
JAKARTA (Waspada): Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus menggodok Revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ( RUU ASN).
Salah satu poin penting dari draf RUU ASN yang merevisi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara itu adalah mengembalikan kewenangan pemerintah pusat, termasuk dalam proses rekrutmen ASN.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo mengungkapkan ada semangat dari revisi UU ASN yang akan mengembalikan sistem rekrutmen ASN dari desentralisasi ke sistem sentralisasi lagi.
“Kalau saya dengar tadi ini baru cuitan di luar, bahwa ini akan ditarik ke pusat. Semua kewenangan akan disahkan kepada Presiden. Untuk mutasi jabatan, untuk pengangkatan,” ucap Firman Subagyo dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN’ di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (22/4).
Menurut Firman, salah satu pertimbangan peralihan kewenangan itu karena banyak kasus pejabat di daerah yang tersangkut korupsi dalam proses rekrutmen ASN.
“Sekarang ini di beberapa daerah itu contoh yang sudah banyak adalah Bupati dan kepala daerahnya itu menjadi tersangka rekrutmen ASN. Walaupun mekanisme dikatakan ada yang menggunakan metodologi tender tapi tender diatur juga ternyata. Karena teknologi kan dikendalikan oleh manusia,” ujarnnya.
Oleh karena itu, dia mengingatkan apabila nanti kewenangannya diambil alih oleh pusat lagi, jangan sampai hanya memindahkan praktik transaksional saja dalam proses rekrutmen ASN dari daerah ke pusat.
“Saya khawatir nanti transaksionalnya itu malah berpindah dari daerah ke pusat. Ini yang saya kuatir,” ucap Firman.
Hal lain yang juga perlu dicermati adalah pengalihan kewenangan ini akan menambah loop atau beban kerja dari Presiden.
“Yang saya pikirkan itu adalah kalau semuanya beban itu nanti dilimpahkan kepada Presiden, apakah beliau punya waktu untuk itu?” kata Firman lagi.
Oleh karena itu, Firman mengatakan usulan dalam RUU ASN yang menjadi RUU usul inisiatif ini masih akan terus berkembang. Termasuk melakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang dinilainya akan mendapat banyak penolakan dari masyarakat di daerah.
“Kami juga akan mengadakan rujuk untuk sosialisasi-sosialisasi daerah agar bisa menelaah dan memberikan masukan untuk penyempurnaan daripada itu undang-undang ini,” tegas Firman.
Di forum sama, Wakil Ketua Komisi II Zulfikar Arse Sadikin mengakui adanya semangat mengusulkan kewenangan itu dikembalikan kepada pemerintah pusat. Terkait ini, Komisi II DPR RI masih menunggu hasil kajian internal Badan Keahlian DPR RI.
“Meminta agar Badan Keahlian DPR RI melakukan kajian kembali tentang perubahan ini, supaya kita mendapatkan dasar yang sungguh sangat kuat baik dari sisi filosofis maupun sosiologis,” kata Zilfikar, panggilan akrabnya.
Dia menjelaskan pengakihan kewenanhan ini tidaklah mudah. Di internal Komisi II menurutnya mayoritas berpandangan bahwa ada amanat UUD NRI 1945 tentang desentralisasi. Sehingga dari semangat desentralisasi yang menjadi semangat era reformasi itulah muncul semangat otonomi daerah.
“Undang-Undang Dasar kita, Undang-Undang Dasar NRI 1945 tegas menyatakan bahwa negara kita adalah negara kesatuan yang di desentralisasikan di Pasal 18 atau di pasal-pasal 2 itu jelas agar kesatuan. Desentralisasi itu mengakibatkan hadirnya semangat otonomi. Dan di Pasal 18 itu juga otonomi itu harus dilaksanakan. Komisi II berpikir apakah ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang dasar NRI Tahun 1945,”ungkapnya.(j04)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.