Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah resmi meluncurkan paket stimulus ekonomi 2025 yang terdiri dari tiga klaster utama. Insentif ini diharapkan bisa semakin meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Insentif tersebut terdiri dari delapan program akselerasi pada 2025, empat program lanjutan yang digulirkan pada 2026, serta lima program yang difokuskan pada penyerapan tenaga kerja.
Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Airlangga menjelaskan, langkah ini merupakan strategi pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah tantangan global, sekaligus memastikan kualitas pemulihan ekonomi tetap terjaga.
Dari keseluruhan paket, dua klaster awal menjadi pondasi penting paket pertama berupa delapan program akselerasi yang ditujukan untuk mempercepat realisasi target pembangunan 2025, serta paket kedua yang terdiri dari empat program berkelanjutan hingga 2026, sebagai upaya menjaga kesinambungan kebijakan fiskal dan struktural.
Paket stimulus 1 disebut sebagai langkah awal diskon dan insentif energi/transportasi di awal 2025 , dirancang sebagai intervensi cepat untuk menjaga permintaan.
Skema diskon listrik yang diuji coba pada Januari-Februari 2025 kemudian diulang, dengan sasaran utama rumah tangga pelanggan ≤1.300 VA.
Langkah ini berfungsi sebagai "pemanasan kebijakan", menguji mekanisme penyaluran subsidi sebelum paket berskala lebih besar digulirkan. Dokumen bahkan menyebut program awal tersebut sebagai preseden untuk desain paket selanjutnya.
Sementara, paket Stimulus 2 tampil lebih besar dan lebih terlihat.
Pemerintah meluncurkan enam insentif sejak 5 Juni 2025, dengan dua fokus utama: pemulihan mobilitas dan menjaga daya beli.
Dari sisi mobilitas, ada diskon tarif tol sekitar 20% (target 110 juta kendaraan selama dua bulan), diskon tiket kereta 30%, PPN DTP 6% untuk tiket pesawat, serta potongan 50% untuk angkutan laut. Tujuannya jelas adalah mendorong perjalanan dan belanja di momen libur sekolah.
Di sisi sosial-ekonomi, pemerintah menggelontorkan diskon listrik 50% bagi 79,3 juta rumah tangga kecil, tambahan Kartu Sembako Rp200 ribu per bulan untuk 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), serta Bantuan Subsidi Upah Rp150 ribu untuk 17 juta pekerja dan 3,4 juta guru honorer.
Juni juga menjadi momentum pencairan gaji ke-13 ASN dan pensiunan. Rangkaian kebijakan ini menunjukkan orientasi Paket 2 pada penguatan konsumsi jangka pendek dan aktivitas ekonomi lokal.
Desain Paket 2 mencerminkan trade-off yang jelas.
Dari sisi mikro, bantuan tunai dan subsidi langsung menyasar kelompok menengah bawah, sehingga efek pengganda konsumsi muncul lebih cepat. Namun dari sisi makro, dampaknya terhadap PDB diperkirakan terbatas.
Bank BCA, misalnya, memperkirakan kontribusi hanya 0,05-0,1% terhadap pertumbuhan.
Dengan kata lain, paket ini lebih bersifat menahan perlambatan ketimbang mendorong pertumbuhan baru. Beberapa insentif, seperti diskon iuran JKK bagi pekerja padat karya, juga diperpanjang hingga akhir 2025/awal 2026, menambah durasi dukungan sekaligus memperpanjang efek stabilisasi.
Paket Stimulus 3, yang baru saja dirilis dengan label "Paket Ekonomi 2025" (format 8+4+5), menandai pergeseran strategi.
Fokusnya tidak lagi semata pada konsumsi, tetapi juga akselerasi, deregulasi, dan penyerapan tenaga kerja.
Delapan program akselerasi meliputi program magang sarjana, perluasan PPh 21 DTP bagi 552 ribu pekerja pariwisata, bantuan pangan Oktober-November, diskon iuran JKK/JKM untuk pengemudi transportasi online, program manfaat tambahan perumahan BPJS Ketenagakerjaan, padat karya tunai, deregulasi implementasi PP28/2025, hingga pilot proyek pemukiman dan platform UMKM di Jakarta.
Empat program lain disiapkan berlanjut hingga 2026, termasuk perpanjangan PPh Final 0,5% untuk UMKM. Sementara lima program tambahan diarahkan khusus untuk serapan tenaga kerja. Paket ini memperlihatkan pendekatan lebih struktural: mengombinasikan stimulus jangka pendek dengan kebijakan regulasi dan fiskal.
Jika dibandingkan, peran masing-masing paket cukup jelas. Paket 1 berfungsi sebagai uji coba, Paket 2 memperkuat permintaan dengan subsidi dan insentif langsung; sementara Paket 3 menggeser fokus ke agenda supply-side dan pasar tenaga kerja.
Secara logis, alurnya runtut, pertama menjaga likuiditas dan konsumsi, lalu dilanjutkan langkah struktural untuk memperluas penyerapan kerja. Tantangan terbesar ada pada implementasi, efektivitas program magang, ketepatan sasaran BSU, hingga kapasitas pemerintah daerah menjalankan proyek percontohan UMKM akan menentukan hasil akhir.
Dari sisi fiskal, dokumen mencatat dua hal penting. Pertama, dampak agregat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) relatif kecil sehingga fungsi utama stimulus adalah menjaga daya beli, bukan akselerasi pertumbuhan.
Kedua, sejumlah insentif bersifat berkelanjutan misalnya perpanjangan Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM dan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) yang menuntut perhitungan fiskal jangka menengah agar ruang APBN tetap terjaga.
Karena itu, prioritas eksekusi perlu menekankan tiga hal, targeting berbasis data (agar bantuan tepat sasaran), monitoring real-time (mencatat pemanfaatan insentif dan dampaknya), serta evaluasi berbasis hasil untuk program struktural.
Kesimpulannya, tiga paket stimulus 2025 ini membentuk rangkaian kebijakan bertahap dari penguatan permintaan jangka pendek, menuju intervensi struktural yang menautkan fiskal, deregulasi, dan pasar tenaga kerja. Sejauh mana hasilnya akan efektif, sangat bergantung pada kualitas pelaksanaan, disiplin fiskal, serta konsistensi monitoring dan evaluasi di lapangan.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)