Jakarta, CNBC Indonesia - Taiwan tengah dibuat pusing oleh penguatan tajam mata uangnya. Mata uang dolar Taiwan yang justru menekan daya saing ekspor negeri tersebut. Namun di sisi lain, kondisi ini memberikan berkah tersendiri bagi Indonesia lewat peningkatan remitansi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Taiwan.
Pada perdagangan Jumat (4/7/2025), dolar Taiwan (TWD) mencetak rekor terkuat dalam tiga tahun terakhir di level TWD 28,901 per US$1.
Sepanjang 2025, mata uang Taiwan telah menguat 11% terhadap dolar AS, menjadi salah satu yang terkuat di Asia.
Meski sempat melemah tipis 0,01% pada perdagangan Jumat (11/7/2025) ke posisi TWD 29,23 per US$1, penguatan tahunan tetap signifikan.
Penguatan ini membuat produk ekspor Taiwan menjadi lebih mahal dan berpotensi kehilangan daya saing di pasar global.
Namun bagi TKI Indonesia di Taiwan, kondisi ini justru menjadi angin segar. Penguatan dolar Taiwan berdampak pada kenaikan nilai remitansi dalam denominasi dolar AS dan rupiah.
Dengan dolar Taiwan maka nilai remitansi yang ditukar ke rupiah dan dibawa ke Indonesia akan semakin besar. Kenaikan ini menjadi kabar bagi keluarga TKI yang ada di Indonesia.
Remitansi TKI di Taiwan Melonjak
Berdasarkan data terbaru, remitansi yang dikirim oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Taiwan sepanjang tahun 2024 mencapai US$2,5 miliar atau setara Rp40,54 triliun.
Jumlah ini melonjak tajam sebesar 23,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$2,02 miliar atau Rp32,76 triliun.
Kenaikan juga tercatat pada kuartal I 2025, di mana remitansi mencapai US$683 juta atau Rp11,07 triliun, meningkat 18,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$578 juta atau Rp9,37 triliun.
Remitansi TKI merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia, terutama bagi kesejahteraan keluarga penerima di daerah asal pekerja migran seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Dana remitansi umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan, kesehatan, serta untuk investasi produktif.
Secara makroekonomi, remitansi turut berkontribusi dalam menambah devisa negara, memperkuat konsumsi domestik, dan membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Di saat Taiwan dihadapkan pada tantangan akibat penguatan tajam mata uang yang menekan daya saing ekspornya, Indonesia justru diuntungkan dari sisi peningkatan remitansi.
Fenomena ini menjadi katalis positif yang mendukung penguatan ekonomi rumah tangga serta memberikan dampak luas terhadap ketahanan ekonomi nasional.
Kenaikan remitansi TKI di Taiwan salah satunya didorong oleh bertambahnya jumlah tenaga kerja Indonesia yang bekerja di negara tersebut.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia, jumlah TKI di Taiwan pada kuartal I 2025 tercatat sebanyak 498 ribu orang, meningkat sekitar 17,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 425 ribu orang. Peningkatan jumlah TKI ini secara langsung berkontribusi terhadap naiknya nilai remitansi, mengingat semakin banyak pekerja migran yang mengirimkan penghasilan mereka ke tanah air.
Taiwan Pusing Karena Mata Uang Perkasa
Penguatan mata uang dolar Taiwan dapat menekan beberapa perusahaan-perusahaan besar milik Taiwan seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing dan Foxconn Technology.
Penguatan mata uang lokal membuat barang-barang buatan Taiwan jadi lebih mahal bagi pembeli internasional.
Terutama penting bagi produk berorientasi harga, seperti komponen elektronik yang bersaing ketat dengan produk dari Korea Selatan, China, dan Jepang.
Banyak eksportir menerima pembayaran dalam USD atau EUR sehingga ketika dikonversi ke TWD, nilai tukar yang lebih kuat membuat pendapatan domestik (TWD) mereka turun. Perusahaan pun perlu melakukan efisiensi atau menaikkan harga, yang bisa mengurangi pesanan.
Dampak lainnya, pembeli asing mungkin mengalihkan pesanan ke negara dengan mata uang lebih lemah (lebih kompetitif) sehingga bisa menyebabkan penurunan volume ekspor, terutama ke pasar AS, Eropa, dan ASEAN.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar penjualan produk semikonduktor dilakukan dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS).
Dengan kurs dolar Taiwan yang lebih kuat, pendapatan dalam dolar akan dikonversi menjadi lebih kecil dalam mata uang lokal, sehingga mengurangi margin keuntungan perusahaan. Selain itu, harga produk mereka juga menjadi relatif lebih mahal dibanding pesaing global, sehingga daya saing mereka di pasar internasional berpotensi melemah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)