- Pasar keuangan Indonesia ditutup di zona hijau pada akhir pekan lalu
- Wall Street terbang pada Jumat pekan lalu karena meredanya kekhawatiran investor
- Sentimen perang dagang dan data-data ekonomi dalam dan luar negeri akan menggerakkan pasar pada hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan pasar keuangan bergerak senada pada akhir pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah ditutup happy ending pada akhir perdagangan pekan lalu. Kenaikan saham-saham konglomerat menjadi penopang IHSG hingga penangguhan kenaikan tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada beberapa negara menjadi landasan penguatan pasar keuangan Tanah Air.
Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan akan kembali volatile meskipun hanya terdapat empat hari perdagangan pada pekan ini. Melihat dari optimisme pasar saat ini hingga penutupan perdagangan Wall Street kemarin, diperkirakan IHSG akan kembali bergerak sumringah hari ini.
Banjirnya sentiment pekan ini juga dapat menjadi dorongan positif bagi pasar keuangan. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
Pada perdagangan Jumat (11/4/2025), IHSG ditutup menguat tipis 0,13% di level 6.262,23. Penguatan tersebut menjadi kenaikan IHSG selama dua hari beruntun usai sempat mengalami trading halt.
Tercatat sebanyak 309 saham naik, 259 turun, dan 226 tidak bergerak pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Nilai transaksi mencapai Rp 10,72 triliun yang melibatkan 13,39 miliar saham dalam 1,01 juta transaksi.
Sektor bahan baku naik 3,11%, utilitas 2,77%, kesehatan 0,9%, industri 0,66%, dan energi 0,17%. Nasib berbeda terjadi pada sektor properti yang turun 1,04%. Begitu pula dengan konsumer primer -0,89%, teknologi -0,72%, konsumer no-nprimer 0,62%, dan finansial 0,29%.
Pada perdagangan Jumat (11/4/2025), saham konglomerat menjadi penyelamat IHSG. Emiten milik Bakrie dan Salim, yakni PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) menyumbang 8,29 indeks poin. Lalu saham Salim lainnya, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) berkontribusi 8 indeks poin.
Selain itu, saham Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) juga menjadi pengungkit IHSG dengan sumbangsih 5,78 indeks poin. Lalu ada juga saham bank jumbo, BMRI dan BBNI yang menyumbang 6,7 indeks poin dan 4,75 indeks poin.
Saham PT Bank Mandiri (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) mengalami kenaikan seiring dengan rencana pembagian dividen. Cum date BMRI dilaksanakan hari ini 11 April 2025, sedangkan BBNI pada 14go April 2025.
Adapun IHSG masih diselimuti sentimen negatif. Gejolak kembali terjadi arena ketegangan perang dagang antara dua negara besar Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut memicu suasana yang berisiko pada industri keuangan.
Terbaru China kembali melakukan manuver signifikan dalam menanggapi perang tarif dengan Amerika Serikat dengan menaikkan tarif atas impor AS menjadi 125% pada Jumat (11/4/2025).
Tarif ini akan mulai berlaku pada Sabtu, 12 April 2025.
Sebelumnya, AS telah menaikkan tarif untuk impor China menjadi 145%. Adapun aksi saling balas ini meningkatkan tensi perang dagang yang mengancam menghancurkan rantai pasok global.
Beralih ke rupiah, merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (11/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.790/US$, rupiah atau menguat 0,03%.
Sementara secara mingguan, rupiah masih cenderung terkoreksi sebesar 1,42%.
Penguatan rupiah terjadi seiring dengan depresiasi the greenback yang terus terjadi beberapa hari terakhir.
Penurunan DXY ditengarai inflasi AS yang kian melandai. Pada Kamis malam kemarin, tercatat tingkat inflasi tahunan di AS mereda untuk bulan kedua berturut-turut menjadi 2,4% (year on year /yoy)pada Maret 2025, level terendah sejak September, turun dari 2,8% pada Februari, dan juga lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,6%.
Di sisi lain, sentimen terhadap gejolak tarif Trump mulai mereda setelah diputuskan menunda tarif yang lebih tinggi selama 90 hari untuk sebagian besar negara, sebuah pembalikan mengejutkan dalam perang dagangnya yang telah mengguncang pasar secara drastis.
Hal ini yang membuat rupiah tampak perkasa dan cenderung menguat meskipun masih belum signifikan.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (11/4/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau melemah 0,03% di level 7,114%. Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Pages