Trump Ancam Kenakan Tarif Impor hingga 104%, China Tidak Takut!

5 days ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia kembali mencapai titik didih setelah China menyatakan akan "bertarung sampai akhir" melawan ancaman tarif tambahan baru sebesar 50% dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pernyataan keras dari Beijing ini mempertegas bahwa perang dagang yang telah mengguncang pasar global masih jauh dari kata selesai.

Trump sebelumnya mengguncang perekonomian dunia dengan kebijakan tarif luas yang dianggap banyak pihak berpotensi memicu resesi global. Meskipun pasar keuangan mengalami penurunan dramatis, Trump tetap menolak mengubah sikap agresifnya terhadap kebijakan perdagangan luar negeri.

"Saya sangat menghormati China, tapi mereka tidak bisa melakukan ini," kata Trump dari Gedung Putih, dilansir AFP, Selasa (8/4/2025).

"Kami hanya punya satu kesempatan untuk ini... dan saya katakan, ini adalah suatu kehormatan untuk melakukannya."

Sebagai tanggapan cepat atas kebijakan Trump, China mengumumkan akan memberlakukan tarif balasan sebesar 34% terhadap barang-barang AS mulai Kamis mendatang. Langkah ini memicu reaksi baru dari Trump yang mengancam akan menaikkan total tarif atas barang-barang China menjadi 104% jika Beijing terus melakukan perlawanan.

China tidak tinggal diam. Dalam pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan pada Selasa, juru bicara menyebut bahwa langkah AS adalah bentuk "pemerasan".

"Jika AS bersikeras menjalankan kebijakan sepihaknya, China akan melawan sampai akhir," ujar juru bicara tersebut. "Ancaman ini sekali lagi menunjukkan sifat pemerasan dari Amerika Serikat."

Pemerintah China juga menekankan bahwa mereka masih membuka ruang untuk "dialog" dan menambahkan bahwa "tidak ada pemenang dalam perang dagang."

Gejolak Pasar: Dari Wall Street hingga Asia

Tarif Trump telah mengguncang pasar keuangan secara global. Pada hari Senin, indeks Hang Seng di Hong Kong jatuh hingga 13,2%, mencatat hari terburuknya sejak krisis keuangan Asia. Sementara itu, indeks di Wall Street seperti Dow Jones dan S&P 500 juga ditutup melemah setelah sesi perdagangan yang sangat fluktuatif.

Dalam beberapa hari terakhir, triliunan dolar lenyap dari nilai kapitalisasi pasar global akibat kepanikan investor terhadap eskalasi perang dagang.

Meski demikian, Trump tetap berkukuh tak akan melakukan penundaan pengenaan tarif tersebut. Ia bahkan membatalkan pertemuan dengan pejabat China mengenai tarif, meskipun menyatakan AS masih terbuka untuk bernegosiasi dengan negara lain yang bersedia.

Di tengah gejolak ini, bank sentral China mengeluarkan pernyataan dukungan terhadap dana kedaulatan negara yang membeli dana indeks bursa untuk menstabilkan pasar saham domestik.

Inflasi, Resesi, dan Kekhawatiran Politik

Sementara itu, Trump terus mendorong narasi bahwa tarif akan menghidupkan kembali industri manufaktur AS yang selama ini melemah.

"Jangan lemah! Jangan bodoh!" ujar Trump kepada warga Amerika, sembari menyatakan bahwa kebijakan tarif akan memaksa perusahaan asing memproduksi barang di dalam negeri alih-alih di luar negeri.

Namun, banyak ekonom mempertanyakan logika tersebut. CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, memperingatkan bahwa tarif ini berpotensi mendorong inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

"Apakah tarif ini akan menyebabkan resesi masih menjadi pertanyaan, tapi pasti akan memperlambat pertumbuhan," ujarnya.

Dari dalam tubuh Partai Republik sendiri muncul kekhawatiran. Senator konservatif Ted Cruz, yang dikenal sebagai loyalis Trump, menyuarakan keresahan atas dampak kebijakan ini terhadap masyarakat umum.

Ia memperingatkan potensi hilangnya lapangan kerja dan meningkatnya harga barang-barang konsumsi, dan menyebut bahwa resesi bisa menjadi "mandi darah" bagi Partai Republik dalam pemilu paruh waktu tahun depan.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Terancam Bayang-Bayang Trumpcession

Next Article 'Teror' Tarif Trump Tak Cuma Ancam China, RI Cs di Ujung Tanduk

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |