan memperkecil peluang korupsi dan meningkatkan efisiensi.
Peluangnya jelas: Indonesia bisa bereaksi cepat terhadap tantangan, memperluas pasar ekspor, dan memodernisasi kelembagaan. Tantangannya pun signifikan: persaingan global yang makin ketat, tekanan geopolitik, dan ketergantungan pada impor strategis di sektor industri hulu.
Pertahanan, Efisiensi, dan Peran Global: Pilar Tambahan Menuju 2045
Presiden juga menegaskan bahwa penguatan pertahanan dan keamanan dalam negeri adalah syarat mutlak menjaga keutuhan NKRI.
Ancaman hari ini bukan hanya serangan militer konvensional. Dunia digital membuka celah baru: serangan siber, penyebaran disinformasi, infiltrasi ideologi transnasional, hingga kriminalitas lintas batas. Karena itu, belanja pertahanan tidak semata-mata untuk modernisasi alutsista, tetapi juga membangun kapasitas intelijen, pertahanan siber, dan ketahanan masyarakat sipil.
Di sisi lain, efisiensi anggaran menjadi keharusan. Efisiensi bukan berarti memangkas semua pos belanja, melainkan memastikan setiap rupiah memberi manfaat maksimal. Transparansi, akuntabilitas, dan sistem audit yang kuat menjadi benteng melawan kebocoran.
Penegakan hukum juga menjadi prioritas. Tidak boleh ada tebang pilih—baik terhadap kejahatan konvensional, korupsi, maupun kejahatan ekonomi lintas negara. Keadilan yang ditegakkan tanpa pandang bulu adalah fondasi kepercayaan publik.
Di kancah internasional, Indonesia berkomitmen untuk menjaga ketertiban dunia. Amanat konstitusi bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan menjadi kompas diplomasi luar negeri. Indonesia akan terus berpihak pada perdamaian, kemerdekaan bangsa-bangsa, dan tatanan dunia yang adil.
Menatap Indonesia Emas 2045: Peluang dan Tantangan
Jika dilihat dari kacamata APBN 2026, jalan menuju Indonesia Emas 2045 terbentang dengan peluang dan tantangan yang saling bersisian:
Peluang: Bonus demografi, posisi strategis di jalur perdagangan dunia, kekayaan sumber daya alam, potensi energi hijau, basis ekonomi rakyat yang luas, serta jaringan 80.000 Koperasi Merah Putih sebagai penggerak ekonomi lokal.
Tantangan: Disrupsi teknologi, krisis iklim, ketimpangan sosial, risiko ketergantungan impor strategis, tekanan geopolitik, dan potensi konflik sumber daya.
APBN 2026 adalah langkah awal, bukan akhir. Visi deterministik, futuristik, dan responsif hanya akan berarti jika diikuti konsistensi kebijakan lintas pemerintahan. Indonesia punya modal besar, tapi modal itu harus dikelola dengan disiplin, inovasi, dan keberanian.
Penutup
Menulis Masa Depan dengan Anggaran
Sejarah mengajarkan bahwa negara besar runtuh bukan hanya karena kalah perang, tetapi juga karena salah kelola sumber daya. APBN adalah instrumen strategis yang menentukan apakah Indonesia akan menjadi macan Asia atau hanya penonton di panggung dunia.
RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan Presiden Prabowo Subianto adalah upaya menulis masa depan dengan angka-angka. Di dalamnya terkandung strategi bertahan hidup, tumbuh, dan menang dalam kompetisi global.
Menuju 2045, tantangannya memang besar, tetapi peluangnya jauh lebih besar—asal kita tidak menyia-nyiakan waktu.
Penulis adalah Ketua Ikatan Notaris Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.