Setetes Darah Di Ujung Jarum, Kisah Kecil Dari Almanza Untuk Kemanusiaan

9 hours ago 2
Features

3 November 20253 November 2025

Setetes Darah Di Ujung Jarum, Kisah Kecil Dari Almanza Untuk Kemanusiaan Kabang pemerintahan Setdakab Pidie, Almanza saat donor di RSUD Tgk Chik Ditiro, Sigli, Senin (3/12). Waspada.id/Muhammad Riza

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

Pagi itu, Senin (3/11) langit Sigli masih berbalut lembut cahaya. Di halaman RSUD Tgk Chik Ditiro (TCD), angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan harapan.

Di antara lalu-lalang petugas medis dan denting alat donor darah, seorang pria berseragam rapi melangkah tenang Dialah, Almanza, S.STP, Kepala Bagian Pemerintahan Setdakab Pidie.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Di tengah rutinitasnya menata urusan pemerintahan, ia masih setia pada satu kebiasaan lama yang tidak pernah pudar: mendonorkan darah. Sebuah kebiasaan yang telah menempel sejak masa mudanya di IPDN Jatinangor, kala semangat menolong sesama tumbuh di antara lembar-lembar buku dan disiplin praja.

“Dulu waktu di IPDN, saya rajin donor darah,” ucapnya perlahan, seolah mengingat sesuatu yang sederhana tetapi berharga. “Sekarang memang lebih jarang, tetapi semangatnya tidak pernah hilang.” tuturnya lagi dengan nada lembut.

Jarum kecil menembus kulitnya, darah merah mengalir dalam tabung transparan. Bagi sebagian orang, itu mungkin hal biasa. Namun bagi Almanza, setetes darah adalah kisah tentang kehidupan, tentang bagaimana manusia bisa saling menjaga tanpa harus mengenal satu sama lain.

“Setetes darah yang kita donorkan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan,” tuturnya, suaranya tenang tetapi berisi.

Lulusan SMU Negeri 1 Sigli tahun 2003 dan IPDN angkatan XVI tahun 2008 ini telah melintasi banyak jalan pengabdian: dari Camat Tiro (2018–2021) hingga kini menjadi Kabag Pemerintahan Setdakab Pidie. Namun di balik segala jabatan dan tanggung jawab, ia tetap menaruh tempat bagi sisi kemanusiaan yang lembut, sebuah ruang di hati untuk berbagi.

Ia percaya, menolong tidak selalu harus dengan harta atau kekuasaan. Kadang, cukup dengan keberanian untuk memberi sebagian dari diri sendiri.

“Donor darah bukan hanya untuk mereka yang membutuhkan,” katanya. “Tetapi juga untuk diri kita, agar hidup ini tetap sehat dan bermakna.”katanya.

Ketika kantong darah itu penuh, seorang petugas tersenyum dan mengucap terima kasih. Almanza pun berdiri, menepuk lengan yang dibalut perban kecil. Di wajahnya, tergambar rasa lega yang sederhana. Mungkin inilah bentuk bahagia yang paling tulus: saat kita tahu, ada kehidupan lain yang bisa terus berjalan karena kebaikan sekecil setetes darah.

Hari itu, Sigli kembali ramai. Tetapi di hati Almanza, dan barangkali juga di hati siapa pun yang melihatnya tersimpan pesan yang lembut. Menolong tidak selalu harus besar. Kadang, hanya perlu seujung jarum dan niat yang tulus.

Muhammad Riza

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |