Tanaman Ini Dibuang dan Dicueki Warga RI, Ternyata Harta Karun Berharga

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap 18 November, Indonesia memperingati Hari Sawit Nasional. Peringatan ini bertujuan untuk merawat ingatan tentang penanaman kelapa sawit pertama untuk tujuan komersial di Indonesia pada 18 November 1911. 

Kelapa sawit kini merupakan komoditas bernilai tinggi. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Sahat Sinaga mengatakan, pendapatan negara dari sektor sawit pada 2024 bisa mencapai US$61,7 miliar atau sekitar Rp998 triliun. Bahkan, 5 tahun ke depan, potensi pendapatan bisa mencapai Rp2.066 triliun. 

"Kita prediksi, di tahun 2029 atau 5 tahun ke depan, pendapatan sektor sawit bisa mencapai US$ 124,7 miliar, sekitar Rp 2.066 T," ungkap Sahat pada Kamis (23/10/2025).

Namun, perjalanan sawit saat ini tidak terjadi dalam semalam. Dahulu tanaman harta karun Indonesia ini bernasib tragis yang dicueki hingga dibuang-buang masyarakat yang tidak mengetahui potensinya. Hal ini bisa disebabkan karena sawit tergolong tanaman baru.

Sawit sendiri berasal dari Afrika Barat dan sudah eksis sejak 5.000 tahun lalu. Namun, tanaman ini baru hadir di Indonesia pada 1848. Pemerintah kolonial Hindia Belanda menanam 4 bibit sawit di Kebun Raya Bogor. Bibit-bibit sawit itu berasal dari Afrika Tengah dan Amsterdam. 

Lima tahun kemudian, keempat bibit itu berbuah. Dari sini, pemerintah menyebarkan bijinya secara gratis. Namun, masyarakat yang tidak mengenal potensi pohon sawit lebih jauh, hanya menanamnya di pinggir jalan. Masyarakat pun mengabaikan tanaman itu, termasuk buahnya. Bahkan, buahnya dibuang-buang dan dibiarkan busuk begitu saja. 

Ini terjadi karena masyarakat belum tertarik kepada kelapa sawit. Masyarakat masih meminati pohon kelapa karena mudah diolah. Meski begitu, pemerintah kolonial tetap melakukan serangkaian percobaan untuk melihat potensi ekonominya.

Pada 1856, pemerintah melakukan penanaman kembali di Jawa Timur. Hasilnya positif. Sawit berbuah lebih cepat. Pemerintah melakukan eksperimen kembali. Kali ini menanam sawit di Sumatra dan sama-sama membuahkan hasil positif. Dari sini, pemerintah kemudian melakukan penanaman sawit secara komersial pertama pada 18 November 1911. 

Menurut J.Stroomberg dalam Hindia Belanda 1930 (1930), keberadaan sawit di Sumatra ini kemudian memecahkan rekor. Untuk pertama kalinya, ada ekspor minyak kelapa sawit dari Sumatra ke luar negeri. Minyak kelapa sawit ini didapat dari uji coba warga yang berupaya menusuk buah sawit dengan besi panjang demi mengeluarkan minyak.

Sejak saat itulah, tanaman sawit mulai menjadi komoditas baru yang bernilai tinggi. Menurut catatan buku Sejarah Statistik Ekonomi di Indonesia (1987), pada tahun 1924, lahan sawit di Sumatra sudah tembus 20.000 hektare dari sebelumnya hanya ratusan hektar. Angka ini melonjak karena di Jawa mulai muncul pabrik sabun dan mentega yang berbahan dasar kelapa sawit.

Puncaknya terjadi pada 1940, industri sawit di Hindia Belanda sudah berkembang pesat. Dalam catatan buku Sejarah Nasional Indonesia (1975), sawit sudah menjadi tanaman utama masyarakat dan pengusaha, selain tebu, kopi, dan nila. Tercatat ada 60 perkebunan berdiri dengan total lahan mencapai 100.000 hektare di seluruh Indonesia.

Dengan skala sebesar itu, Indonesia menjadi negara eksportir utama minyak sawit mentah dunia. Permintaan besar datang dari industri mentega dan sabun di Eropa. Sayangnya, kejayaan sawit Indonesia hanya berlangsung singkat. Penjajahan Jepang membuat industri sawit berhenti dan baru kembali dimulai pada era kemerdekaan. Itu pun baru optimal pada dekade 1970-an. 


(mfa/mfa)

Next Article Duduk Perkara Konflik Ambalat, Blok Harta Karun Bikin Malaysia Panas

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |