Rieke Diah Pitaloka Dorong Pembenahan Data BPJS Jangan Sampai Uang Negara Berantakan

3 hours ago 2
Nusantara

6 November 20256 November 2025

Rieke Diah Pitaloka Dorong Pembenahan Data BPJS Jangan Sampai Uang Negara Berantakan Dialektika Demokrasi dengan tema “Optimalisasi Perlindungan Jaminan Kesehatan bagi Insan Pers" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/11) (Waspada.id/Andy Yanto Aritonang)

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

JAKARTA (Waspada.id): Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan pentingnya pembenahan data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) agar tidak terjadi kebocoran anggaran dan salah sasaran dalam pemberian bantuan iuran. Dia mengingatkan bahwa tanpa perbaikan metodologi dan pengawasan ketat, program jaminan sosial nasional dapat kehilangan arah dari cita-cita konstitusi.

Berbicara dalam forum diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Optimalisasi Perlindungan Jaminan Kesehatan bagi Insan Pers” di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/11), Rieke mengungkapkan keprihatinannya atas dugaan ketidaksesuaian data penerima bantuan iuran (PBI).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Menurut dia, hasil evaluasi menunjukkan potensi peserta fiktif mencapai 51,5 juta jiwa, dengan kerugian negara sekitar Rp126 triliun per tahun. “Kalau datanya tidak benar, negara harus mengeluarkan uang untuk peserta fiktif. Ini bukan angka kecil. Jangan sampai uang rakyat berantakan hanya karena data yang tidak akurat,” ujar Rieke.

Rieke menyoroti bahwa banyak pekerja kehilangan pekerjaan namun belum otomatis terdaftar sebagai penerima bantuan iuran BPJS. Padahal, berdasarkan regulasi yang berlaku, peserta yang kehilangan pekerjaan berhak mendapatkan pembebasan iuran selama enam bulan.

Rieke juga menyinggung peran penting media dalam mengawal kebijakan publik, mengingat pada masa awal pembentukan BPJS pada 2011 lalu, media turut berperan aktif dalam menyosialisasikan dan memperjuangkan Undang-Undang BPJS sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

“Kalau tidak ada media, tidak mungkin undang-undang BPJS bisa lahir. Waktu itu kami bahkan membentuk jaringan ‘pewarta pejuang’, bukan hanya kuli tinta, untuk ikut mengawal perjuangan jaminan sosial,” kenangnya seraya menambahkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen kuat terhadap penguatan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan UUD 1945.

Namun, dia menilai langkah pemutihan data BPJS yang akan dilakukan pemerintah harus disertai pembenahan metodologi dan regulasi yang jelas. “Pemutihan tidak akan berjalan baik tanpa perbaikan metodologi. BPJS dan Kementerian Keuangan tidak bisa bergerak tanpa dasar hukum yang kuat, seperti Instruksi Presiden atau keputusan menteri,” kata Rieke.

Rieke juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran tambahan Rp400 miliar untuk tahun 2025 dan alokasi Rp6 triliun untuk 2026, guna memperkuat sistem data dan pengawasan BPJS. Untuk itu, ia berharap Komisi IX DPR ikut mengawal proses tersebut agar tepat sasaran.

“Kami berharap semua pihak menjaga integritas data negara, terutama yang menyangkut hak rakyat miskin atas jaminan sosial. Saya tidak takut apa pun, kecuali jika data rakyat dipermainkan dan uang negara kembali berantakan. Mari kita kawal bersama,” tegasnya.

Dalam forum yang sama Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Edi Wuryanto, menyoroti masih adanya kesenjangan layanan antara daerah perkotaan dan wilayah tertinggal, serta menekankan perlunya penguatan sistem jaminan sosial nasional, khususnya BPJS Kesehatan, agar benar-benar mewujudkan prinsip “sehat untuk semua.” Padahal, dalam amanat konstitusi telah ditegaskan bahwa pemerataan akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.

“Pasal 28 UUD 1945 jelas menyatakan setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan. Itu artinya, setiap penduduk wajib menjadi peserta BPJS agar tidak kehilangan akses terhadap pelayanan kesehatan,” ungkap Edi.

Menurutnya, meski tingkat kepesertaan BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 90 persen, hanya sekitar 70 persen yang masih aktif. Kondisi ini menunjukkan masih ada 20–30 persen masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. “Itu menjadi tanggung jawab negara untuk memastikan mereka kembali aktif,” tegasnya.(id89)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |