Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan Indonesia bisa mencapai swasembada gula konsumsi atau gula kristal putih (GKP) pada tahun 2028. Saat ini produksi gula nasional baru mampu memenuhi sekitar 30 persen dari total kebutuhan dalam negeri yang mencapai 7 juta ton per tahun.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III, Denaldy Mulino Mauna mengungkapkan, pihaknya memiliki peran penting dalam mendukung target tersebut. Di mana PTPN mengelola sekitar 180 ribu hektare lahan tebu, dengan kontribusi 30-35 persen terhadap total produksi gula nasional.
"Nah kalau misalkan tadi terkait dengan soal swasembada, memang salah satu tugas kami adalah bagaimana kita juga turut serta swasembada, khususnya gula," ujar Denaldy dalam acara Agri Food Summit 2025 di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, sekitar 70 persen dari total lahan yang dikelola PTPN merupakan milik petani. Karena itu, kolaborasi antara perusahaan dan petani menjadi kunci untuk mencapai kemandirian gula nasional.
"Di mana 70 persen daripada 180.000 hektare itu sebenarnya petani. Jadi memang kolaborasi petani itu memang sangat-sangat penting untuk bisa memunculkan soal swasembada terhadap gula," jelasnya.
Denaldy menjelaskan, kebutuhan gula nasional tahun lalu mencapai sekitar 7 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru sekitar 2,5 juta ton. Dari jumlah itu, PTPN berkontribusi sekitar 850 ribu ton.
"Jadi, sebagaimana kita ketahui saat ini memang kebutuhan gula secara nasional itu sekitar 7 juta. Sedangkan produksi kita baru di sekitar 2,5 juta secara total. Dan PTPN hanya baru dapat kontribusi sekitar 850," paparnya.
Untuk mengejar ketertinggalan produksi, Denaldy menyebut PTPN menyiapkan tiga strategi utama, yakni intensifikasi lahan, ekstensifikasi (penambahan areal tanam), dan digitalisasi berbasis kecerdasan buatan (AI).
Upaya Intensifikasi
Langkah pertama adalah memperbaiki kualitas lahan tebu yang sudah ada. Saat ini, sebagian besar lahan tebu rakyat berada pada kondisi kurang produktif karena sudah terlalu lama ditanam tanpa pembaruan.
"Kami ketahui bahwa hampir 85 persen itu kondisi tebu setelah ratoon tiga atau sudah tahun keempat. Padahal kalau best practice-nya itu harusnya di tahun ketiga atau keempat sudah harus dibongkar," kata Denaldy.
PTPN berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mendukung program bongkar ratoon, termasuk penyediaan benih unggul dan pupuk. "Jadi, satu kita bahas masalah upaya intensifikasi. Dukungan benih, bibit, dan segala macam, termasuk teman-teman pupuk, untuk bisa bagaimana kita melakukan kegiatan yang tadi namanya bongkar ratoon," ujarnya.
Perluasan Lahan (Ekstensifikasi)
Selain meningkatkan produktivitas, pemerintah juga perlu menambah luas lahan tebu. Saat ini, total lahan tebu nasional baru sekitar 540 ribu hektare, sedangkan untuk mencapai swasembada diperlukan tambahan setidaknya 500 ribu hektare lagi.
"Saat ini kita cuma memiliki luasan lahan tebu secara total 540.000 hektare. Sedangkan kalau kita ingin mencapai angka 7 juta ton gula, itu kita perlu tambahkan minimum 500.000 hektare lagi," terang Denaldy.
Menurutnya, perluasan ini harus dilakukan dengan pemilihan varietas tebu unggul yang tahan terhadap perubahan iklim, hama, dan penyakit. "Bagaimana kita bisa menambah luasan-luasan intensifikasi tadi dengan varietas-varietas yang jauh lebih baik, jauh lebih unggul dengan menghadapi segala cuaca dan serangan hama," tambahnya.
Digitalisasi dan AI
Denaldy juga menekankan pentingnya digitalisasi dalam industri gula. Menurutnya, penggunaan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) menjadi langkah penting agar produksi lebih efisien dan tepat sasaran.
"Digitalisasi itu sudah suatu keharusan. Bahkan kita tidak bisa bicara masalah digitalisasi saja kalau tidak ada AI-nya. Karena di situlah kita bisa benar-benar mengetahui masalahnya apa secara tepat waktu, dan menghubungkannya supaya bisa tepat sasaran," jelasnya.
Adapun PTPN kini tengah mengembangkan platform digital bernama ETHERA (Ekosistem Tebu Rakyat) yang menghubungkan seluruh ekosistem industri gula, mulai dari petani, pabrik gula, perbankan, hingga offtaker seperti Bulog.
"ETHERA itu adalah ekosistem untuk merakyat. Jadi dalam satu aplikasi itu kita sudah bisa menghubungkan antara pabrik gula kami, petani, penyedia dana dan perbankan, vendor saproni, serta offtaker. Semua ada dalam satu aplikasi itu supaya kita bisa cepat dan efisien," ungkap Denaldy.
Ia berharap, penerapan teknologi tersebut mampu mempercepat pencapaian target swasembada gula dalam empat tahun ke depan. "Harapan implementasi yang kita bisa wujudkan bisa mengakselerasi mewujudkan yang tadi, kita masih punya gap hampir 4 juta, 3,5-4 juta ton gula, baik itu gula kristal putih atau GKP," katanya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Pemerintah Mau Rombak Aturan Swasembada Gula, Ini Poin-poinnya